Chapter 14

2.8K 271 2
                                    

Bahagiamu adalah bahagiaku

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Bahagiamu adalah bahagiaku. Sedangkan, lukaku adalah kebahagiaanmu.

- 💔 -

Tut.

Setelah sambungan telepon itu terputus, pandangan kosongnya menatap ke depan. Kinerja otaknya seakan berhenti, semua hal yang ada dipikirannya seakan hilang entah kemana.

Break?

Semudah itu Aris membuat keputusan? Disaat dia belum mendengarkan penjelasannya sedikitpun. Aris sibuk menerka tanpa tahu yang sebenarnya. Kebiasaan buruk yang sempat hilang kini keluar lagi.

"Udah telepon Aris nya, Ra?" tanya Restu yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk berganti baju.

Laura tersadar, ia menoleh dan berusaha tersenyum pada Restu. "Udah, Kak," jawab Laura, "Kakak mau ke restoran sekarang."

"Iya. Tapi beneran kamu bisa sendirian di sini?"

"Iya Kak, percaya sama Laura." Laura meyakinkan Restu, "tapi sebelum Kakak berangkat, Laura minta tolong anterin ke kamar mandi."

"Sini kakak bantu." Restu menyibakkan selimut yang dipakai Laura, lalu menuntun gadis itu untuk bangun.

"Berhentiin dulu, Kak, infusnya. Takutnya berdarah kayak semalem."

Restu melakukan perkataan Laura, setelah itu ia membantu sepupunya untuk ke kamar mandi.

Hingga beberapa menit kemudian, Laura kembali memanggilnya. Ia kembali menuntun tubuh yang masih lemas itu kembali ke atas ranjang pasien. "Kamu baik-baik, ya. Kalau ada apa-apa langsung panggil suster atau dokter. Oh, iya soal keadaan Tante Ani kamu gak usah khawatir, Tante udah sedikit mendingan. Beliau udah di periksa sama dokter keluarga, katanya kalau siang nanti panasnya belum turun harus di bawa ke rumah sakit."

"Iya, makasih udah mau jaga aku sama mama. Kayaknya ucapan terimakasih aja gak cukup buat bayar semua kebaikan kak Restu. Laura harus balas dengan apa?"

Restu tersenyum, ia mengusap poni dikening Laura. "Kita ini keluarga sudah seharusnya saling tolong menolong, dan kamu cukup balas dengan cepet sembuh. Kakak gak suka kamu sakit."

Mata Laura berkaca, ia merentangkan tangannya yang tidak diinfus. "Peluk," pintanya.

Restu mendekap tubuh Laura yang sedang berbaring itu, ia sangat menyayangi sepupunya ini. Sebagai saksi perjalanan hidup Laura, membuat Restu seperti berkewajiban untuk memberinya kebahagiaan, kebahagiaan yang tidak pernah dia dapat sebelumnya.

Titik Jenuh [S E L E S A I]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora