•) Cafuné : Oneirodynia

506 63 9
                                    

-Semoga ini cukup pantas^^

»◇◆◇«

Mikasa... Sejak aku kecil, aku selalu membencimu.

Tidak, itu tidak benar.’ Sisinya yang sesungguhnya menjerit. ‘Dia bohong, aku tidak membencimu.

Dirinya segera berpindah ke tempat yang sangat tinggi, segalanya bisa terlihat dari sana. Awan, gunung-gunung, bahkan kijang berlarian pun masih bisa tertangkap mata. Jerit putus asa orang-orang mengurung pendengarannya, ditambah suara tulang-tulang yang remuk dan terpanggang di bawah kaki Wall Titan. Ia sebisa mungkin menutup mata dan telinga atas itu semua, tetapi dosa yang ia rasakan lebih dari cukup untuk menyadarkannya.

Tidak, tidak. Aku tidak mau.

“Tapi kau harus! Demi Mikasa dan Armin!”

Aku tidak mau!

“Kau yang harus maju!”

Tidak!

"Eren!"

Bukan aku..

"Eren!"

'Jangan—'

"Eren! Eren!"

Bangun.

Pipinya terbakar. Matanya menangkap sosok yang agak kabur—butuh beberapa saat untuk menyadari itu adalah Mikasa. Gadis itu baru saja menamparnya.

"Bangun..." Mikasa berucap sangat pelan hampir seperti isakan, tangannya menekan bahu Eren. Pemuda itu lalu bangun dan tekanannya lepas.

Mereka tidak bicara. Tidak tahu mau mulai bagaimana. Mikasa bersumpah Eren bahkan tidak seperti ini saat kematian Carla.

"Eren," panggilnya berbisik.

Pemuda itu menoleh, menjumpai raut khawatir gadisnya. Ia memejamkan mata sampai keningnya berkerut, dan mencoba tenang dengan memijit pelipisnya.

"Kau... kenapa?" tanya Mikasa ragu-ragu. "Mimpi buruk?"

"Yeah..."

"Kau berteriak keras sekali." Untung saja yang lain tidak ikut bangun. "Apa kau lelah?" Apa pesta penghormatan tadi membuatnya segitu letih? "Um. Akan aku ambilkan air." Mikasa beranjak dari tepi tempat tidur, tapi sebuah tangan menahan pergelangannya. Ia menoleh.

"Jangan pergi," kata Eren masih memijit pelipisnya. "Tinggallah dulu."

Gadis itu mengerjap dua kali. "Oke..." Dia kembali duduk lalu membantu Eren kembali berbaring. "Tidurlah kalau begitu." Satu tangan mereka saling mengait, sedangkan tangan Eren yang lain menimpa wajahnya sendiri.

"Tidak, bukan begini," gumam Eren di bawah lengannya.

"Hm?" Tadi dia bilang apa?

Eren dengan kasar menarik Mikasa sampai jatuh di atasnya. "Jangan pergi dulu... Aku takut."

Mikasa tidak mampu membalas. Alhasil dia tetap diam. Eren pelan-pelan menyelipkan tangannya di bawah kepala gadis itu.

'Napasnya terdengar kasar,' batin Mikasa.

Dia bernapas lewat mulut. Apa dia sedang flu?

Gadis itu bergeser, sekarang sejajar dengan Eren. Jari-jarinya bergerak menyelipkan diri di rambut pemuda itu.

"Tidurlah yang nyenyak," bisiknya. "Jangan pedulikan apapun. Pikirkan lagi saja besok pagi."

Eren menelan ludah kasar, namun tetap terbujuk. Dia memejamkan kelopak matanya dengan enggan dan bertahan sampai napasnya mulai konstan. Mikasa masih menyapu rambutnya lembut. Ibu jarinya segera bergerak menghapus air mata yang muncul di sudut mata Eren.

Kau bermimpi apa, Eren?

»◇◆◇«

Saya up lagi karena sedang kesal ┻━┻︵└(՞▽՞ └)

Berhubung b.ing saya gak lancar, jadi kurang bisa adu pendapat sama orang asing di internet °~° gak bisa kasar :<

Kebiasaan pakai bahasa baku juga kalau bicara pakai teks.

Terima kasih sudah mau meluangkan waktunya^__^ (belakangan saya juga baru tahu nulisnya itu 'terima kasih' bukan 'terimakasih' T_T)

Oh, iya:

Oneirodynia (n.): restless, disturbed sleep, characterized by nightmares and sleepwalking

😊👋

😊👋

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
CafunéWhere stories live. Discover now