My Quileute - 15

5.8K 315 8
                                    

Hujan jatuh membasahi seluruh tubuh tegap laki-laki itu. Menyadari semua kesalahan dari keturunannya membuat langkahnya tak lagi dapat lurus selayaknya dirinya dulu. Dirinya yang sudah kotor sejak dilahirkan dengan pengorbanan dan paksa dari ayahnya membuat dirinya lahir dari rahim seorang manusia yang berakhir mengenaskan yakni tewas.

Dirinya bukanlah manusia dan juga bukanlah mahluk abadi seperti yang lain. Dirinya dan mereka hanyalah parasit yang terlahir dari ambisi dan keirian akan sebuah kekuatan dan juga hidup yang abadi. Mereka tak jauh beda dengan para pembunuh yang dihukum mati karena kesalahannya. Mereka jauh lebih menjijikkan dari itu. Mereka hanyalah penganggu kesetaraan dunia dan dirinya menyerah untuk kembali bangkit.

PLAK!

"Kau ingin menjadi hewan liar?" tanya seorang laki-laki dengan tubuh tegap dan juga wajah yang mirip dengan dirinya.

Ia menatap laki-laki yang ada dihadapannya, tatapan kebencian yang begitu besar muncul begitu saja. "Sejak dulu aku memang hewan liar, jadi tak masalahkan jika aku menjadi seperti itu?"

"Dasar kurang ajar, apa kau ingin mati?"

"Boleh saja, lagi pula aku rasa itu lebih baik dibanding menyandang jati diri menjijikkan seperti ini. Bunuh aku sekarang. Ayah."

"Kalian ini seperti anak kecil saja. haha."

"Paman."

"Hai Lexius, apa kabar?"

"Baik saja selama ini." Lexius menjawab pamannya dan kembali menatap sang ayah yang terlihat ingin mengigit dirinya.

"Hmm maaf aku menginterupsi Lexius tapi aku sedikit terusik dengan apa yang kau katakan, apa katamu tadi? Jati dirimu menjijikkan?"

Lexius menatap dingin laki-laki yang dipanggil paman. " Ya paman jati diri ini menjijikkan karena kita hanya parasit yang tak seharusnya ada."

"Wah wah wah Lexius kau cukup kejam pada sebangsamu sendiri. Lalu apa yang akan kau lakukan pada anakmu ini Row?"

"Aku akan membuatnya sadar." Ayah Lexius yang dipanggil Row itu menatap bengis Lexius yang sejak tadi tetap bersikap tenang seolah ia tak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya.

"Kau tak akan membuatnya sadar Row, kau hanya akan menambahkan korban. Lagipula aku setuju dengan perkataan Lexius bahwa kita menjijikkan jadi sebaiknya kau redam amarahmu jika kau tak ingin mati ditanganku."

Row memandang kedua orang yang kini berdiri bersisian, ia tahu bahwa laki-laki itu ada dipihak Lexius tapi ia tak menyangkan bahwa dia rela adanya pertumpahan darah hanya untuk membela Lexius.

Row menggeram dan berbalik, sebelum menghilang dikegelapan Row berkata. "Aku tak tahu apa yang kalian pikirkan tapi kali ini aku akan melepaskan kalian berdua."

"Tenang saja Row, saat kau ingin menghabisi kami maka kami akan siap menghadapimu."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi Row berjalan menjauh. Meninggalkan kedua laki-laki yang saling menatap pada punggung yang mulai hilang ditengah malam berhujan.

Di tempat yang lain, ketegangan sangat terasa. Saat pagi hari menyapa tempat tinggal mereka, mereka dikejutkan dengan sebuah mayat yang mati secara mengenaskan. Tubuhnya tak kembali jadi sosok manusianya, mayat itu terpotong lehernya hingga hampr putus dan bulunya dicukur habis hingga memperlihatkan kulitnya yang berwarna merah muda. Kaki-kakinya dipotong dan digantung disebelah mayatnya yang tergolek dengan darah segar yang terus mengucur dari luka-lukanya.

Silka memeluk erat tubuh seorang anak perempuan. Anak perempuan itu begitu histeris karena ia mengenali mayat itu sebagai mayat kakak laki-lakinya yang bertugas untuk mencari informasi. Tak henti-hentinya anak perempuan itu memanggil-manggil nama kakaknya. Hanya pelukan hangat dan erat yang bisa Silka berikan pada anak yang begitu lemah itu.

My QuileuteWhere stories live. Discover now