Bab 9

44.5K 2.7K 38
                                    

Dorongan yang tidak terlalu kuat, namun bisa membuat Alika terlepas dari dekapan Darren. Perempuan itu menatap Darren dengan napas ngos-ngosan.

"Aku nggak mau!" tolak Alika langsung.

Darren bukan menjawab, namun berusaha untuk menyerang Alika lagi. Beruntunglah karena Alika segera menahan lelaki itu dengan kedua tangannya.

"Kamu batu banget! Jangan nekat, jangan macem-macem, jangan seenaknya gitu dong!"

"Memangnya aku begitu?"

"Memangnya kamu merasa nggak begitu?" serang Alika.

"Nggak tuh."

Selain nekat, keras kepala dan serampangan, predikat tidak tahu diri juga melekat erat pada lelaki itu. Alika sampai geleng-geleng kepala tak sanggup mengimbangi tingkah laku laki-laki itu. Sifatnya yang itu sungguh membuat Alika nyaris kehilangan kesabarannya.

"Kenapa kamu nggak mau jadi pacar aku lagi?" tanya Darren.

Alika mendongak angkuh. Kali ini dia tidak mau terlihat lemah lagi. "Kenapa juga aku harus mau jadi pacar kamu lagi? Apa ada untungnya buat aku?"

"Banyak. Tapi, yang paling utama adalah kita bisa melanjutkan kisah kita lagi. Kisah kita belum selesai, Al."

Alika menggeleng-geleng sambil tersenyum kecut. "Kisah kita yang mana maksud kamu? Seingat aku kisah kita sudah berakhir tiga tahun yang lalu. Dan yang jelas aku ingat kamu sendirilah yang mengakhiri kisah kita. Akhir yang tragis," sinis Alika.

"Kalau aku meminta maaf apa kamu mau memaafkan aku?"

"Kalau seandainya memaafkan sama mudahnya dengan membuka pintu, maka aku dengan senang hati memaafkan kamu. Tapi, aku merasa lebih mudah membuka pintu daripada memberi kamu sebuah maaf."

Alika membuka pintu ruangannya. Dia berdiri tepat di depan pintu. Meskipun tak menjelaskan maksudnya, Darren cukup paham kalau Alika mengusirnya secara halus. Jangan dikira Darren akan menurut, justru dia akan semakin memberontak.

"Darren!"

Laki-laki itu berbalik badan menuju ranjang untuk melanjutkan istirahatnya yang sempat tertunda. Jelas saja dia mengabaikan seruan Alika. Perempuan itu bahkan sampai harus menarik-narik tangan Darren. Dengan tak tahu malunya Darren langsung membelakangi Alika dalam kondisi mata terpejam.

"Darren, please...." mohon Alika.

"Kamu boleh kerja kok, aku nggak akan ganggu. Ruangan kamu nggak akan dipake untuk praktek."

"Kamu bisa kembali ke ruangan kamu."

"Di sana nggak nyaman, Al," rengek laki-laki itu, "aku mau istirahat di sini. Sebentar saja. Aku pinjam ruangan kamu."

"Gimana kalau ada yang datang? Kamu pikir itu nggak akan menimbulkan tanda tanya setelah melihat kamu ada di sini?"

"Siapa yang mau datang ke sini, Al? Nggak akan ada. Kamu Dokter baru, semua pekerja belum kenal kamu kecuali Andin dan Dokter Julian."

"Tetap aja, Darren...."

"Memangnya kenapa kalau ada yang datang? Tinggal aku terima atau biarin dia pergi lagi."

"Kamu...." Alika menghembuskan napas dalam-dalam. "Jangan bertingkah aneh. Aku izinkan kamu ada di ruanganku karena aku anggap sebagai balas budi."

"Bukan balasan seperti ini yang aku mau." Darren menjawab dengan cuek.

Alika berdecak kesal. "Terserah kamu!"

"Ya, udah sana kerja."

Sebelum meninggalkan ruangannya, Alika menimbang-nimbang apakah keputusannya untuk membiarkan Darren berada di ruangan adalah tepat atau justru kebalikannya. Yah, semoga saja niatnya untuk balas budi meskipun tidak seberapa bisa mengurangi rasa tak enaknya kepada lelaki itu.

Oh, My Ex! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang