IX : Comforting.

9.6K 1.3K 95
                                    

“Kak,” panggil Hyunsuk setelah mereka didalam mobil— sedang menunggu Junghwan dan Ayah yang menyiapkan perlengkapan anak berumur lima tahun itu. Jihoon berdehem sebagai jawaban.

“Boleh nanya nggak?”

Jihoon menoleh, “nanya apa?”

“Kakak terakhir pacaran kapan?” tanya Hyunsuk dengan sangat hati-hati.

Jihoon berfikir sejenak sebelum menjawab, “barengan sama orang tua saya cerai.”

Hyunsuk menegakkan badannya, menatap lurus kedepan.

“Ayah pasti udah cerita.” Kata Jihoon.

Hyunsuk mengangguk.

Jihoon menarik nafas pelan, “berbarengan dengan ketauannya Mama selingkuh, mantan saya juga selingkuh.”

Hyunsuk terkejut. Ah, jadi begitu.

“Aku nggak tau apa aku punya hak buat ngomong ini, tapi—” Hyunsuk memutar badannya agar berhadapan dengan Jihoon, tangannya menggenggam tangan yang lebih tua, “aku tau, aku tau kakak mungkin belum nerima situasinya, belum bisa ikhlas, tapi... tapi...” Hyunsuk mengusap punggung tangan Jihoon, sedangkan empunya menunduk. “Tapi ada seseorang yang lagi nunggu kakak. Nunggu kakak buat bisa memaafkan. Nunggu kakak buat genggam tangannya lagi. Nunggu buat dipeluk lagi.” Hyunsuk mengusap sebelah pipi Jihoon dan memaksa yang lebih tua untuk menatap matanya. “Ayah kakak. Ayah kakak masih disini, bahkan saat kakak munggungi beliau,” Hyunsuk tersenyum. “Jangan sampe pas kakak lagi sibuk sama diri kakak, kakak kehilangan lagi.”

Akhirnya, untuk pertama kali, Hyunsuk melihat air mata turun dari mata yang selalu bersinar itu.

Dengan cepat ia menarik Jihoon kedalam pelukkannya. “Ngga pa-pa, kak Jihoon.” Ucapnya menenangkan, tangannya mengusap punggung Jihoon lembut, “pelan-pelan, ya?” katanya. Jihoon mengangguk dan memeluk Hyunsuk lebih erat.

Selama ini Jihoon selalu merasa bahwa dia yang paling tersakiti akibat perceraian kedua orang tuanya. Jihoon merasa dikhianati. Namun tanpa dia sadari, dia bukanlah satu-satunya yang menderita, dan merasa kehilangan.

Ayahnya juga merasakan hal yang sama. Kalau Jihoon merasa jatuh ketimpa tangga karena Mama dan mantan pacarnya sama-sama selingkuh, sang Ayah juga merasa demikian. Sudah ditinggal istri, ditinggal anak pula. Padahal seharusnya mereka berdua bisa saling menguatkan, bisa saling menggenggam. Tapi malah saling sibuk merasakan kesakitan masing-masing.

Andai salah satu ingin melihat dari sudut pandang yang berbeda, mungkin tidak akan serumit ini.

Tapi yang namanya manusia terkadang lupa bahwa dirinya tidak hidup sendiri, bahwa ego tidak harus terus diikuti, bahwa rasa sakit tidak harus dinikmati sendiri.

Setelah sampai diapartemen, Junghwan langsung berlari menuju dapur— mencari cemilan. Sedangkan Jihoon dan Hyunsuk masuk kedalam kamar.

Hyunsuk ikut duduk dipinggiran kasur— bersisian dengan Jihoon— dan menggenggam tangannya.

Jihoon masih merasa sedih. Terlalu banyak perasaan yang ia rasakan.

“Saya jahat banget ya?”

Lebih terdengar seperti berbicara sendiri, jadi Hyunsuk hanya diam memperhatikan Jihoon.

“Saya egois banget. Cuman mikir perasaan saya sendiri. Padahal ayah selama ini juga kesusahan.”

Hyunsuk menarik kedua tangan Jihoon dan memaksa yang lebih tua untuk menghadapnya. “Gak ada yang salah dari perasaan kakak. Nggak ada yang berhak buat menilai apakah kakak salah atau nggak.” Ia mengusap punggung tangan Jihoon pelan. “Tapi kayaknya ngambeknya harus udahan kali ya?”

Jihoon mengangkat wajahnya dan mendapati Hyunsuk sedang tersenyum.

You did really good, kak Jihoon. Even until now.”

Jihoon tersenyum kecil. Ia menarik Hyunsuk kedalam dekapannya dan berbisik pelan, “makasih banyak.”

Hyunsuk mengangguk seraya menepuk punggung Jihoon pelan.

“Hayooooo ngapain!” seru Junghwan diambang pintu.

Keduanya tertawa.

“Pelukan. Mau ikut?” tanya Jihoon.

Junghwan mengangguk semangat. Kaki kecilnya berlari kepelukkan Jihoon dengan riang.

Jihoon mengangkat anak berumur lima tahun itu untuk duduk dipangkuannya.

“Gemes banget sih!” puji Hyunsuk. Tangannya sibuk memainkan kedua pipi tembam Junghwan.

“Paman lebih gemes!” kata Junghwan.

“Iya?”

“Iya!”

Hyunsuk mengacak surai Junghwan pelan.

“Bobo yuk,” ajak Jihoon. Tangannya menepuk paha Junghwan pelan.

“Hwani mau bobo sendiri!”

“Emang berani?” tanya Hyunsuk.

Junghwan mengangguk dengan semangat. “Berani!”

“Beneran?” tanya Hyunsuk masih tidak percaya.

Junghwan cemberut. “Hwani udah gede loh?”

Hyunsuk tertawa.

“Iya oke tidur sendiri.” Kata Jihoon seraya menggendong Junghwan kekamar tamu.



“Emangnya kakak besok nggak sibuk?” tanya Hyunsuk setelah menidurkan Junghwan.

Jihoon menggeleng. “Kalau cuman ngajakkin Junghwan jalan-jalan aja bisa sih,”

Sekarang mereka dua sedang duduk dikasur dengan punggung yang besandar diheadboard. Hyunsuk sibuk bermain ponsel sedangkan Jihoon memeriksa beberapa berkas-berkas. Namun sesuatu mendistraksi fokusnya. Leher Hyunsuk. Leher Hyunsuk terlihat menggodanya. Menggoda untuk dicium.

Hyunsuk memakai kemeja putih yang kebesaran dengan dua kancing atas yang terbuka.

“Kamu tuh ngetest saya ya?” tanya Jihoon. Ia meletakkan berkas-berkasnya dinakas.

Hyunsuk menoleh dan alisnya bertaut— tidak paham.

“Sengaja banget lehernya?” kata Jihoon. Tatapannya tajam.

Hyunsuk menunduk dan dengan cepat mengancing kemejanya dengan benar. “Nggak ih— sumpah!”

Jihoon tertawa renyah. Ia beringsut mendekat dan berbisik rendah ditelinga Hyunsuk. “Kalo iya juga ngga pa-pa sih,”

Hyunsuk meneguk ludah. “Ada Junghwan disebelah!”

Jihoon tersenyum miring, matanya menatap kedalam milik Hyunsuk. “Ya kamunya jangan berisik dong. Bisa nggak?”







Sugary Dad [COMPLETED]Where stories live. Discover now