🌹Tiga Puluh Lima 🌹

16.2K 1.4K 61
                                    

BAB 36-40 DI KARYAKARSA/ EBOOK DI GOOGLE PLAYBOOK


Alea sudah berulang kali menelpon Sakti sejak tadi. Namun, sampai sekarang Sakti tidak juga mengangkat panggilannya.

Alea tersentak ketika mengingat waktu sudah menunjukkan jam tiga malam. Hampir subuh.

Alea merasa sesak ketika pikirannya mengatakan kalau Sakti sekarang pasti sedang nyenyak tidur bersama Sarah. Alea tersenyum tipis menyadari kebenaran pikiran tersebut.

Orang bodoh mana yang menelpon malam-malam begini. Dan siapa juga yang mau mengangkat panggilan di jam seperti ini.

Tiba-tiba perasaan Alea diliputi rasa sedih. Alea menghirup udara sebanyak mungkin. Alea mengipas wajahnya agar air mata yang sudah menumpuk tidak meluncur membasahi pipinya.

" Hhuftt...Huft. Jangan nangis, Al." bisik Alea menguatkan dirinya.

Alea harus menahan diri sampai besok pagi untuk bisa menanyakan kabar Eca. Padahal saat ini Alea harus segera beristirahat. Karena besok ia harus berangkat ke surabaya.

Alea merebahkan dirinya dia tas kasur dan berusaha memejamkan mata agar cepat tidur. Namun, perasaannya tetap gelisah. Alea mencoba mengatur nafasnya. Setelah mencoba sejam, Alea baru bisa tertidur menjelang pukul setengah lima. Sudah mau masuk waktu subuh.

***

Sarah tertidur di depan kamar Eca. Sakti tidak mengizinkan Sarah untuk masuk. Sarah sudah kelelahan akibat perdebatan, pertengkaran mereka semalam. Sarah kelelahan karena harus menguras banyak tenaga dan air mata.

Sarah akhirnya tertidur di depan kamar Eca. Bahkan,Bibi pun sekarang tidak merasa kasihan melihat Nyonya rumah nya seperti gembel dengan wajah berantakan.

Pagi sudah tiba. Sarah masih tidur sambil duduk. Bahkan Sarah seperti kedinginan dan mendekap tubuhnya sendiri. Ia juga tidak mau ke kamar. Ia harus bicara dengan Sakti.

Sedangkan dalam kamar. Eca sudah terbangun sejak beberapa menit yang lalu. Eca menatap wajah tidur Sakti. Eca kembali merasakan dadanya sesak.

Tanpa bisa di cegah, Eca kembali menangis. Kali ini tubuhnya berguncang. Eca menutup bibir takut suara isakannya terdengar dan membangunkan Sakti.

" Hikss..., Ayah," lirih Eca pilu. Matanya sudah bengkak karena menangis semalam di tambah sekarang Eca kembali menangis.

Sakti terbangun. Sakti menyesuaikan penglihatannya. Mata Sakti membelalak ketika melihat Eca sudah bangun dan menangis.

Hati Sakti perih dan ngilu melihat anaknya kembali menangis.

" Eca," panggil Sakti lembut. Sakti merasakan dadanya sakit mendengar suara tangisan menyayat anaknya.

Sakti mengambil lengan Eca yang di gunakan untuk menutup bibirnya.

" Ssttt, jangan menangis lagi, Nak." Pinta Sakti sakit.

" Hhikss . .., Hhuaaaa..., Ayah," jerit Eca histeris. Sakti segera mendekap tubuh mungil Eca. Mata Sakti berkaca-kaca. Hatinya benar-benar sakit di dalam sana. Sakti tidak sanggup melihat kesedihan Eca. Baru kali ini Sakti melihat anaknya kesakitan dan menangis hebat.

" Ssttt..., Sayang. Anak Ayah,"

Sakti membelai punggung Eca dengan lembut. Sakti juga tidak berhenti mengecupi puncak kepala sang Anak. Ayah macam apa dirinya. Orang tua macam apa dirinya yang membuat sang anak terluka.

Sakti benar- benar mengakui kalau dirinya sangat brengsek sekali. Ia merasa gagal menjadi orang tua.

Lambat laun suara tangisan Eca mereda. Hanya terdengar cegukan dan sesekali isakan. Eca memeluk Sakti sangat erat.

" Ayah..," suara Eca sepertu bisikan. Beruntung Sakti berjarak sangat dekat sehingga ia bisa mendengar

" Iya, Nak. Ini Ayah sayang."

" Eca bukan anak Mama dan Ayah. Eca sendiri. Eca anak yang tidak di inginkan. Eca anak ya, Yah?"

Deg

Tubuh Sakti mematung mendengar rintihan suara pelan Eca.

Sakti menggeleng.

" Tidak Sayang. Tidak. Kamu anak Ayah. Kamu darah daging Ayah, Nak. Kamu anak kandung Ayah." ucap Sakti berulang-ulang. Eca tersenyum tipis. Hatinya menghangat namun tidak sepenuhnya.

" Ayah tidak berbohong?" Bahkan suara Eca saja hampir tidak terdengar karena saking paraunya.

Sakti menitikkan air mata. Hatinya sakit.

Ya Tuhan perih sekali rasanya.

Eca memegang wajah Sakti. Eca menatap mata Sakti mencari kebohongan. Eca tersenyum tipis. Bahkan sangat tipis.

" Tidak, Nak. Eca memang anak Ayah. Allah saksinya sayang."

Sakti mengecup kening anaknya.

" Jangan berbicara seperti itu lagi. Jangan pernah meragukan Ayah. Eca anak Ayah. Eca harus ingat itu."

" Tapi Eca bukan anak mama, Yah."

Sreettt

Luka hati Sakti kembali ternganga ketika mendengar ucapan Eca.

Harus bagaimana Sakti menjelaskannya. Sakti sangat merasa bersalah karena sudah membohongi anak kecil seperti Eca selama ini.

" Eca tidak punya Mama, Yah."

Lagi. Eca bersuara. Eca kembali menangis. Sakti kembali memeluk tubuh anaknya erat. Sakti tidak bersuara dan semakin memeluk tubuh Eca berusaha menenangkan Eca sekaligus dirinya.

Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Apakah ini sudah saatnya

Sakti memejamkan matanya berusaha tenang dalam situasi seperti ini. Ia harus bisa mengambil keputusan yang benar. Namun, apakah memang harus? Sakti masih takut jika mengungkapkan kebenaran ini.

Tbc!

3/06/21

Kasihaan sekalii jadi Ecaa.. 

Kakci jadi Eca nggak sanggup gaess.. beratt sekaliiii😭😭😭😭

Ayoo votee dan komentar yang banyakkk ya

Istri KeduaΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα