•) Cafuné : Forest Bath

333 35 0
                                    

Gelap dan dingin. Dersiknya menggelitik telinga dan dedaunan berdesir tanpa jeda. Untungnya, Mikasa tahu dirinya tidak berada di antah berantah yang berbahaya seperti dalam mimpinya barusan. Itu hanya hutan di sebelah pondok tempat tinggal mereka sementara menunggu kabar dari Komandan Erwin Smith di ibukota Mithras.

Tempat tinggal atau penahanan berkedok pengamanan—sama saja.

Mikasa keluar seorang diri setelah mendadak terbangun beberapa menit lalu. Sakit kepalanya kumat, untung saja hanya sesaat. Dan karena rasanya pengap, ia pergi ke luar mencari udara segar—meninggalkan Sasha yang tidur di sebelahnya dengan ludah menetes ke bantalnya. Rusuk Mikasa yang patah sekarang sudah baikan, walau belum sepenuhnya sembuh. Namun setidaknya, tidak akan membuatnya terjungkal jika mendadak bersin karena serpihan dandelion yang terbawa angin.

Tangan gadis itu memeluk dirinya sendiri untuk menjaga kehangatan. Ini tengah malam menjelang dini hari. Angin gunung yang cenderung dingin turun menembus pepohonan. Syukurlah syal di lehernya masih cukup untuk melindungi Mikasa.

"Oi, Mikasa."

"Hah!?" Kaget. Tentu saja, siapa yang tidak kaget saat mendengar suara orang di tempat sepi seperti ini. "Eren!" Mikasa menghentak.

Dia mendengar Eren terkekeh pelan dan mendekat. "Kau terkejut?"

"Menurutmu?" Mikasa mengatur napasnya dan mengelus dada, jadi Eren menganggapnya sebagai 'iya'.

"Maaf, maaf." Tapi, dia malah tertawa lagi. "Sedang apa kau di sini?"

Mikasa memutar kepalanya ke arah hutan yang lebih dalam, tampak tertarik. "Mencari udara."

"Maksudmu mimpi buruk?" Gadis itu hanya mengangkat alis atas pertanyaan Eren. Lagi-lagi, itu berarti 'iya'.

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan? Kenapa menyusulku keluar?" tanya Mikasa dengan agresif.

"Pelan-pelan, simpan napasmu." Eren turun, duduk di atas rumput yang basah. "Aku hanya mengambil minum tadi, lalu memeriksa kamarmu. Kau tidak ada, jadi aku mencarimu."

'Dengan panik.' Eren tidak akan berani mengatakan yang satu itu. Betapa pengecut.

Mikasa tidak menyahut, tetapi membungkuk lalu mengambil lentera yang Eren bawa.

"Ayo kembali, kalau begitu," ucapnya. "Kalau Kapten tahu, dia akan marah."

Eren menatapnya dengan mata hijau menyala, masih tidak menanggapi.

"Dan kau akan mulai eksperimen dengan Ketua Hange besok, 'kan? Kau harus istirahat yang banyak, Eren."

Oh, benar.

Eren bangkit dan membersihkan celananya dari rumput kering yang menempel. "Baiklah," dia mengambil kembali lenteranya, "ayo."

Satu tangan Eren menggaet milik Mikasa, membawanya kembali ke kabin mereka. Keduanya menuju lorong kamar dan berjalan dengan sangat pelan saat melewati kamar Levi.

Pria cebol itu punya insomnia parah, dia biasanya tidak tidur hingga hitungan hari.

"Oke," gumam Eren lega—berhasil melewati kaptennya dengan selamat. Dia melepaskan genggamannya di tangan Mikasa saat sampai. "Cepatlah masuk dan kembali tidur," Eren menyingkirkan daun yang Mikasa tidak sadari bersarang di rambutnya, "agar kau cepat pulih."

"Kau juga." Mikasa menunduk dan membuka pintu kamarnya. "Sampai nanti, Eren." Dan lalu pintunya ditutup.

Eren yang masih tinggal di lorong kemudian membawa dirinya ke dapur. Tidak tidur, tapi duduk di sana dengan lentera yang terus menyala hingga fajar datang.

»◇◆◇«

Asdcjdndielwlsnsiwjdis

Saya kumat lagi.

Selamat malam.

CafunéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang