9. EDELWEISS

70 29 16
                                    

Senyuman tak pernah pudar dari wajah gadis itu, wajah putih sedikit kepucatan nya tak memudarkan senyum sedikit pun.

Girald juga pastinya tidak akan merasa tertekan karna tinggal bersama adiknya berdua saja, karna masih ada Nathan yang setia disamping gadis itu. Jadi, Girald tak perlu repot-repot harus menjadi babu jika Kirei merengek minta jajan.

"Kita udah keliling-keliling, makan udah, beli novel juga udah, sekarang kita mau kemana lagi?" Tanya Nathan panjang lebar menjelaskan.

Gadis itu tampak mengetuk dagunya menggunakan jarinya, ia tampak berpikir. "Pulang aja deh, aku capek pingin istirahat," jawab Kirei dan Nathan mengangguk setuju.

•••

Setelah pulang dari jalan-jalan, kedua remaja itu memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing, gadis itu juga sebelum pergi tidak berpamitan dulu kepada kakaknya.

"Kiki pulang," ucapnya tak lupa melepaskan sendal yang ia pakai.

"Dari mana aja lo?" tanya Girald yang membelakangi Kirei, sepertinya pria itu tengah menonton televisi.

"Habis jalan-jalan sama Nathan."

Gadis itu memutar bola mata malas, bagaimana tidak. Dirinya selalu saja dikacangin oleh kakaknya sendiri, ingin sekali dirinya mencabik-cabik muka tampan kakaknya.

"Udah gitu aja?"

Girald mengerutkan dahinya, menoleh kebelakang dimana adiknya tengah berdiri sekarang ini. "Ampun neng, jangan sakiti abang. Jangan laporin abang kepada bapak," ucap Girald tiba-tiba berubah menjadi dramatis.

"Nggak jelas lo jadi kakak," kata Kirei merubah gaya bicaranya menjadi 'Lo, gue.'

"Dih siapa juga yg mau jadi kakak lo."

"Ohh gitu ya??" tanya Kirei seraya mengeluarkan ponselnya.

"Mau ngapain lo?"

"Mau kasih tau Daddy, kalo kak Girald gak mau jadi kakak ku lagi," jawab gadis itu enteng.

"Astagfirullah, buang gue ke laut sekarang Ki. Capek gue sama lo tuh, dikit-dikit ngadu habis duit jajan gue dan juga dari mana lo manggil Papa jadi Daddy? Kek anak orang kaya aja lo," cerocos Girald.

"Suka-suka aku dong yang ngomong 'kan aku bukan kakak, btw kita tuh anaknya orang kaya loh kak, gak usah sok-sokan kek bukan anak orang kaya deh," ucap Kirei berusaha memenangkan debat yang tengah terjadi.

"Serah lo deh serah, mending gue mabok terus diperkosa sama cewek diklub sana," ucap Girald bangkit dari duduknya seraya tersenyum jahil.

"Heh?! Apa kakak bilang? Wah-wah, tambah enak nih aku aduin ke Papa," ancam Kirei membuat Girald berdecih.

Cowok itu melenggang masuk kedalam kamarnya, meninggalkan adiknya yang masih berdiri tak jauh dari ruang keluarga. "Ancam terosss!" sahut Girald dan Kirei hanya bisa tertawa pelan.

Gadis itu langsung masuk kedalam kamarnya, urusan Girald yang ingin pergi keluar nanti biarlah nanti saja ia pikirkan.

Kirei merebahkan tubuhnya dikasur yang lebarnya cukup untuk dua orang saja. Bola mata cokelat gadis itu memandangi langit-langit kamarnya, yang banyak hiasan tergantung diatas sana.

Rasanya ia tak sabar menanti papa dan mama-nya pulang, masih tersisa waktu beberapa hari lagi. "Mama sebenarnya sayang Kiki gak sih?" tanya nya pada diri sendiri.

"Kenapa setiap aku menyapa Mama, Mama nggak pernah mau noleh sekalipun noleh, Mama pasti akan menjawab ketus dan memarahi aku," gumamnya tersenyum getir.

Gadis itu mulai memejamkan matanya, namun suara teriakan dari luar langsung membangunkan dirinya yang baru saja ingin terlelap.

"Adek ku sayanggg?! Bantuin gue masak yu," teriak Girald dari luar kamar, gadis itu berdecak kesal.

