XXII

14K 4K 747
                                    

"Hai, Mon. Sendirian aja?"

Aku yang tengah mengerjakan tugas lobi depan student center mendongak. Dua orang cewek berdiri di depanku dan tersenyum ramah. Satu cewek bertubuh tinggi langsing dengan rambut panjang yang mengikal di bagian ujungnya. Lalu yang satu lagi memakai hijab dengan gaya yang supertrendi.

Aku menyipitkan mata, berusaha menggali ingatanku. Ah, ini Jasmine dan Ella, dua teman seangkatanku. Kami berada di banyak kelas yang sama, tapi belum pernah benar-benar ngobrol selain soal hal-hal teknis yang berkaitan dengan kelas atau kuliah.

"Oh, hai!" balasku sedikit terkejut. "Iya, nih. Ya nggak sendirian juga sih, tuh yang lain juga pada ngerjain tugas," tambahku sembari menunjuk mahasiswa-mahasiswa lain yang juga mengerjakan sesuatu di sekitarku.

Jasmine dan Ella tertawa, seolah aku tengah melucu.

"Lo udah ngerjain tugas PSKD?" tanya Jasmine, cewek yang berambut panjang.

"Ini lagi ngerjain. Paling lambat dikumpul malam ini pukul 21.00 by email, kan?"

Jasmine mengangguk. "Kita juga mau ngerjain, nih. Boleh gabung, ya?"

Aku menatap Jasmine dan Ella bergantian. O'ow, ini aneh sekali. Maksudku, ini kan tugas individu. Nggak ada keharusan mengerjakan bersama-sama orang lain. Kedua, student center ini milik semua mahasiswa, kenapa mereka minta izin dulu? Ketiga, ada angin ribut apa sampai mereka repot-repot mengajakku ngobrol?

"Oh, ya silakaan. Bebas, kok," jawabku sembari nyengir lebar.

Dengan segera Jasmin dan Ella duduk berlesehan di sebelahku, seperti mahasiswa-mahasiswa lain yang memanfaatkan student center sebagai tempat adem dengan wifi kencang yang hemat karena nggak harus modal beli es kopi untuk bisa nongkrong di sana berjam-jam.

"Yang makalah kelompok akhir semester nanti lo sekelompok sama siapa, Mon?" tanya Ella.

"Sama ...." Eh, sama siapa, ya? "Emang udah dibagi, ya, kelompoknya?" Aku balas bertanya.

"Suruh bikin kelompok sendiri, kan, kata Prof. Naryo."

Aku ber-oh panjang. "Belum tahu, sih. Palingan sama Arga. Atau ... entah deh."

Sejujurnya aku paling benci tugas kelompok. Apalagi kalau kelompoknya bikin sendiri. Hadeuuuh, rasanya jiwa ansosku dihakimi dan dicibir dengan begitu kejam. Maksudku, aku nggak bisa ujug-ujug mendatangi kerumunan dan bilang mau gabung kelompok mereka, kan? Sedikit lebih mudah kalau kelompok ditentukan oleh dosen atau melalui metode berhitung. Yah ... walau apa pun bagaimanapun itu, aku lebih suka kerja sendiri saja sih.

Di sini aku sedikit mensyukuri anugerah mimpi sialan itu. Karena sejak semester lalu, setidaknya aku kenal Arga lebih baik dan kami bisa membentuk kelompok berisi anak-anak terbuang seperti kami berdua. Horee.

"Kalau belum punya kelompok, mau gabung sama gue dan Ella, nggak?" tawar Jasmine. "Kami juga baru berdua, nih."

Aku tercenung sejenak, lantas mengedipkan mata, mencari tahu ini mimpi atau nyata.

"Oh," decakku terkejut. "Ya ... boleh aja, sih."

"Asyiikk!" decak Jasmine, membuat sebelah alisku nyaris saja mencuat.

Wow! Ini tawaran berkelompok pertama yang kudapatkan setelah satu tahun lebih kuliah. Ini kenapa sih orang-orang?

"Tapi uum .... just in case ...." Aku menggaruk kepala atas telingaku. "Masih ada tempat buat Arga?" tanyaku.

"Eh ... Arga?"

Aku mengangguk cepat. "Kalau gue gabung dengan kalian, gue nggak yakin Arga udah punya kelompok. Jadi, in case dia belum dapat, boleh gabung sama kalian juga?"

DIHAPUS - Di Mimpi Tempat Kita BerjumpaWhere stories live. Discover now