15 | Dalam Dekapmu

4.3K 312 25
                                    

"Akhirnya, semua berhenti tepat pada masanya."

—Dahan Patah
______________________

Suasana lorong rumah sakit terdengar sangat gaduh. Bara berusaha menggenggam kuat tangan Gema. Langit yang sudah tak peduli darah milik Fata menodai pakaiannya, terus menerus memanggil Fata yang bahkan tak membuka mata.

"Fat, bertahan sebentar lagi gue mohon. Gema udah di samping lo, persis keinginan yang lo mau saat ulang tahun." Langit mengusap air mata yang sudah membasahi pipi miliknya. Hingga saat ini, baik Fata atau Gema masih enggan untuk membuka kelopak mata.

Bara menggapai tangan lemas Gema. "Gema yang gue kenal nggak se lemah ini, bertahan Gem. Gue tau lo kuat!"

Semangat yang mereka layangkan pada Gema dan Fata hirap termakan daun pintu UGD yang tertutup. Dengan serempak ketiganya memijat pangkal hidung. Dunia mereka terasa hancur melihat sang teman terkulai tak berdaya.

Saka sudah tak bisa berkata-kata. Bibirnya tak lagi beroperasi selancar tadi pagi sebelum ini semua terjadi. Langit memilih luruh di dinding samping pintu UGD, memijat pelipisnya yang terasa pening melihat darah milik Gema dan pejaman mata Fata.
Begitupun dengan Bara, memilih tetap kokoh dengan kedua kakinya. Bersandar di sekat pembatas antar ruangan.

Mereka yang terlalu fokus dengan kesedihan masing-masing menulikan telinga. Hingga suara, langkah yang menggelora dan isak tangis milik Lingga membuat ketiganya mendongak. Mendapati kedua orang tua Fata yang sudah panik tidak kepalang.

"Langit, gimana keadaan Fata ...." Lingga mencengkeram kuat bahu Langit. Menuangkan emosi miliknya. Seolah yang kini berjuang melawan ajal hanya Fata. Satu bagian yang lainnya hanya terpandang hina.

Bara dan Saka hanya mampu terdiam di tempat. Melihat Lingga yang sudah frustasi akibat kecelakaan yang menimpa sang anak. Saka membuang pandangan. Jadi seperti ini perlakuan Lingga, hanya mementingkan satu dari dua anak yang pernah tumbuh besar di rahimnya.

Bagaimana jika Gema tau bahwa Lingga hanya menangisi keadaan Fata, bukan dirinya. Mungkin akan lebih tertimpa batu besar di antara kedua paru-parunya.

Berbeda dengan Bara yang jelas tau bagaimana perjuangan Gema bertahan hingga titik ini. Tidak pernah satu kali Gema bercerita tentang perlakuan buruk sang bunda. Lalu senyum merekah milik Gema saat menceritakan keluarga itu apa? Sandiwara? Sungguh tersimpan rapi tak terlihat atau tertebak dengan raut muka.

Tirta yang berada di belakang Lingga menatap daun pintu yang terbuka dari kaca. Baru tadi malam ia memantapkan diri untuk menerima kehadiran Gema, tapi apalagi yang terjadi kali ini. Bimbang, kini Tirta sungguh bimbang.

"Tante tenang, bukan hanya Fata yang berjuang di dalam. Di sana juga ada Gem—" ucap Langit terhenti. Lingga dengan sigap memotong ucapan Langit.

"OH, JADI ADA ANAK ITU JUGA! PASTI FATA KAYAK GINI KARENA ANAK SIAL ITU, IYA 'KAN? JAWAB TANTE LANGIT!" Lingga berteriak keras sambil mengusap air mata miliknya.

"KALIAN TEMAN ANAK SIALAN ITU? HAHHHAH, BUAT APA KALIAN NUNGGU DI SINI? SEBENTAR LAGI PASTI JUGA MATI!!"

Bara dan Saka mendongak ke arah Lingga. Jari telunjuk milik ibu dua anak itu tepat menunjuk wajah Bara dan Saka. Ada gemuruh yang sangat keras membentur batin keduanya. Setega ini bunda Gema pada anaknya?

Bara masih terdiam. Mengontrol emosi miliknya agak tidak meledak. Untuk sekarang keselamatan Gema adalah tujuan utama. Daripada menjawab tuduhan Lingga, lebih baik berdoa pada Allah, meminta agar Gema dan Fata mampu melewati masa kritisnya.

Namun berbeda dengan Saka yang sudah tersulut emosi sejak Lingga memekik keras tak mengakui bahwa Gema adalah pembawa sial. Keparat!

"Maaf ya Tante, Gema itu juga anak Tante! Dia juga berhak diperlakukan seperti Bang Fata. Apa tante lupa?! Dari dulu Gema sendiri. Bahkan dua hari lalu saat pengambilan rapot, di mana Tante? Di mana Om Tirta? Di saat semua orang tua mengambil rapot anaknya,  Gema Tante?! Dia maju sendirian, membawa piala kebanggaan saat kalian udah menganggap anak hasil zina itu adalah pembawa mala petaka! Jika saya menjadi Gema, saya sudah lebih dulu memilih mati dari pada harus bertahan dengan kondisi keluarga seperti ini?!"

Dalam Dekapmu [SELESAI]Where stories live. Discover now