Ia bangkit dari baringnya, lalu membuka pintu kamarnya yang terkunci rapat. Nampaklah wajah Girald dengan senyuman jahil menghiasi wajahnya.

"Aku masih kenyang, sana sana pergi!" usir Kirei.

"Ndak mauu! Pokoknya Kiki harus temenin gue masak. Gak ada penolakan atau gue cium?"

"Inget kak, aku adiknya kakak." Kirei menatap nyalang kakaknya dengan tangan mengepal siap untuk menonjok.

"Canda doang, gitu aja baperan," cibir Girald lantas menarik tangan adiknya menuju dapur, yang ditarik pun hanya bisa pasrah.

•••

Malam itu keduanya disibuk,'kan dengan tugas masing-masing, Girald mengerjakan tugas kuliahnya yang makin hari makin menumpuk dikamar, dan begitu juga Kirei yang tengah mengerjakan pr dikamarnya.

Suara lagu menggema ditelinga yang ditutupi oleh headset berwarna biru dengan perpaduan telinga kucing diatasnya.

Kepala gadis itu pun ikut bergerak, sesekali dirinya bergumam mengikuti lirik lagu tersebut. Gadis itu tidak bisa belajar dengan tenang jika tidak ada sebuah lagu yang mengiringi proses belajarnya, bagi sebagian orang sih jika belajar sambil denger lagu nggak bakal fokus. Akan tetapi gadis ini berbeda.

"Bentar lagi selesai," gumam nya masih terus membolak balik buku tebal dihadapannya.

Tiba-tiba saja, suara lagu yang terdengar merdu ditelinga gadis itu berubah menjadi suara dering telepon yang sangat nyaring hingga membuatnya melepaskan headset itu.

"Ada apa ya Atan?"

"Gue kerumah lo."

Tutt

"Nga─." Belum sempat dirinya ingin bertanya, Nathan sudah lebih dulu mematikan telpon itu.

Kirei menghela nafas pelan, lalu berjalan keluar kamar dengan ponsel berada digenggaman nya.

"Kamu ngapain? Udah malem ini," tanya Kirei dan mempersilahkan Nathan untuk duduk.

"Nggak ada temen gue dirumah, mending kerumah lo," jawab Nathan enteng.

"Aku ambil buku dulu ya, soalnya aku masih ngerjain tugas," pamit Kirei dan Nathan hanya mengangguk.

Tak lama kemudian, Kirei datang menghampiri Nathan dengan buku-buku ditangannya, lalu meletakkan buku itu diatas meja.

Tangan mungil gadis itu meraih pulpen, dengan cepat mencatat semua yang penting didalam bukunya.

"Ki, lo jangan berbaur sama anak-anak nakal ya? Gue takutnya lo jadi lupa belajar kalo main sama mereka," ucap Nathan tiba-tiba.

Kirei yang tadinya menunduk langsung menoleh kearah sumber suara. "T-tapi itu sumber kebahagiaan Kiki, Kiki nggak mau. Emang kenapa sih Nathan kalo aku main sama geng-nya Alvino?" tanya Kirei.

"Gue nggak suka liat lo deket sama cowok berandal kek dia."

"Nathan cemburu? Kalo cemburu, emangnya Kiki itu siapanya Nathan?" tanya Kirei mengerjap polos.

"Lo sahabat gue gak lebih," jawab Nathan.

Kirei hanya bisa tersenyum lirih, rasanya sedikit mengganjal dihatinya setelah mendengar ucapan sahabatnya. Ingat Kirei, kamu itu hanya sahabatnya doang kok nggak lebih, gumam gadis itu dalam hatinya.

Posisi Kirei yang membelakangi Nathan membuat cowok itu lebih mudah memeluk tubuh rampingnya dari belakang. "Lepasin dulu, nanti ada kak Girald," ucap Kirei.

"Nanti," jawab Nathan dengan kepalanya ia tenggelamkan dirambut pendek gadis itu.

"Sebenarnya kita ini apa, Than?" tanya Kirei dalam hatinya, jujur dirinya tak berani jika mengatakan yang sebenarnya.

Nathan yang masih bersikeras tak ingin melepaskan pelukannya, masih memeluk tubuh ramping gadis itu. Entahlah terlalu banyak adegan romantis yang mereka ciptakan sampai-sampai lupa akan status mereka yang hanyalah cuma sahabat dekat saja. Ingat cuma sahabat.

T B C

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now