Chapter 16

3.1K 274 1
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

.
.

🌹🌹🌹

"Peluk aku seerat-eratnya, Kak. Buat ngewakilin kak Aris yang gak ada di sini."

Raisya mengusap punggung Laura yang bergetar. Sesedih apa kak Laura-nya sampe iapun bisa merasakan kesedihannya lewat pelukan ini.

Pelukannya sangat erat, seakan kak Laura benar-benar menumpahkan semua masalahnya. Mungkin yang Raisya tahu hanya sebagian, masih ada banyak kesakitan yang ia tidak ketahui dan tidak Laura ceritakan.

"Jangan pernah menyimpan masalah sendirian lagi. Sekarang kak Laura bisa ngejadiin aku tempat berkeluh kesah, kakak bisa ceritain semua masalah yang kakak punya sama aku, jangan sungkan." Raisya masih tetap mengusap punggung Laura, "kalau terlalu sering memendam, kakak bisa sakit. Saudara Raisya aja kena penyakit paru-paru, kata dokter dia terlalu ngebatin dan selalu menyimpan masalahnya sendirian. Kak Laura mau kayak gitu? Pasti gak mau, kan?"

Laura terkekeh, ia mengusap air matanya sebelum melepaskan rengkuhannya pada Raisya. "Kakak itu orang yang susah berbagi masalah sama orang lain meskipun itu sama keluarga atau orang terdekat. Kalau masalah itu bisa diselesaikan sendiri sebisa mungkin kakak menyelesaikannya sendiri. Kakak gak suka jadi beban orang lain."

Laura tersenyum pada Raisya, ia mencubit pipi chubbynya. "Nanti kakak akan berusaha membuka diri sama kamu. Tapi jika suatu saat kamu merasa terbebani dengan masalah kakak yang gak ada habisnya, bilang ya."

"Iya, Kak. Raisya janji akan berusaha jadi tempat ternyaman buat kakak curhat, meskipun umur Raisya masih kecil," kata Raisya, "jadi, sekarang kakak bisa cerita kenapa kak Aris minta break?"

"Hanya kesalahpahaman," kekeh Laura dengan suara seraknya.

Sembari mendengarkan cerita Laura, Raisya mengambil tisu basah yang selalu disediakan mamanya di dalam tas, ia membersihkan darah yang sudah mengering ditangan kak Laura.

"Kejadian di restoran gak usah diceritain kak, Raisya udah tahu," sela Raisya.

"Aris yang cerita?"

Raisya menggeleng. "Enggak, tapi Raisya liat sendiri. Karena kebetulan waktu itu Raisya sama kak Angga lagi makan di restoran yang sama."

"Oh oke." Laura kembali melanjutkan ceritanya. "Padahal kakak gak ada niat sedikitpun buat ngungkit masalah itu. Alasan kakak gak dateng, pure karena lagi sakit, dan di hari yang sama mama juga sakit, itu juga alasan kenapa kakak bilang gak bakal dateng dalam waktu yang gak bisa ditentukan. Kakak harus fokus rawat Mama."

Titik Jenuh [S E L E S A I]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora