16 : Latihan

210 31 11
                                    

Hai~

[Sourire] 

Jun menghela napas panjang saat menyiapkan syal dan selimut untuk dibekalkan pada Ryo yang sudah menunggu, duduk di kursi roda didampingi Yuan yang sedang mengajaknya bicara. Jun agak berat hati untuk mengantarkan putranya itu ke gelanggang olahraga. Namun ia juga tak bisa menolak karena Ryo sudah memohon sedemikian rupa agar diizinkan untuk menyaksikan latihan terakhir Arash sebelum bertanding dalam pertandingan bulutangkis.

"Ayah, ayo kita berangkat sekarang. Latihannya sudah mulai loh." Tukas Ryo, menolehkan pandangannya pada jam dinding yang menunjukkan pukul delapan.

Jun tersenyum tipis sambil mengangguk. Dengan bantuan Yuan, ia membawa Ryo menuju mobil dan bergegas langsung ke gelanggang. Tiba di sana, Ryo sempat berdecak kecewa karena beberapa orang sudah mulai sparing. Sempat ingin menyalahkan sang ayah karena terlalu lambat mengantarkannya, tapi urung karena sang ayah sudah lebih dulu meninggalkan gelanggang untuk mengurus pekerjaan.

"Kita telat sekali ini, Yuan." Gerutu Ryo, ditanggapi dengan tepukan lembut di bahu oleh Yuan.

"Tidak telat. Tuh, masih ada beberapa orang yang sedang briefing dengan pak pelatih. Ada Arash juga di sana sepertinya."

Ryo mengikuti arah pandangan Yuan dan memang melihat Arash masih mendengarkan arahan. Ia mengembuskan napas lega karena ternyata ia belum melewatkan latihan sang adik.

Selama menunggu sang adik beraksi, Ryo dihampiri oleh Nara. Sahabat klub yang sudah lama tak ia jumpai. "Hei, hantu andalan klub. Sudah merasa lebih baik?" sapa Nara seperti biasa, terdengar santai.

Ryo berdecih sambil tersenyum miring. "Sudah lama tidak bertanding denganku membuatmu jadi sedikit tidak sopan ya, Nar." Sahut Ryo sarkas. Nara terkekeh dan menepuk lengan Ryo pelan. Mereka bercengkrama sejenak, membicarakan hal-hal umum terkait informasi pertandingan bulutangkis. Nara juga menanyakan tentang kondisi Ryo, yang lebih banyak dibantu jawabannya oleh Yuan.

"Bagaimana persiapan kalian? Sudah menyiapkan raket terbaik? Sepatu terbaik? Yang paling penting, teknik dan strategi terbaik?" tanya Ryo, memotong pembicaraan Nara dan Yuan yang menyangkut tentang kondisi kesehatannya. Ia tak ingin mendengarkan pembicaraan itu lama-lama.

"Klub kita tidak pernah berada di peringkat lima besar. Selalu di tiga besar. Karena ada kau, kita bahkan selalu meraih peringkat pertama." Nara mengembuskan napas lelah. "Tanpa kau di tim tanding kali ini, aku tidak yakin kita akan bisa ..."

"Shhh!" Ryo mengangkat jari telunjuk ke depan wajah Nara. Tidak benar-benar sampai di depan wajah Nara karena Ryo dalam posisi duduk di kursi roda. Namun, tindakannya cukup membuat Nara bungkam. "Belum terjun ke pertandingan saja sudah pesimis duluan. Kepesimisan adalah sesuatu yang tidak boleh dimiliki oleh seorang atlet." Tegas Ryo. Nara terkekeh kikuk, malu pada ucapannya barusan yang secara tidak sadar dapat menciutkan semangatnya sendiri.

"Santai saja. Ada aku atau tidak, kalian tetap akan bertanding. Menang atau tidak, tidak harus menjadi beban. Nikmati saja kesempatan ini. Apalagi untuk anggota klub baru yang pertama kali mengikuti pertandingan. Tidak perlu merasa khawatir akan mengecewakan. Yang lebih mengecewakan itu kalau kalian sudah percaya akan kalah bahkan sebelum kalian terjun melawan pesaing kalian."

Percakapan antara Ryo, Nara, dan beberapa anggota klub lainnya berlanjut sampai Arash mulai berlatih. Ryo menajamkan mata, memperhatikan setiap gerakan Arash untuk dipuji atau bahkan dikritik jika ada yang memang salah. Ryo bisa merasakan kegugupan Arash yang terpancar dari raut wajah dan beberapa gerakan yang terlihat tak fokus. "Santai saja, Arash. Kau seperti takut pada sesuatu saja." Tukas Ryo dari pinggir lapangan.

SourireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang