10 : Penolakan

377 59 46
                                    

Oh hello, sayang~

Pengumuman ya, ini ada revisi yang lumayan banyak di chapter ini. Semoga kalian bisa menemukan perbedaannya. Semoga lebih nyaman ketika dibaca dan ini lebih terasa rumit karena hati teraduk-aduk melihat interaksi si ayah-anak. Yah kalian pasti tahu siapa. Hehe
Enjoy

Happy Weekend

-----------

[Sourire]

Arash membanting pintu kamar saat Neida meneriakkan namanya. Baru saja tiba di rumah dan keributan sudah tercipta. Aria hanya bisa geleng-geleng kepala. Sambil menggiring Neida yang masih berapi-api, Aria mengusap lembut lengan wanitanya. "Kenapa kau sering sekali marah pada Arash akhir-akhir ini, Sayang? Sikapmu ini akan membuat Arash tidak betah di rumah."

Neida berdecak kesal. "Aku tidak ingin dia berhubungan dengan anak itu. Arash masih saja tidak mengerti dan malah melawan perkataanku. Memintaku memberikan alasan. Seharusnya Arash menuruti saja kan, Aria? Tanpa perlu membantah, seharusnya dia mematuhi apa yang aku katakan. Aku ini ibunya. Aku berhak mengatur dengan siapa saja dia berteman, dan aku tidak ingin dia berteman dengan anak itu." Oceh Neida, terbalut emosi lagi. Aria mengernyit, sedikit bingung. "Anak itu? Maksudmu anak dari Pak Jun tadi?"

"Ya. Anak dari pria itu. Aku tidak suka dan tidak ingin Arash berhubungan dengan mereka."

"Kenapa?"

Seketika Neida terkesiap. Ia sadar mulutnya hampir saja meloloskan apa yang seharusnya tidak ia katakan. Neida menutup bibirnya rapat, menciptakan hening untuk beberapa saat. "Neida, kenapa? Kenapa kau tidak ingin Arash berhubungan dengan mereka? Ada yang salah dengan mereka?" desak Aria, meminta kelanjutan dari penjelasan itu.

Neida melemaskan bahu dan menurunkan emosinya. "Tidak usah dibahas. Yang penting Arash sudah ikut pulang bersama kita." Neida beranjak dari sofa, tapi tangannya segera ditahan oleh Aria hingga wanita itu kembali duduk. "Belum selesai, Neida." tutur Aria dengan suara rendah yang terdengar menekan, hingga Neida gugup dibuatnya.  "Pembahasannya belum selesai. Arash adalah anakmu, dan sebentar lagi akan resmi menjadi anakku juga. Berarti, masalah ini harus benar-benar diselesaikan. Aku harus tahu apa yang membuatmu membenci teman Arash itu. Ada apa sebenarnya?" Ujar Aria. Neida kebingungan. Ia hanya bisa menggigit bibir karena menyadari bahwa mulutnya terlalu lancar melontarkan ucapan yang hanya akan mengacaukan rencana kehidupannya bersama Aria. Ia harus mencari cara untuk mengalihkan topik dan sebuah kecupan menjadi solusi terbaik. Aria membelalak terkejut saat bibirnya disentuh bibir lembut Neida. Keduanya menikmati kecupan itu dalam hening. Lalu, Neida menjauhkan wajahnya dan memberikan tatapan manja pada Aria.  "Maafkan aku. Aku tidak ingin membahasnya malam ini karena aku sangat lelah. Bolehkah kita membicarakannya besok saja?"

Neida benar-benar tahu titik kelemahan Aria dan berhasil membuat Aria menghentikan desakan untuk bertanya lebih jauh. Aria menangkup pipi Neida, lalu mengecup dahi wanita itu. "Baiklah, kita tidak membahasnya malam ini, tapi kita harus menyelesaikannya. Aku tidak ingin kau berselisih paham dengan Arash terus-menerus. Kasihan dia. Konsentrasi belajarnya bisa terganggu." 

Kali ini, Neida selamat dari desakan Aria. Namun, besok, lusa atau lebih cepat, ia harus bersiap untuk mengungkap semua yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Ryo, beserta keluarganya.

***

"Tidak enak ya, Ryo?" tanya Maria setelah menyuapkan sesendok bubur pada cucunya. Ryo menelan bubur itu dalam mulutnya dengan susah payah. Jujur saja, bubur itu terasa pahit dilidahnya. Belum lagi tenaga Ryo yang sangat sedikit hanya untuk sekadar menelan makanan.

SourireWhere stories live. Discover now