Bab 21

30.7K 2K 34
                                    

"Eh, astaga. Aku pikir siapa." Alika memandang heran. "Ngapain sih?"

"Hari ini kamu libur kan?" tanya Darren langsung.

"Iya, memang."

"Terus kenapa kamu masuk?"

"Bentar, kamu tau kalau aku libur dari siapa?"

"Siapa yang bilang itu nggak penting, sekarang jawab pertanyaan aku. Kenapa kamu masuk padahal hari ini kamu libur?"

"Karena Dokter Alika mau menggantikan saya hari ini, Dokter Darren," sahut Dokter Diffan, "kebetulan saya ada keperluan mendesak. Berhubung Dokter Alika libur hari ini jadi saya minta tolong."

"Kenapa harus Alika?" tukas Darren, "memangnya nggak ada orang lain yang bisa dimintai tolong?"

Alika menarik tangannya. "Dar, kenapa sih?"

Darren melirik Alika sekilas, lalu menatap Dokter Diffan. "Memangnya Dokter Diffan nggak takut akan kena masalah karena pergi meninggalkan tugas?"

Alika menghela napas panjang. "Dar, kamu kenapa sih? Emangnya salah kalau aku yang gantiin Dokter Diffan?"

"Saya sudah meminta izin kepada atasan, tapi syaratnya saya harus mencari dokter pengganti sementara karena saya tidak mungkin meninggalkan pasien saya begitu saja," jawab Dokter Diffan.

"Cukup, Dok. Biar saya yang jelaskan." Alika menatap Darren dengan ekspresi serius. "Bicara baik-baik. Sebenarnya kamu kenapa?"

Darren tak menyahut, dia mengabaikan Alika dan tetap menatap Dokter Diffan. "Terus kenapa Dokter Diffan masih di sini? Bukannya sudah ada Alika? Seharusnya Dokter sudah pergi."

"Saya sedang memberikan orientasi terkait pasien-pasien saya kepada Dokter Alika," jawab Dokter Diffan. "Lagipula saya pergi nanti sore."

Darren mendengus sebal. "Nanti sore? Lalu, kenapa orientasinya dilakukan sekarang?" Darren menatap Alika. "Hari ini kamu nekat masuk kerja demi menggantikan Dokter Diffan?"

"Bukan nekat juga, Dar. Kesannya aku kayak terpaksa gitu padahal nggak kok."

Darren kembali mendengus sebal. "Kamu bahkan tega menolak ajakan makan siang aku hanya karena orientasi pasien yang padahal bisa dilakukan nanti. Maksudnya apa ini, Al?"

"Aku justru bingung dengan maksud kamu." Alika menghela napas dalam-dalam. "Kenapa kamu kelihatan marah? Memangnya aku salah? Atau karena perkara aku nolak ajakan makan siang? Ayolah, Dar. Hanya karena itu kamu marah-marah?"

"Hanya karena itu?" Darren menggeleng samar. "Hanya karena itu ... bahkan aku sengaja datang ke sini karena aku mau bertemu kamu. Padahal aku nekat nahan kantuk dan lelah. Aku sengaja datang ke sini dan berujung penolakan. Tapi, aku malu untuk kecewa, itu karena aku nggak punya hak sama sekali. Benar kan?"

"Kamu ngomong apa sih, Dar?"

"Di sini, apa cuma aku yang rindu? Tujuh hari kita nggak bertemu apakah cuma aku yang menunggu kamu?"

"Jangan kekanakan kamu, Dar." Alika merasa tak enak dengan Dokter Diffan.

Darren mengernyit. "Maaf, aku memang kekanakan." Kepala Darren menunduk, lalu terangkat lagi. "Maaf, kayaknya aku butuh istirahat."

"Dokter Darren tidak apa-apa?" tanya Dokter Diffan.

Darren menganggukkan kepalanya dengan gerakan pelan. "Maaf, saya emosi. Sekali lagi saya minta maaf karena kurang sopan. Kalau begitu saya pamit dulu. Permisi, Dok."

"Kamu mau ke mana?" Alika menahan ketika Darren akan melewatinya.

Darren tersenyum tipis. "Pulang ke rumah. Oh, ya, nanti malam kayaknya aku mau kumpul sama teman-teman aku deh, acara reuni kecil-kecilan. Jadi, makan malamnya kita tunda lain hari, ya. See you."

Oh, My Ex! (END) Where stories live. Discover now