VIII : The Important Day.

9.3K 1.3K 131
                                    


“Nggak perlu gugup,” kata Jihoon seraya tangannya menggenggam tangan Hyunsuk yang sedari tadi kukunya digigit sang empu. Ia mengusap ibu jari Hyunsuk lembut. “Ayah baik, kok.” Katanya lagi. Matanya melirik Hyunsuk yang masih gugup.

Saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Jihoon dengan cepat mengecup bibir Hyunsuk, ia memejamkan matanya dan sedikit melumat bibir yang lebih muda.

Yang dicium hanya diam tanpa membalas tapi juga menikmati.

Jihoon melepaskan pagutan bibir mereka, senyuman merekah diwajahnya saat Hyunsuk akhirnya bisa tersenyum— tidak terlalu gugup seperti sebelumnya.

Saat lampu lalu lintas kembali hijau, Jihoon menegakkan badannya dan pandangannya kembali fokus kejalanan.

“Masa harus dicium dulu biar nggak gugup?” goda Jihoon. Lalu sebuah pukulan melayang dibahunya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Hyunsuk?

Hyunsuk membetulkan posisi duduknya. “Dih, itu mah maunya kakak buat cium-cium aku!” tuduh Hyunsuk.

Jihoon terkikik, “ya mau lah!” sahutnya penuh semangat, “masa nggak mau cium cowok manis?”

Hyunsuk menggelengkan kepalanya pelan. Jihoon selalu begini, selalu straight forward.

Jarak antara apartemen dan rumah Jihoon bisa dibilang cukup jauh dan Hyunsuk hampir saja ketiduran dimobil kalau tidak ditegur Jihoon.

“Jangan tidur dong, masa saya jadi kayak supir.” Katanya dan hanya dibalas cengiran oleh Hyunsuk.

Akhirnya, mereka sampai. Begitu turun dari mobil, Hyunsuk kembali gugup. Jantungnya berdegup lebih kencang kali ini.

Jihoon yang melihatnya terkekeh.

“Masa harus saya cium lagi biar nggak gugup?”

“KAKAK JANGAN NGACO DEH!”

Jihoon tertawa lagi kemudian ia berjalan menghampiri Hyunsuk dan menggenggam tangannya. “Tenang aja. Ayah pasti suka sama kamu,” ucapnya menenangkan.

Rumah Jihoon besar, tapi tidak cukup besar untuk disebut mansion. Namun jelas jauh lebih besar dan lebih luas dari rumah Hyunsuk. Rumahnya tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan milik Jihoon.

Disekitaran rumahnya dipenuhi dengan tanaman-tanaman indah. Cukup lah untuk menyegarkan mata.

“Ayo.” Ajak Jihoon. Hyunsuk hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Jihoon.

Begitu keduanya menginjakkan kaki kedalam rumah yang didominasi dengan warna krem tersebut, degup jantung Hyunsuk kembali bertalu-bertalu.

“Ayah!” Panggil Jihoon. Yang dipanggil menoleh dan tersenyum.

Jihoon melepaskan genggaman tangan mereka dan berjalan mendekati sang ayah. Mereka berpelukkan.

Hyunsuk mengamati rupa sang ayah. Sudah tua, mungkin sudah menginjak angka lima puluh lebih? Namun masih terlihat muda dan bersemangat.

Setelah berbincang-bincang sebentar, akhirnya si ayah menyadari presensi Hyunsuk.

“Itu—” jarinya menunjuk Hyunsuk, “pacar kamu?”

Sugary Dad [COMPLETED]Where stories live. Discover now