30

1K 226 22
                                    

Anton mengambil mangkuk bubur dan akan menyuapi Calisya tapi Calisya menolaknya.
"Aku bisa makan sendiri, aku bukan beban kamu. Suapi aja adikmu itu yang selalu menjadi beban" ucap Calisya tajam.

"Dek, jangan gini. Mas gak mau kita berdebat terus. Ingatlah kehamilan kamu dek" ucap Anton.

"Sekarang aja ngomong ingat kehamilan, kemarin gak ingat aku hamil kan" ucap Calisya sinis.
"Aku di bentak padahal aku hanya ingin mas berbagi kesedihan mas dan meminta mas beristirahat karena kalau mas gak istirahat maka mas yang akan sakit tapi apa, mas malah membentakku" ucap Calisya kesal.

"Mas minta maaf sayang, mas salah sudah membentak kamu. Tolong jangan marah lagi, jangan kesal lagi dan jangan acuhkan mas lagi sayang" ucap Anton.

Calisya hanya diam, dia mengambil mangkuk dari tangan Anton dan makan sarapannya sendiri. Baru saja dia selesai sarapan, seorang perawat  datang untuk memeriksa tekanan darah Calisya.

"Tekanan darahnya normal,  setelah dokter memeriksa ibu Calisya baru bisa di ketahui apakah ibu Calisya sudah diizinkan pulang atau belum" ucap perawat.

"Terima kasih" ucap Calisya.

Anton mengelus rambut Calisya tapi Calisya menepis tangannya. Dia benar-benar kesal pada Anton sekarang. Bukan Anton jika dia mengalah, dia malah mengecup bibir Calisya dan lagi-lagi Calisya menghapusnya dengan punggung tangannya.

"Masa setiap aku sentuh dan cium kamu mau hapus, terus mau hapus juga jejak aku di tubuh kamu? Dedek dalam perut hasilnya sayang" ucap Anton dan Calisya semakin kesal.

Dia memukul Anton tapi Anton hanya diam. Dia tidak masalah di pukul Calisya asal Calisya tidak mengacuhkan dia lagi.
"Pukul saja dek sampai puas tapi setelah ini jangan marah lagi ya" ucap Anton tapi Calisya tidak mempedulikan.

"Wow, ada apa ini?" Tanya Bagas yang masuk ke ruangan Calisya.

"Ini, usir aja mas orang ini" ucap Calisya.

"Orang ini yang kamu maksud itu, suami kamu Sya. Masa kamu mau usir Anton? Dia bapak anakmu itu yang masih di dalam perut" ucap Bagas.

"Bodo amat, gak peduli. Dia kan pedulinya dengan si Darma itu. Sana urus aja tuh  si Darma" ucap Calisya kesal.

"Sya, gak baik banyak marah-marah selama hamil. Kamu pikirkan juga posisi Anton. Bagaimana pun Darma adiknya" ucap Bagas.

"Ya udahlah, capek aku debat soal Darma. Buat aku yang salah, dianya enak. Aku gak akan marah lagi, terserah mas mau urus Darma atau gak, aku gak akan protes" ucap Calisya.

"Lebih baik mas di protes daripada kayak gini dek. Kamu kalau sudah bilang terserah itu artinya hidup mas udah berakhir. Mas gak mau, protes aja mas. Kamu pukul juga mas gak masalah " ucap Anton.

Calisya hanya diam, dia memang keras kepala dan keras hati dan Anton tahu itu.

"Kamu udah boleh pulang tapi ingat gak ada lagi kerja berat seperti itu ya. Ingat Sya kandungan kamu" ucap Bagas.

Calisya hanya diam dan Anton segera mengurus kepulangan Calisya dari rumah sakit.

Setelah mengurus administrasinya, Anton mendorong kursi roda ke dalam ruangan dan membantu Calisya untuk duduk di kursi roda. Anton akan mengantar Calisya pulang.

Di perjalanan Calisya masih terus diam tidak mau berbicara dengan Anton. Anton kesal juga jika seperti ini. Anton menepikan mobilnya dan saat sudah berhenti dia menarik lengan Calisya dan malumat bibir Calisya penuh gairah. Calisya kesal dan berontak tapi tidak bisa dia pungkiri bahwa dia juga ingin Anton melakukan ini. Dia rindu pada Anton tapi dia juga kesal pada Anton.

Puas melumat bibir istrinya itu, Anton menghentikan lumatannya dan tersenyum. Dia menyentuh bibir Calisya yang basah dan membengkak.
"Jangan marah lagi sayang" bisik Anton.
"Mas tahu mas salah, mas minta masf sayang. Tolong jangan seperti ini, mas gak bisa kalau kamu seperti ini". Anton berharap amarah Calisya mereda.

"Hubungi Jessy dan om Cakra, suruh mereka memperhatikan Darma juga karena bagaimana pun Darma masihe jadi suami Jessy dan kecelakaan Darma juga karena Jessy. Jika mas tidak melakukan ini, aku mundur mas. Aku gak mau hidup seperti ini" ucap Calisya pelan.

"Gak dek, jangan bicara seperti itu. Mas akan bicara dengan Jessy. Jangan khawatir lagi ya. Mas janji sayang" ucap Anton.

Calisya menganggukkan kepalanya dan akhirnya Anton kembali melajukan mobilnya dan membawa Calisya kembali pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Anton membuka pintu mobil dan menggendong Calisya masuk ke dalam dan menuju ke kamar mereka. Perlahan Anton membaring Calisya dan dia ikut berbaring di samping Calisya.

"Gak kerja? Gak jaga si Darma?" Tanya Calisya.

"Hari ini mas akan temani kamu. Mas gak mau kita berselisih terus seperti ini. Mas salah, kamu boleh pukul mas lagi tapi jangan acuhkan mas" ucap Anton memohon. Raut wajah Anton terlihat sangat memohon. Dia tidak sanggup di acuhkan oleh Calisya seperti ini.

Calisya kesal dan mengigit tangan Anton. Anton hanya diam dan akhirnya Calisya memeluk Anton sambil menangis. Anton membiarkan Calisya menangis di pelukannya.

"Baju mas basah kena air mata aku" ucap Calisya.

"Gak apa yang penting kamu puas dan gak marah lagi dengan mas" ucap Anton.

"Aku kesal mas bentak aku lagian maksud aku baik tapi gara-gara adik mas itu, mas jadi membentak aku" ucap Calisya.

"Iya, maaf ya sayang" ucap Anton lagi.

"Janji jangan bentak aku lagi, jangan sedikit-sedikit si Darma itu" ucap Calisya.

"Iya sayang mas, istri mas adalah kamu dan harusnya mas lebih memperhatikan kamu apalagi kamu lagi hamil. Maafkan mas ya sayang" ucap Anton sambil mencium Calisya.

"Iya" jawab Calisya.

"Oh iya, mas lupa tadi minta Bagas cek jenis kelamin anak kita" ucap Anton.

"Gak usah, aku waktu itu udah periksa sendiri ke mas Bagas. Jenis kelaminnya belum kelihatan. Dedeknya masih sembunyi" ucap Calisya.

"Semoga di pemeriksaan selanjutnya udah bisa ketahuan ya. Mas penasaran ingin tahu" ucap Anton.

"Iya, aku juga penasaran mas" ucap Calisya.

Calisya merebahkan kepalanya di dada bidang Anton. Anton mengecup puncak kepala Calisya mesra. Betapa dia sangat mencintai Calisya.

--&--

Cinta Tanpa Batas 2 ( Anton&Calisya)Onde histórias criam vida. Descubra agora