My Quileute - 9

5.6K 422 11
                                    

Silka menatap laki-laki yang mengaku dirinya adalah mate dari dirinya, laki-laki dengan tubuh yang tegap, dengan rambut dan mata yang hitam dia adalah matenya. Tanpa laki-laki itu atakan pun dalam hati Silka tahu bahwa sejak pertama kali ia bertemu di rumah makan, ketika ia tidak bisa mengalihkan pandangannya saat mata mereka bertemu di rumah makan, sejak saat itu Silka sadar bahwa mungkin saja laki-laki itu adalah matenya. Namun segala hal yang  terjadi pada takdir dirinya dan kemudian banyaknya para Wolf yang mengincar dirinya membuat Silka menampik kemungkinan itu hingga ia pasrah sendiri akan sampai dimanakah takdir ini membawanya.

Silka tak tahu apa yang akan dikatakannya rasa-rasanya ia tak mampu mengeluarkan sepatah katapun karena sosok laki-laki yang begitu mendominasi keadaan saat ini. Dia yang terlihat begitu tampan dengan aura yang mengerubungi dirinya. Aura yang bisa membuat siapapun tunduk, aura yang bisa membuat siapapun rela mati demi dirinya. Masih tak percaya akan semua yang dialaminya tapi laki-laki hebat yang berdiri disampingnya adalah matenya.

“Kau kenapa?” tanya laki-laki itu sambil memandangku yang masih memperhatian wajahnya. “Kau tak percaya kalau aku adalah matemu Silka?” tanyanya lagi yang membuat aku terkekeh sendiri.dak

“Aku percaya jika kau adalah mateku hanya saja, ini terasa asing.” Ucapku sambil melangkah maju menghindari dirinya sambil menghampiri Triana dan Roi yang sedang mencoba untuk berdiri.

“Kalian terluka.”

“Tenanglah Silka, jangan kau remehkan kami. Sebentar lagi luka-luka ini pun akan segera pulih.”

“Ya Triana benar Silka, jadi kau jangan terlalu khawatir seperti itu. Lagi pula luka-luka ini tidak sakit kok.” Ucap Roi membenarkan ucapan Triana sambil menggerakkan tangannya yang tak terluka.

Silka mengernyit melihat tingkah Triana maupun Roi yang kompak tak ingin di khawatirkan oleh dirinya, dengan sebal Silka memukul tangan Roi yang masih mengeluarkan darah segar hingga Roi mengaduh kesakitan memegang tangannya sambil meloncat dan memandang Silka dengan wajah memelas.

“Silka kenapa kau malah memukulku??” tanya Roi sambil meniup-niup lukanya.

“Kan katanya tidak sakit, aku sih cuma ngetes doang.” Ujar Silka polos sambil mengangkat bahunya tak perduli.

“Salahmu sendiri sok kuat, cih dasar.”

“Lha aku kan Cuma melanjutkan omonganmu Triana, mana tahu Silka akan tega memukul lukaku begituuu..” Roi yang biasanya pendiam mulai merengek karena rencana awalnya melindungi Triana malah dibalas dengan Triana yang merasa kalau tingkahnya sungguh tidak seperti laki-laki. Roi menggeram kalau saja ia tidak sedang terluka ia pasti sudah menyerang Triana saat ini.

“Buang keinginanmu untuk menyerang Triana, Roi. Aku yakin dengan luka begitu mana bisa kau menyerang Triana meski hanya untuk menggigit telinganya sekalipun.”

“SILKAAAAA....”

Mendengar rajukan yang keluar dari mulut Roi aku hanya bisa tertawa, aku bingung kenapa orang seperti Roi bisa dipilih Trinson untuk menjadi Betanya. Yah walaupun kalau soal kemampuan dia sangat kuat tapi tetap saja tingkahnya ini begitu menggemaskan menurutku.

“Ekheem...”

Aku terpaku, yah aku lupa akan keberadaan seseorang yang harusnya tidak aku abaikan, heran aku kenapa bisa sampai lupa dengan keberadaan Falka hingga ia harus berdehem untuk mengalihkan perhatianku dari Triana dan Roi. Aku berbalik dan menghadap Falka yang tengah memperhatikanku dengan tangan yang terlipat di depan dadanya yang kekar dan bidang itu. Aku menelan air liurku susah payah, bukan karena ketampanan Falka tapi karena caranya menatapku denga manik mata hitam itu seakan-akan ingin menelanjangiku sekarang juga. Dan sekarang aku benar-benar merasa salah karena mengabaikan dirinya.

My QuileuteNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