Chapter 17

3.1K 266 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Selama hal itu tidak membahayakan kesehatan, aku tidak akan melarangmu.

- Laura -

"Laura kenapa bisa ada di danau sama kamu, Sya?" tanya Restu pada Raisya yang tengah duduk di kursi tunggu ruangan tempat Laura sedang diperiksa.

Sedangkan, dirinya berdiri di depan pintu, matanya tak lepas dari setiap gerakan yang Dokter lakukan untuk memeriksa Laura.

"Emmm ... tadi pagi awalnya Raisya mau jenguk kak Laura, tapi saat sampe rumah sakit Raisya liat kak Laura naik taksi, terus Raisya ikutin sampe ke danau dan di sana kak Laura nangis."

"Nangis?" Restu membalikkan tubuhnya ke arah Raisya, "kenapa dia nangis?"

Raisya menggeleng. "Raisya gak tahu, Kak." Ya, Raisya berbohong. Ia tahu sesayang apa kak Restu pada kak Laura. Kalau sampai sepupu kak Laura itu tahu yang sebenarnya, Raisya tak bisa menjamin keadaan kakak pertamanya akan baik-baik saja.

Walaupun saat ini Raisya tengah kesal pada kak Aris, tapi ia tetap menyayangi kakak laki-lakinya itu.

Tiba-tiba seorang Dokter keluar. "Mas Restu, bisa bicara di ruangan saya?"

"Bisa, Dok. Tapi, keadaan sepupu saya baik-baik aja, kan?" tanya Restu cemas.

"Baik. Dia cuma terlalu banyak pikiran. Sekarang pasien sudah sadar," jawab Dokter, "mari ke ruangan saya."

Restu mengangguk. Sebelum mengikuti dokter, ia menatap Raisya. "Kamu masuk temenin kak Laura ya. Kakak ke ruangan dokter dulu sebentar."

"Iya, Kak." Raisya masuk ke ruangan Laura sedangkan Restu pergi ke ruangan dokter.

"Kak Laura, udah baikan?" Raisya membantu Laura yang sepertinya ingin duduk.

"Alhamdulillah," jawab Laura sambil tersenyum.

"Kakak jangan banyak pikiran lagi, ya.  biar nanti kak Aris Raisya yang pukul," ucap Raisya seram, tapi ekspresi itu malah lucu menurut Laura.

"Raisya, Kakak boleh minta satu hal?"

"Apa, Kak? Kalau Raisya punya pasti bakal dikasih."

"Jangan terlalu memikirkan masalah kakak sama Kak Aris, ya. Kak Laura gak mau sampe hal ini jadi beban pikiran kamu." Laura mengusap bahu Raisya, gadis itu duduk disampingnya, "kamu harus bersikap seolah tidak tahu inti permasalahannya. Kamu harus bersikap seperti hanya tahu kakak dan Kak Aris berantem, udah itu aja. Kamu berpura-pura tidak tahu masalahnya apa. Bisa kamu lakukan itu?"

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang