34. EDELWEISS

43 6 3
                                    

Kerusuhan tengah terjadi di dalam kelas sepuluh Ipa tiga, usai guru yang mengajar jam pertama dan kedua selesai barulah terdengar suara kegaduhan dari dalam kelas itu. Beberapa kelompok mulai mendiskusikan perihal sakitnya Kirei kemudian mereka juga berencana untuk membawa beberapa buah tangan kepada temannya yang tengah berbaring di rumah sakit.

Di saat semua anak kelas tengah berdiskusi hebat, Neysha duduk termenung seorang diri di ponjokan. Seakan menghiraukan sakitnya Kirei. Ia sama sekali tidak peduli akan hal itu, lagipula yang ada di pikirannya hanya Nathan dan Nathan seorang.

Neysha melirik sinis ke arah teman-temannya yang masih heboh, tanpa mengucap sepatah kata Neysha melenggang pergi menuju area pintu kelas. Ia sudah tidak tahan dengan sifat sok manusiawi dari teman-temannya.

"Lo mau kemana? Ikut diskusi sini, biar nanti pas ke sananya ada tebengan," tegur Ketua kelas saat Neysha baru hendak keluar dari kelas.

Neysha menghela nafas, satu tangannya mengepal kuat hingga sedikit memerah. Ia mencoba untuk tidak terbawa emosi.

"Nggak tertarik, sorry," ucapnya dengan nada ketus.

"Udahlah, biarin aja. Lagian dia, 'kan punya pawang yang bisa nganterin dia. Kita-kita para cowok juga ogah nebengin dia," sahut Alvino tidak kalah ketus. Ia masih teringat akan perlakuan Neysha terhadap Kirei beberapa hari yang lalu. Bahkan, tanpa Neysha duga. Teman-teman kelasnya justru menjauhinya karena sudah berbuat jahat kepada Kirei.

"Astagfirullah, Alvino. Ibu nggak ngajarin kamu ngomong seperti itu ya, nak," ucap Dion dramatis. Seakan tidak tahu situasi saja. Padahal saat ini kelas mereka lagi keadaan memanas.

"Ya udah, kalo nggak mau ngajak gue kenapa tadi manggil? Basi-basi aja? Nggak guna tau nggak," protes Neysha seraya melirik tajam teman-temannya.

"Minimal sadar diri," cibir Alvino semakin membuat Neysha emosi.

"Sadar diri lo bilang? Emang Kirei itu siapa sih buat kalian? Ratu? Norak."

Setelah Neysha mengatakan itu teman-temannya semakin mencibir dirinya, tidak sekali dua kali mereka menatap tidak suka ke arah Neysha.

"Mulut lo kalo ngomong dijaga! Lo cuma murid baru yang nggak tau apa-apa." Alvino berbalik badan lalu duduk kembali di atas salah satu meja, ia merasa bodoh jika harus berhadapan dengan seorang wanita.

Baru saja hendak mengeluarkan bacotannya lagi, Neysha terpaksa mengurungkan niatnya karena seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kelas. Orang itu adalah Nathan.

Nathan tiba-tiba saja datang ke kelas mereka. Tanpa ekspresi, Nathan menarik pelan pergelangan tangan Neysha untuk mengajaknya pergi keluar kelas. Di saat-saat seperti ini, Nathan seakan menyelamatkan Neysha dari hujatan teman sekelasnya.

Kepergian Neysha bersama Nathan memunculkan gosip baru di antara para murid, saling adu ghibah pun tidak dapat dihindarkan. Bahkan, sejak Nathan dan Neysha mengumbar kemesraan di sekolah pun sempat menjadi bahan perbincangan hangat, karena selama ini Nathan seakan menutup diri dari orang banyak. Jika saja orang yang dekat bersama Nathan adalah Kirei, semua orang seakan menutup diri. Walaupun masih ada saja yang iri pada Kirei. Tetapi, rasa iri mereka tidak berlangsung lama dan cepat meredam.

***

Angin berhembus pelan hingga membuat suara suara daun berjatuhan sedang langit sedikit cerah hari ini. Tetapi, lain halnya dengan kedua anak manusia yang saling bertatapan serius.

Nathan mengajak Neysha berbicara empat mata di parkiran sekolah yang lumayan sepi. Hampir lima menit keduanya hanya berdiri sambil menasihati diri masing-masing agar tidak terlalu terbawa suasana. Apalagi, mereka baru saja putus.

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now