🌹Sebelas 🌹

18.9K 1.4K 122
                                    

Sakti sedang sibuk memeriksa beberapa dokumen di atas meja kerjanya. Sakti sedang berada di kantornya saat ini.

Handphone Sakti tiba-tiba berbunyi sehingga membuat sang empunya harus beralih dari dokumen sejenak.  Sakti melihat ID caller, ternyata sopir keluarga. Pak Dadang.

" Hallo," suara Pak Dadang mengalun, namun terdengar agak berat.

"Ya, Pak Dadang. Ada apa?" tanya Sakti, namun mata dan tangan nya masih memeriksa dokumen. Handphone diapit diantara Bahu dan telinganya.

" A..anu..tuan---," Pak Dadang menjawab terbata-bata.

" Ngomong yang jelas, Pak." ucap Sakti tegas.

" Ini, Tuan. Saya mau tanya, Non Eca udah pulang sekolah, Tuan?" Suara Pak Dadang terdengar cepat. Namun, Sakti bisa mendengar jelas. Sakti mengerutkan alisnya.

" Loh, bukannya Pak Dadang yang jemput Anak saya. Ini maksudnya gimana?"

Terdengar suara kesiap Pak Dadang.

" Saya minta maaf, Tuan. Saya tidak menjemput Non Eca. Saya di minta Nyonya untuk menemani beliau ke bogor, Tuan."

Tangan Sakti terhenti. Mata nya membulat. Sakti melihat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul tiga siang. Hampir sore.

" Lalu siapa yang menjemput Eca?" bentak Sakti tajam. Jantungnya berdetak liar. Sakti bangkit dari duduknya dan bekacak pinggang. Jangan sampai pikiran buruknya benar-benar menjadi kenyataan.

" Saya tidak tahu, Tuan. Saya kira Tuan sudah menjemput Non Eca. Karena Nyonya bilang beliau yang akan meminta Tuan menjemput Non Eca. Saya minta maaf, Tuan."

" APA?" Suara Sakti menggelegar.

" Sarah," desis Sakti marah. Tatapan matanya setajam silet. Wajahnya memerah. Tangannya mengepal. Sakti segera memutus panggilan dan berlari keluar ruangan.

Sakti mengendarai mobil dengan kebut-kebutan. Sakti mengumpat habis-habisan. Ia tidak tahu bagaimana lagi. Sekarang sudah jam tiga. Alesha pulang sekolah jam setengah satu. Jadi, tiga jam lebih anaknya harus menunggu di sekolah. Sakti tidak bisa akan bisa memaafkan dirinya jika terjadi apa-apa sama anaknya.

Sakti sudah sampai di depan sekolah. Sakti turun dan langsung ke pos satpam.

" Selamat siang, Pak."

" Siang." Jawab Sakti cepat kepada satpam penjaga.

" Saya mau menjemput anak saya, Alesha. Bapak lihat anak saya?" Mulutnya berbicara namun tubuh dan matanya mengitari perkarangan sekolah.

Pak Satpam sontak melebarkan matanya.

" Non Alesha sudah pulang sejak jam satu siang tadi, Pak. Non Alesha berjalan sendiri. Ia meninggalkan pesan kalau jemputannya sudah datang. Kalau Bapak diminta menyusuri jalan trotoar ini. Karena Non Alesha berjalan ke arah sana, Pak," jawaban Pak Satpam membuat tubuh Sakti merinding dan ketakutan.

" Anak saya sama siapa, Pak?" tanya Sakti cepat dan gusar.

" Sendiri saja, Pak. Kasian, Pak. Mana tadi cuacanya sangat panas sekali, Pak."

" Terima kasih, Pak!" Sakti langsung bergegas menyusuri jalan yang di tunjuk Pak Satpam.

" Sayang, kamu dimana, Nak. Maafkan Ayah sayang." Gumam Sakti serak.

Sakti menyusuri trotoar dan mencari-cari keberadaan Alesha. Namun, nihil. Sakti tidak melihat keberadaan anak kesayangannya tersebut.

"Jika sampai terjadi apa-apa sama Exa. Kamu harus bertanggung jawab Sarah." Desis Sakti tajam dan marah.

Sakti melihat taman bermain. Sakti menghentikan mobilnya dan keluar. Sakti menyusuri taman tersebut. Banyak orang disini. Pengunjung dn pedagang. Sakti berlari-lari kecil memutari taman. Sakti bertanya kepada siapa pun dengan memperagakan ciri-ciri tubuh Alesha.  Semuanya menggeleng. Sakti semakin ketakutan.

" Kamu dimana, Nak?" Lirih Sakti. Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Kemejanya sudah kusut. Bahkan dasi nya sudah tidak terpasang sempurna lagi. Lengannya sudah di gulung sampai siku.

Sakti kembali menjalankan mobilnya dan mencari Alesha sepanjang jalan. Teringat rumah, Sakti segera mengambil handphone nya.

Sakti berharap Alesha sudah di rumah sedang istirahat atau sedang berjoget ria di kamarnya.

" Hallo, Bi. Eca sudah pulang, Bi?" tanya Sakti dengan nafas memburu.

" Belum, Tuan. Saya kira Non Eca sedang sama, Tuan." Bibi berseru panik. Sakti memejamkan matanya.

" Tidak, Bi. Saya harus mencari Eca, Bi. Kalau Eca nya nanti sudah pulang segera kabari saya, Bi."

" Baik, Tuan. Baik."

Panggilan Sakti putus. Sakti kembali melanjutkan pencariannya. Tidak terasa pencarian Sakti sudah memakan waktu 3 jam. Hari sudah semakin sore dan hampir menjelang malam. Sakti sudah menghubungi orang untuk mencari keberadaan anaknya. Namun, belum ada kabar baik yang di terimanya.

Sakti menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

" Eca. Kamu dimana, sayang. Ayah takut kamu kenapa-kenapa, Nak." bisik Sakti lirih. Sakti menangkupkan kepalanya pada setiran mobil. Handphonenya bergetar. Sakti bergegas melihat siapa yang meneplon. Sakti berharap telpon dari orang suruhannya. Namun, mata dan tubuh Sakti mematung melihat siapa yang menelponnya.

Sakti termangu. Tidak percaya apa yang dilihatnya. Kenapa waktunya bisa bertepatan dengan situasi saat ini. Apakah ini yang dinamakan ikatan bathin itu.

Sakti menelan ludahnya kasar. Sakti mengangkat telponnya.  Belum sempat Sakti menyapa. Tubuh nya kembali di setrum mendengar kabar dari orang yang menelpon.

" Hal---,"

"-------,"

" APA?"

Sakti membulatkan matanya.

Ya Tuhan kenapa ini bisa terjadi. Sakti entah harus bersyukur atau sebaiknya sekarang.

Ya Allah. Jangan sekarang. Bisik hati Sakti lirih.

Tbc!

09/05/21

Haii haiii..., Gimanaa nihh???

Siapa tuh yang nelpon Saktii??

Part depan mau Sakti memarahi Sarah? Atau menceraikan sarah sekalian??wkwkwk. Jahat amat ya kakci😁😁😁🤣.

Atau adegan unyu dan keuwuannn Saktii bersama istri keduaaa???

Hhahha....😆😆😆

Ayok-ayok komentar dan vote yang buannyakkk yahhh💃💃.

Salam hangat dari kakcii yahh.❤️❤️

Istri KeduaWhere stories live. Discover now