IV

17.4K 4K 327
                                    

Sudah sepuluh menit aku berbaring dengan mata terbuka lebar, menatap langit-langit kamar yang polosan. Tadi, cahaya langsung membanjir saat aku membuka mata, tandanya aku lupa mematikan lampu kamar sebelum tidur. Jam dinding di atas pintu kamar menunjukkan pukul dua dini hari. Berarti aku baru tidur kurang dari tiga jam sebelum terbangun dengan perut mual dan peluh bercucuran.

Keringat dingin sudah berkurang, dan efek demam yang kurasakan sudah mendingan. Namun, pikiranku masih melayang-layang, membuat kepalaku sedikit seperti ditusuk-tusuk. Setelah berminggu-minggu, setelah belasan mimpi, akhirnya aku tahu siapa cowok itu.

"Agni," gumamku.

Rambutnya gondrong sepundak, lurus tapi sedikit bergelombang. Wajahnya tegas dengan alis yang tebal. Matanya besar, dan dia memiliki belahan tipis di dagu. Aku nggak mungkin salah. Meski di mimpiku cowok itu nggak berkacamata, aku yakin bahwa itu adalah orang yang sama dengan sahabat Ragil yang kutitipi Paduka kemarin.

"Tapi kok bisa ...." Aku nggak habis pikir.

Apakah ini sebabnya aku nggak bisa mengenali cowok itu meski telah muncul berminggu-minggu di mimpiku? Karena aku belum bertemu dengan Agni secara fisik? Jadi, ketika kami bertemu secara fisik, aku langsung mengenalinya?

"Nggak, nggak," tolakku buru-buru. "Nggak gitu cara kerjanya, Mon."

Biasanya, orang yang hadir di mimpiku adalah orang-orang yang familier. Nggak selalu kukenal baik atau bahkan kukenal namanya, tetapi nggak pernah benar-benar asing. Nggak ada ceritanya mimpi dulu baru kenal, no. Jadi, kurasa teori yang tadi kubilang itu nggak masuk akal.

"Berarti, apa gue udah pernah kenal Kak Agni sebelumnya?"

Itu juga terdengar mustahil. Sejauh yang kuingat, aku baru bertemu Agni pertama kali di kosan Ragil. Lebih tepatnya, kemarin. Jikalau kami sudah bertemu sebelumnya, meski aku nggak menyadarinya, semestinya mimpi ini nggak berlarut-larut seperti kasus korupsi begini 'kan?

"So ...."

Atau mungkinkan wajah Agni yang kulihat kali ini adalah bias? Karena aku baru bertemu Agni, lantas orang itu muncul di mimpiku, mengisi ruang yang seharusnya milik orang lain? Bukankah itu masuk akal? Terkadang apa yang kita lakukan di dunia nyata terbawa ke mimpi, dan sebaliknya. Mungkin Agni hanya KEBETULAN" terbawa sampai ke mimpiku, karena aku baru saja memiliki pengalaman inderawi dengannya.

Semacam cocoklogi, yang sebenarnya nggak berhubungan sama sekali.

***

"Hai. Kosong? Boleh gabung?" tanyaku pada dua orang cewek yang tengah makan di kantin. 

"Kosong, Kak. Silakan," jawab cewek yang berambut panjang yang dikucir ekor kuda.

Aku berterima kasih dan duduk di bangku kosong paling ujung, menunggu pesanan ketoprakku datang. Perutku keroncongan. Terakhir kali aku makan nasi sudah kemarin siang. Semalam aku hanya makan roti isi keju, dan tadi pagi aku terlalu kesiangan untuk sarapan dulu. Kuhabiskan 90 menit kuliah Teori Kriminologi Posmodern dengan perut keroncongan. Untung saja aku berhasil kabur saat Desita, ketua angkatan Kriminologi 2015 mengajak kami berkumpul untuk membicarakan tentang kegiatan Makrab akhir semester nanti. Nggak ada yang repot-repot mencegahku kabur, karena, well ... mereka tahu aku nggak bisa diharapkan untuk ikut aktif dalam kegiatan himpunan.

Di jam makan siang begini, sulit mencari tempat duduk di kantin. Apalagi kalau kamu nggak punya geng atau sahabat dekat yang bisa menyimpankan tempat duduk. Jadi, satu-satunya cara agar nggak mendadak standing party alias makan sambil berdiri, aku harus menebalkan muka dan sok akrab kepada orang-orang di kantin supaya mau berbagi meja.

DIHAPUS - Di Mimpi Tempat Kita BerjumpaWhere stories live. Discover now