8 : Regret

1.1K 228 28
                                    

➳➳➳➳➳ ⚘ ➳➳➳➳➳

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

➳➳➳➳➳ ⚘ ➳➳➳➳➳

°
°
°


Aroma masakan tercium harum menggugah selera, bahkan hingga tercium orang tidur sekalipun. Gemuruh perut kini membangunkan pria berbadan kekar, mengikuti sumber aroma.

Manik violet melihat anindya memasak sarapan, menggunakan apron yang sangat cocok dengannya. "Oh, hai Rin~ kamu gak bekerja?" Sapa ramah wanodya dengan senyuman.

Rindou menggaruk surai kusutnya, duduk dan menopang kan dagu pada meja makan. Atensi tetap menghadap pada istri yang memunggunginya. "Aku akan berangkat selesai ini."

Melahap sarapan yang dibuat [name], Rindou sangat menyukainya. Ia menginginkannya seperti ini, namun perasaan jika [name] akan membencinya itu terus menghantui isi pikiran Rindou.

"Rin Rin~ kamu semalam menungguku di bar ya? Kenapa?"

Pertanyaan bodoh apa yang baru saja dilontarkan dari mulut manis sang wanodya, "Pertanyaan mu bodoh sekali." Dengan nada dan ekspresi datarnya.

"[Name], kamu gak marah padaku?" Tanya Rindou.

Terlihat bahwa istrinya berusaha mengalihkan pembicaraan, "habiskan sarapannya, aku pergi sekarang."

Melepaskan apron nya, anindya bergegas pergi menuju kantor tanpa menemani sarapan sang suami. Sebuah lengan kini mencengkeram pergelangannya, "kita pergi bersama."

Segera menghabiskan sarapan, Rindou dengan kecepatan kilat mandi dan berpakaian rapih. Sembari menyetir, lirikan dari sudut matanya menangkap [name] yang terus melamun.

"Ada apa denganmu semalam?"

Tak ada jawaban, Rindou semakin cemas dengan sifat istrinya. Apa benar-benar ini akan menjadi hari terakhir pernikahannya dengan [name]? Dia menggelengkan kepala, menghentikan pikiran gila yang menghantuinya.

Turun dari mobil, [name] langsung memasuki kantor dan bertemu dengan kakak iparnya. Saling menyapa dengan akrab membuat Rindou merasa terabaikan.

"Hai, kak Ran~"

"Kamu udah siap dengan projek nya, [name]?"

[Name] mengangguk dan berjalan menuju kantor Ran, hati Rindou kini bergejolak. Tak mungkin kalau kakaknya akan merebut istrinya, bukan?

Ia berencana menemui saudara lelakinya saat rapat, tidak mungkin [name] hanya membencinya, sementara jelita itu tidak membenci kakaknya, bahkan Ran saja terlibat aksi pembunuhan kedua orangtua sang istri.

"Kak~" panggil Rindou pada Ran yang duduk di sofa.

"Ya, Rin?"

"Kamu akrab banget sama [name], projeknya sudah selesai?"

Pertanyaan Rindou mengundang smirk malas milik Ran, "belum, masih ada projek terakhir besok, kenapa? Aku kan kakak iparnya."

"Tapi tidak usah sedekat itu dong." Rindou menahan cemburunya, sontak Ran tertawa.

Berusaha tetap tenang, ia memainkan jari-jarinya, berpikir jernih untuk membicarakan persoalan semalam.

"Aku sudah memberitahu [name] tentang masalahnya."

Ran menatap Rindou tak percaya, menatap lurus pada si bungsu. "Dia tidak akan membencimu, percayalah." , Tak ada jawaban.

"Kemarin dia bertanya padaku soal dirimu, rupanya [name] masih belum terbiasa dengan karaktermu, yah...mengingat dia amnesia, sedikit rumit bagimu, bukan? Apa dia seperti bukan sosok [name] yang dulu kamu kenal?"

"Bagiku, dia sama seperti [name] yang kukenal."

Sulung Haitani kini menceritakan betapa berusahanya sang puan untuk mengungkapkan perasaannya, mencoba jatuh cinta kembali pada Rindou walaupun ingatannya pada sang suami telah hilang.

Berusaha yang terbaik untuk Rindou, ingin suaminya itu memberikan anindya penuh perhatian, [name] tak ingin jika Rindou tak menyukai dirinya yang amnesia seperti ini.

"Aku hanya selalu merasa bersalah, kak."

Lengannya meremas kepala, ia menempatkan penyesalan itu setiap detik dalam hidupnya. [Name] terluka hingga amnesia itu salah dirinya, Rindou sangat benci seperti ini. "Bicaralah dengan [name], aku yakin dia bukan perempuan yang rumit. Kamu yang tau [name] lebih dari aku, Rin."

Mengangguk setuju, Rindou sangat bersyukur memiliki kakak yang selalu mengerti keadaannya. "Terimakasih, aniki."

"Malam ini ada rapat bonten, kalau mau...ajaklah [name]."

"Aku tidak yakin itu ide bagus untuk membujuknya."

Pernikahannya baru saja berjalan kurang lebih 3 minggu, namun permasalah yang timbul lebih buruk dari yang ia duga.

Malam di sebuah kasino besar, rapat bonten diadakan di sana. Pemerintah tidak berani menyentuh tempat seperti itu, terlebih lagi jika berurusan dengan organisasi kriminal besar bernama Bonten.

Mendengar percakapan beberapa pria di sana, sang wanodya tidak mengerti apa maksud dari pembicaraan mereka. Melihat suaminya fokus menemui rapat, ia sudah tahu bahwa suaminya seorang kriminal terkenal, namun tak ada rasa takut dalam diri sang puan.

Pria dengan setelan jas berwarna mint kini mendekat anindya, berjongkok dihadapannya. "[Name], kumohon berbicaralah, jangan abaikan aku."

"Kamu pasti marah, aku tau itu. Bagaimana caraku agar kamu mau memaafkan ku?"

Puncak kepalanya dibelai lembut wanodya sembari tersenyum tulus, "aku gak marah padamu, Rindou."

Jauh dari apa yang dibayangkan Rindou, [name] justru terlihat biasa saja, tidak ada aura kecewa maupun amarah di sana.

"Kenapa? Harusnya kamu marah padaku, aku dan kak Ran udah membunuh mama papamu."

"Yah~ awalnya aku kaget saat kamu bercerita soal masa laluku. Rasanya aku gak mau punya memori itu, kalau aku disuruh memilih, aku hanya ingin mengingatmu saja."

Rindou memegang lengan [name], menatapnya intens sekali lagi. "Kamu gak takut padaku? Tapi aku pembunuh."

"Asal kamu tidak membunuhku, terimakasih udah menyelamatkanku dari mereka."

Walau begitu, [name] senang bahwa Rindou sudah menyelamatkannya, tidak ada rasa kesedihan atas kehilangan kedua orangtuanya. Baginya, ia cukup menginginkan kebahagiaan hidup bersama sang suami.

✧˖*° 𝑫𝒆𝒍𝒊𝒄𝒂𝒕𝒆 ࿐ || ✓Where stories live. Discover now