Bab 32

23.3K 1.6K 57
                                    

Terlambat dua jam tidak seperti rencananya membuat perempuan itu terpaksa menunggu di bandara lebih lama. Awalnya dia pikir akan tiba di rumah tepat waktu, mengejutkan seisi rumah karena kedatangannya yang tiba-tiba. Rupanya waktu sedang ingin bermain-main dengannya.

Karren berdecak untuk kesekian kalinya begitu melihat bangku tunggu terisi penuh. Mau tak mau dia harus mencari bangku lainnya. Setelah berkeliling beberapa menit akhirnya dia menemukan bangku panjang yang hanya terisi satu orang, sisa bangku itu kosong.

"Capek banget!" keluhnya ketika berhasil menempati bangku itu.

"Berkasnya akan dikirim ke pengadilan sebentar lagi. Saya bisa menyediakan pengacara tambahan kalau memang diperlukan, saya hanya perlu menghubungi salah seorang pegawai yang bekerja di firma hukum saya."

Karren menoleh ketika teman sebangkunya tengah berteleponan. Kepala Karren mengangguk-angguk ketika memerhatikan orang tersebut. Keren, kelihatan berwibawa, dan kalau menoleh sedikit saja Karren yakin jika lelaki itu sangat tampan. Jas yang dipakainya saja kelihatan berkelas sekali. Cocok dengan tubuhnya yang gagah.

"Mas pengacara, ya?" tanya Karren tak tahu malu.

Lelaki itu menoleh. "Mbak tanya saya?"

Karren terkekeh pelan. "Jangan panggil saya Mbak dong, Mas. Iya, saya tanya Mas."

"Lah, kan Mbak sendiri manggil saya Mas."

Karren menggaruk leher belakangnya. "Itu kan formalitas aja, Mas. Eh, Mas belum jawab pertanyaan saya tadi. Pengacara, ya?"

"Iya." Lelaki itu meluruskan kepalanya lagi.

"Kenalan dulu, Mas. Siapa tau kita bisa kerja sama."

Lelak itu melirik. "Mbak punya masalah hukum?"

"Eh, bukan. Saya cuma mau menambah teman. Nama saya Karren, nama Mas siapa?" Karren mengulurkan tangan kanannya.

"Nama saya Juna."

Karren cemberut. Uluran tangannya tidak diterima, tapi setidaknya lelaki itu mau menyebutkan namanya. "Juna aja, Mas?"

Merasa dibuat kesal oleh perempuan di sebelahnya, lelaki itu menjawab ketus, "Arjuna."

Perempuan itu mengangguk-angguk. Demi mencari topik pembahasan lainnya Karren mengedarkan pandangannya, tepat di sisi kirinya kini sudah terisi seorang ibu dan anaknya yang masih kecil.

"Eh, Mas sudah menikah?"

"Belum."

Senyum Karren terbit. "Sama, saya juga belum."

"Maaf, ya, saya tidak bertanya."

Karren kembali cemberut. "Mas, jangan jutek gitu. Susah dapat jodoh lho."

Lelaki itu menoleh dengan mata memicing. "Terima kasih. Saya sudah terlanjur ditinggal calon istri. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Melihat kepergian Arjuna, Karren melongo tak percaya. "Sayang banget, ya, muka cakep tapi ditinggal pergi sama perempuan." Karren menggeleng-geleng kepala. "Cakep doang nggak menjamin perempuan bakal setia sama laki-laki. Pantes Mas Farren ngotot harus cari suami tajir, takut aku selingkuh kali, ya."

Karren beranjak bangun setelah bicara seorang diri. Sebelum dirinya dikatai gila lebih baik dia segera pulang ke rumah orang tuanya. Tubuhnya terasa lelah setelah beberapa jam berada di dalam pesawat. Karren membutuhkan banyak istirahat setelah sampai di rumah.

"Hei, tunggu!"

Langkah kaki perempuan modis itu berhenti dengan terpaksa. Begitu berbalik, alisnya terangkat heran karena melihat seorang ibu-ibu dengan anak kecil digendongannya. Kalau tidak salah ibu-ibu itu adalah orang yang sama dengan ibu-ibu yang duduk di sebelahnya tadi.

Oh, My Ex! (END) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora