🌹Tiga Puluh Empat 🌹

15K 1.3K 64
                                    

Praangg

Bunyi pecahan terdengar nyaring. Sontak semua mata memandang ke arah yang sama. Alea tidak sengaja menyenggol gelas di atas meja nya. Ia sedang berada di studio. Alea mematung merasakan perasaan tidak enak. Tiba-tiba pandangan Alea kosong.

Alea kembali tersentak dan berjengit ketika bahu nya di tepuk.

" Kamu nggak papa, Ale?"

Ares bertanya dengan nada khawatir. Alea mengedipkan matanya cepat.

" Uuh..hhg.., ya. Aku tidak papa, Mas," Alea menjawab terbata.

Ares dan rekan kerjanya yang lain masih memandang Alea memastikan.

Alea tersenyum tipis.

" Aku tidak apa. Serius. I 'm fine."

" Wajah kamu pucat, Al." ucap Ayu rekan jurinya.

Alea menggeleng. Ares mengangsurkan gelas berisi air  minum.

" Minum dulu, biar tenang."

Alea mengangguk dan minum. Alea kembali meletakkan gelas.

" Aku nggak papa. Kita lanjut aja. Nggak sengaja ke senggol tadi."

" Oke. Biar aku minta staf yang bersihkan pecahannya."

Alea mengangguk.

" Thanks, Mas."

Ares tersenyum menepuk bahu Alea memberikan ketenangan.

Ya Tuhan, apa yang terjadi. Kenapa perasaanku tiba-tiba nggak enak. Aku kepikiran sama Eca terus. Semoga nggak terjadi apa-apa.

Alea berusaha kembali fokus pada pekerjaannya. Alea tidak sabar menunggu acara ini selesai. Ia ingin sekali menelpon Sakti saat ini menanyakan kabar mereka.

***

Eca meringkuk di sudut ranjang sambil menangis. Hatinya sesak di dalam sana. Eca mendekap lutut sembari menyembunyikan wajahnya di sana. Eca menggigit bibir berusaha menahan isakan.

Namun air mata itu terus saja keluar. Nafas Eca tidak beraturan. Hidungnya tersumbat. Sudah lebih lima belas menit ia menangis.

Sementara di luar Eca masih mendengar suara teriakan Sakti minta di bukakan pintu.

" Eca, buka Nak. Ayah mau ngomong, Nak. Ayah akan jelaskan semuanya. Eca, Ayah mohon. Buka pintunya!"

Eca menggeleng-geleng.

" Hiks...nggak...nggak."

Eca terus bergumam dan melafalkan kata yang sama. Eca mencengkram dadanya.

" Hiks..., Sa...kit," lirih Eca pedih. Nafas Eca tersendat-sendat. Eca kesusahan bernafas. Air mata semakin deras mengalir.

" Kenapa?? Kenapa? Hikks..., Eca bukan anak Ayah dan Mama, hiks..., Eca anak siapa?"

Suara rintihan Eca terdengar memilukan. Eca sesegukan menangis. Bahkan air matanya sudah bercampur dengan ingus. Eca memukul-mukul dadanya. Kenapa anak sekecil dirinya harus merasakan kepahitan ini. Kenapa? Pertanyaan itu selalu bersarang di kepala sejak mendengar ucapan kejam sang Mama.

" Eca sadar, Ma. Hhikss...hiks..,ternyata Mama tidak pernah sayang Eca karena Eca bukan anak kandung Mama. Hiks.., Ayah. Sakit..,"

Eca menjambak rambutnya. Wajahnya sudah berantakan. Pipinya memerah. Perkataan Sarah selalu terngiang di kepalanya. Ia bukan anak kandung mereka. Eca kalut. Eca kesakitan. Eca tidak mau percaya.

Ayah Sakti.

Ia bukan anak kandung mereka. Eca harus bagaimana setelah ini. Apakah mereka akan mengusir Eca ya Allah.

Tolong Eca, hikks. Tolong Eca.

Rintihan pedih dan menyayat hati mengisi suasana kamar Eca. Eca bahkan sudah tidak sadarkan diri sekarang. Tiba-tiba kepalanya pusing, tubuhnya lemas hingga terjatuh ke lantai.

Sedang kan di luar Sakti sudah kalut dan panik. Eca tidak mau membuka pintu kamar. Sakti masih terus menggedor pintu kamar Eca.

Bibi datang tergopoh dari belakang.

" Tuan, ini ada kunci cadangan kamar Non Eca."
Sakti menoleh dan bersyukur dalam hati.

" Ya Tuhan. Kenapa aku nggak kepikiran sampai kesini."

Sakti segera mengambil kunci tersebut.

" Makasih, Bi."

Sakti masih dengan raut wajah panik membuka pintu kamar Eca. Bibi pun juga tak kalah panik dan khawatir. Ia masih shock tentu saja melihat kenyataan barusan.

Sakti segera membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Sakti mengedarkan pandangan tidak melihat tubuh Eca.

Sakti sampai kesusahan bernafas.

" Eca, sayang." Panggil Sakti. Tidak ada suara. Sakti berjalan ke pinggir ranjang.

Tubuh Sakti oleng dan mematung. Mata nya serasa mau lompat keluar. Tubuhnya bergetar. Jantungnya berdetak kencang melihat sang anak sudah tergolek di lantai.

"ECA."

" NON ECA,"

Sakti dan bibi sangat terkejut melihat Eca tidak sadarkan diri. Sakti segera meraup tubuh Eca dan berusaha membangunkannya. Wajah Sakti sudah merah. Matanya berkaca-kaca.

" Ayo tuan. Letakkan di atas kasur. Saya akan ambil minyak kayu putih. Sebentar, Tuan."

Sakti segera memindahkan tubuh Eca. Sedangkan Bibi berlari ke luar kamar.

Mereka sama-sama dilanda kepanikan saat melihat tubuh Eca yang tergolek lemah di lantai nan dingin tersebut.

Tbc!!

02/06/21

Duuh kasian bnget gk sihhh...

Ibu dan anak. Ini semua gara gara sakti dan sarahh nihhh

Marahh kan kakci jdinyaa.

Wkwkwkwk.

Ayo vote dan komentar yang bnyakkk yahh

Istri KeduaWhere stories live. Discover now