Hukuman

5.5K 360 12
                                    

Pada dasarnya semua yang kamu lakukan cuma nyakitin aja

Vania Agatha.

_-_-_-_

Terlihat Dari kejauhan mobil Deon sudah terparkir di halaman kampus ini. Ini sudah dua jam berlalu setelah Deon menelpon ku. Aku berada diantara pilihan yang sangat sulit. Menemui Deon sekarang atau nanti. Yang pastinya kedua pilihan itu sama sama akan berujung pada marahnya Deon padaku.

Dengan ragu kakiku melangkah mendekati mobil Deon berada. Aku tidak punya pilihan lain sekarang. Bukannya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Hanya tinggal beberapa langkah aku sudah mendekati mobil Deon. Namun langkah ku sengaja kupelankan, pasalnya jantungku tengah berdetak berkali kali lipat ditambah keringat dingin mulai muncul padahal cuaca terasa panas.

Aku menahan nafasku saat berhasil duduk dimobil Deon. Tak berani menoleh, akupun hanya bisa melirik lewat ujung mataku. Tanpa berkata-kata Deon melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan.

"Aduduuuh" ringisku.

Pasalnya aku lupa memasang seat belt dan Deon dengan tiba tiba membelokkan kemudinya keluar dari badan jalan. Untungnya tidak ada pengendara lain dibelakang kami.

"Beliin gue minum"

"Tapi kan Indomarket nya masih jauh"

Hening. Deon diam itu tandanya tidak ada pilihan buatku.

"Oke. Lo mau minuman apa?"

"Gue nggak suka pertanyaan dan gue nggak suka nunggu" ucap Deon penuh penekanan.

"Oke.. tunggu bentar"

_-_-_-_

Aku sampai di indomarket dengan nafas memburu. Karen ucapan Deon di mobil beberapa menit lalu senantiasa menghantui diriku. Segera aku membeli minuman yang menurutku Deon sukai. Lalu kembali berjalan jauh dengan menenteng minuman dikantong plastik.

"Nih minum nya"

"Beli yang lain. Gue nggak mau itu"

Aku melongo tak percaya. Demi apapun Deon sama sekali belum melihat ataupun mencoba minuman yang kubawa untuknya tapi dia sudah lebih dulu memberikan kesimpulannya.

"Tapi Lo sama sekali belum liat minuman yang gue bawa ini"

"Sejak kapan ada orang berani bantah gue?" Deon berucap tajam seraya mencengkram lenganku.

"A-akuu..beliin yang lain"

Aku terpaksa harus berjalan jauh lagi daripada harus mendapat kekerasan dari Deon. Orang itu memang selalu sesuka hatinya. Ditengah perjalanan aku tak habis habisnya menyumpah serapahi deon.

Terik matahari ditambah tidak adanya semilir angin membuat emosiku semakin mendidih. Oh jangan lupakan soal padatnya jalanan ini.
Pegawai Indomarket melihatku dengan tatapan bertanya sebab gerakanku sangat tergesa.

Aku memutuskan untuk membeli minuman berjumlah enam dengan berbagai merek yang berbeda. Aku tidak peduli uang jajanku terbuang karena hal ini. Sebab aku hanya ingin secepatnya berada dirumah.

"Jangan bilang nggak mau lagi karena gue beliin banyak minuman, pasti diantara keenam minuman ini ada salah satu yang Lo suka" Ucapku dengan nafas yang ngos ngosan.

Aku bersandar di mobil sambil mengusap peluh di dahi.

"Gue mau kopi"

Deon selalu bisa mencari-cari kelemahan lawannya. Aku menggigit bibir bagian dalamku guna menghilangkan emosi yang semakin mendidih ini. Mataku mulai memanas sekarang. Memang dia kira siapa bisa seenaknya kepadaku.

"Lo budek ternyata"

"Kalo iya kenapa??" Ucapku tajam.

Aku pun tak percaya dengan mulutku yang berucap selancar ini. Tapi mau gimana lagi, aku sudah tidak tahan dengan segala perlakuan seorang Deon yang selalu ingin membuatku bertekuk lutut.

"Gue nggak suka ada orang yang bantah gue!" Ucap Deon penuh penekanan.

"Berhenti bersikap seenaknya! Gue bukan boneka!"

Deon mencengkram pipiku kuat, aku yang tidak siap dengan perlakuannya pun terbentur kaca mobil.

"Dari mana Lo dapet sifat berontak kaya gini? JAWAB!!"

"Sifat Lo yang buat gue kaya gini"

"Bullshit Vani!!"

Deon mencium bibirku dengan kasar. Semakin aku memberontak maka semakin kuat cengkraman yang dia berikan. Aku tidak bisa menutup bibirku karena cengkraman darinya. Deon mengunci semua pergerakkan ku, memang tenaga ku akan tetap kalah jika dibanding dengannya. Nafasku sudah mulai menipis namun Deon belum juga melepas pungutan. Aku menitikkan air mata karena selalu terlihat lemah jika berhadapan dengan Deon.

"Gue pernah bilang gue nggak suka nunggu! Dan Lo orang pertama yang berani buat gue nunggu! Salah kalo gue marah?"

Sudah kubilang bukan Deon tidak akan berhenti memojokkan lawannya sampai si lawan kehilangan banyak kata kata.
Aku mengambil nafas dalam kemudian mengucapkan kalimat yang dengan terpaksa kuucapkan.

"Lo nggak pernah salah" Ucapku seraya menghapus air mata yang tak kunjung berhenti.

Deon mengeluarkan smirk nya. Dia selalu seperti itu kala lawannya terlihat lemah dan mengaku kalah.

"Rapiin diri Lo. Jangan buat orang lain mikir gue udah buat macem-macem sama Lo"

Mobil yang kami tumpangi kembali melaju membelah jalan raya. Perihal beberapa menit yang lalu dilupakan begitu saja. Tidak ada satupun kalimat maaf terlontar dari mulut dia. Aku harusnya sadar untuk tidak berharap lebih terutama kalimat permohonan maaf Deon atas sikap sikapnya.

"Kenapa lurus?" Tanyaku dengan dahi mengernyit.

"Siapa bilang Lo boleh pulang kalo belum makan?"

"Deon gue bisa makan dirumah"

"Jangan buat orang ragu soal harta gue dengan nggak pernah ngajak Lo makan dan apa salah kalo gue iri sama cowok kemaren malam?"

Nafasku tercekat. Harusnya aku tak perlu terkejut dengan semua pernyataan yang keluar dari mulut Deon. Dia punya segalanya jadi bukan suatu hal yang sulit untuk mengetahui apa yang kulakukan dibelakangnya. Terlebih aku bukanlah orang yang sulit untuk diketahui seluk beluknya oleh orang orang Deon.

Malam itu Aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri hingga lupa bahwa bisa saja disekitar ku terdapat anggota Lesneiro yang memang dengan sengaja memantau kegiatanku. Dan memang benar bahwa tadi malam aku telah melupakan fakta bahwa Deon telah mengklaim diriku sebagai miliknya tanpa penolakan.

"Shit! gue lupa bilang. Jangan sekali kali Lo pakek parfum sialan itu lagi! Bukannya waktu itu udah gue pecahin?!"

_-_-_-_

Mumpung otak lagi lancar lancarnya nih (~‾▿‾)~

Vote+komen+follow

Terimakasih.

Love The CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang