•) Cafuné : Orphic

756 105 8
                                    

Tahun pertama selepas kepergiannya menjadi musim dingin yang amat sulit. Malam-malam di Shiganshina tanpa dirinya selalu berhasil mengundang mimpi buruk yang lain. Kenangan yang Eren berikan di dunia Path, walau manis telah lebih dari cukup untuk membuatnya semakin merindu. Dan kala pagi datang, yang ia temukan hanyalah kegetiran. Hangat mentari pagi masih belum mampu menggapainya. Mikasa masih berdiri di tengah kabut yang sama.

Pada siapa ia harus mencurahkan semua ini? Dari mana harus memulainya?

Tak menemukan alternatif lain, ia pergi mengunjungi makam Eren—lagi. Pembaringan terakhirnya adalah sebuah pohon di bukit belakang Distrik Shiganshina.

Mikasa ingat di hari sebelum Tembok Maria dijebol, Eren juga tidur di sini. Itu jelas hari terakhir di mana semua masih baik-baik saja. Mereka masih mengumpulkan kayu bakar dengan tenang, masih bertengkar dengan perundung Armin atau dengan kasar menyuruh Hannes berhenti minum dan mabuk-mabukan.

Mikasa duduk bersimpuh di samping nisan Eren. Memandanginya, membaca tulisan yang ia torehkan di atasnya.

"Di sini selamanya
Beristirahat dengan tenang
Yang paling kucintai
Sayangku
854"

Namun, Mikasa tidak menangis. Rasanya sakit, tetapi tidak harus ditangisi. Karena di sudut memorinya, ada kenangan yang selalu menguatkannya untuk melewati hari-hari yang nyaris hampa. Menarik napas dalam-dalam, Mikasa akhirnya mulai bersuara.

"Aku datang lagi." Gadis itu mengangkat sebuah buku tebal dengan ratusan halaman. Sampulnya bernuansa coklat dengan ornamen floral sebagai hiasan. "Kiyomi mengirimnya atas saran Armin dan baru sampai kemarin bersama surat mereka. Aku belum sempat membacanya," juga tidak ada sinopsis di sampulnya, " jadi tidak tahu isinya tentang apa."

Dan aku ingin membacanya bersamamu. Mungkin saat malam tiba, dengan lentera yang menyala dan dibalik selimut yang sama. Mungkin juga dengan Eren yang memangku dirinya. Atau mungkin di dekat perapian sambil menghangatkan diri bersama.

Itu mimpi yang tidak akan pernah terwujud.

Menghela napas sekali lagi, Mikasa membuka buku di tangannya dan membaca kata-kata yang tertulis di sana. Beberapa kali gadis itu mengerutkan keningnya, mengulangi kalimat-kalimat yang membingungkan, memahaminya lebih jauh.

Di lima puluh halaman awal, Mikasa menyadari itu semacam buku dongeng. Tapi bukan dongeng pengantar tidur untuk anak-anak. Isinya legenda yang agak menyeramkan, dan mungkin kurang layak kalau disebut buku dongeng. Beberapa diberi gambar ilustrasi untuk memperjelas imajinasi pembaca.

Semakin jauh bacaannya dan bayangan pembaca akan digiring semakin liar. Dan semakin lama pula waktu yang telah Mikasa habiskan di sana. Ia baru sadar ketika sebulir keringat dari pelipisnya jatuh ke dagu dan syal merah di lehernya agak basah. Matahari bertambah terik. Gadis itu mengusap keringat di dahinya dan mengelus makam Eren, berpamitan.

"Aku pulang dulu, Eren. Nanti aku datang lagi."

Mikasa menandai halaman bukunya dan bangun. Angin kencang dari arah Shiganshina yang sejuk tiba-tiba berhembus, meniup rambut jelaganya. Mikasa menutup mata dan menggenggam erat syalnya, hanya beberapa detik sampai angin itu berhenti. Gadis itu membuka kembali kelopak matanya, dan setetes air mata jatuh.

Tidak, bukan. Tidak ada debu yang masuk ke matanya. Tangan kanannya yang bebas dari memegang buku ia alihkan dari syal ke pipinya. Tepat di guratan luka di bawah mata kanannya.

Ini

Rasanya seperti ada yang baru mengusapnya. Dahinya juga... terasa basah. Bukan karena peluh, itu sudah kering karena angin barusan. Lebih seperti bibir yang mengecupnya dengan lembut di sana.

CafunéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang