Bab 27

26.3K 1.6K 33
                                    

"Kenapa nih calon pengantin malah bengong gitu?"

Tidak ada hujan tidak ada angin, Aden tiba-tiba saja duduk di depan Darren. Kalau boleh dibilang, saat ini Darren memang sedang melamun. Kejadian kemarin lusa hampir membuat rencana pernikahan mereka batal. Beruntung sekali karena baik dirinya atau pun Alika saling terbuka dan menyadari kesalahan masing-masing.

Mengingat beberapa permasalahan yang terjadi sebelumnya, Darren meyakini kalau tidak semua rencana bisa terealisasikan. Cerita dari kakaknya yang berulang kali mendapat ancaman batal menikah kini dialami langsung oleh Darren. Meskipun banyak rintangan, Darren berharap semoga saja mereka bisa melaluinya dan berakhir bahagia di pelaminan.

Bicara tentang itu, Darren tanpa sadar tersenyum sendiri. Dirinya sudah tidak sabar menjalani peran sebagai seorang suami yang selalu dinantikan oleh istrinya di rumah ketika pulang bekerja.

"Nah, kan." Aden menggelengkan kepalanya pelan. "Otak lo mulai eror kayaknya."

Lelaki itu mendelik sebagai reaksi awal. "Mulut lo kayak cewek, berisik!"

Aden menghela napas panjang. "Gue cuma tanya lho. Ngomong-ngomong kenapa lo bengong di sini? Ada masalah sama rencana pernikahan lo?"

Darren menggeleng pelan. "Nggak ada masalah. Cuma lagi mikir aja, masalah-masalah kemarin hampir bikin gue batal nikah."

"Nggak usah dipikir lagi. Fokus sama yang di depan, apa yang di belakang nggak usah lo pusingin lagi."

"Tumben omongan lo bener."

Aden terkekeh. "Begini-begini gue bisa dijadiin temen curhat."

"Najis bener!"

Aden terbahak. "Oh, ya, gue penasaran deh. Emang bener, ya, kalau kalian itu mantan pacar? Maksud gue lo sama Alika mantan pacar?"

Darren mengangguk kalem. "Meskipun udah mantan, nggak menutup kemungkinan kalau dia jodoh gue kan?"

"Iya, sih. Buktinya aja kalian mau married."

"Lo tau dari siapa? Kayaknya gue nggak pernah cerita apa-apa sama lo. Apa gue khilaf, ya?"

"Gue tau dari Andin. Palingan juga si Andin tau dari Alika." Aden menegakkan tubuhnya. "Kalian putus karena apa sih?"

Darren mengernyit heran. "Kan tadi lo bilang apa yang ada di belakang jangan di pusingin lagi, kenapa sekarang lo kepo?"

"Tapi, kan gue nggak bermaksud bikin pusing. Gue cuma mau tau."

"Nah, itu. Cuma mau tau, tapi ujung-ujungnya jadi mikir. Eh, jadi kepikiran deh."

Aden menghela napas dalam-dalam. "Kesel banget sih gue ngomong sama lo!" Aden beranjak bangun.

"Mau ke mana?"

"Siap-siap pulang!" ketus Aden.

"Eh, katanya mau denger cerita gue, kok malah pulang?" Darren menarik tangan temannya hingga kembali duduk. "Beneran kayak cewek sih, baperan."

Aden melirik sinis, bersiap-siap beranjak bangun. Tapi, Darren menahannya sebelum Aden merajuk seperti perempuan.

"Gue bakalan cerita, tapj jangan sampe lo benci sama gue," ucap Darren dengan ekspresi serius. "Mungkin kedengerannya sepele, tapi bagi gue nggak sesederhana itu."

"Kalau lo nggak mau cerita juga nggak apa-apa. Gue tau itu masa lalu lo." Aden menepuk bahu Darren. Dia mengerti dan tidak memaksa.

"Nggak ada yang tau alasan gue putusin Alika waktu itu kecuali Tuhan. Tapi, gue nggak munafik, gue mggak mau menyalahkan diri sendiri." Darren tersenyum kecut. "Alasan gue waktu itu mungkin terlalu sepele bagi Alika atau bagi lo yang denger ini. Tapi, bagi gue, alasan itu cukup kuat."

Oh, My Ex! (END) Where stories live. Discover now