Terpojok

3.3K 186 61
                                    

Ternyata kesialanku tidak sampai disitu, Dua manusia yang sementara sangat aku hindari saat ini sedang duduk manis di karpet bulu kamarku. Sejak kapan mereka disini, dan lihatlah senyum mengejek yang tengah terpatri di kedua wajah orang itu.

"Ngapain kalian?" tanyaku bernada tak bersahabat.

"Duh Van....aku sakit hati loh kamu gituin" jawab Elena dengan nada dramatis.

Mataku menyipit. Mereka akan semakin menjadi jika terus ditanggapi. Melarikan diri dengan keluar dari rumah saat mereka disini juga merupakan pilihan buruk, Mira dan Elena tidak akan tinggal diam jika aku menghindar untuk kedua kali. Aku membuang pandangan dari mereka berdua. Jika melarikan diri lagi, mereka akan semakin menaruh curiga dan akan semakin susah juga untuk memanipulasi kebenaran dari mereka. Sebaiknya berpura-pura tidak terusik akan jauh lebih baik.

"Kok malah tidur?!" protes Elena "Van bangun! nggak punya hati banget sih"

"Van...van sebenernya lo ada apa sih, ada yang lo tutupi dari kita?" kali ini Mira yang menyuarakan suaranya.

"Diem berarti iya! Padahal niat kita kesini sebelumnya real mau main loh Van...tapi keburu liat sikap lo kayak gini jadi yah kita kepo lagi!" Elena kembali berucap.

Sekedar ingin tidur pun tidak akan sanggup jika mereka senantiasa menganggu. Aku dipaksa untuk tetap terjaga. Mira dengan tidak berbelas kasihan memaksa membuka kelopak mataku yang tengah tertutup dibantu dengan Elena yang mencoba menggelitik perutku.

"Stop! Apaansih!"

"Lo yang apa apaan. Kita dari tadi nungguin bukan ditanya udah lama malah ditanya ngapain" sewot Elena berlanjut.

"Yaudah sana pulang. Nggak ada yang nyuruh nunggu juga kan?"

"Lo mah gitu sama sahabat sendiri"

"Ya siapa suruh kesini? Emang gue nyuruh?!" Ucapku bernada ketus.

Suasana kamar yang semula ramai dengan perseteruan kami, kini hening seketika. Aku menghembuskan nafas kasar. Emosiku memang sulit dikendalikan akhir-akhir ini. Segala masalah yang menimpa memang lumayan berpengaruh terhadap psikologis ku. Ditambah teka-teki dari Deon dan pak Bara seakan menambah beban yang aku terima. Suara detik jarum jam bahkan terdengar jelas ditengah kesunyian ini. Seakan tersadar dengan situasi yang membingungkan ini, Mira membuka suara.

"Ngelihat gelagat aneh lo ini bikin gue semakin yakin suatu hal.." Mira semakin mendekat ke arahku.

Mira menggantung ucapannya. Aku sampai menahan nafas, berjaga-jaga apabila kenyataan telah diketahui mereka berdua. Pandanganku beralih pada Elena, dia sangat menanti kelanjutan ucapan Mira, terlihat dari cara menatapnya yang begitu kentara dengan mulut melongo tak karuan. Namun, selang hingga lima detik pun ucapan Mira tak berlanjut.

"Nggak jadi, nggak penting, nggak usah ditanya lagi" lanjutnya.

Aku menghirup nafas rakus "kebiasaan banget" Tuturku.

"Tau tuh Mira" Elena menyahut.

"Kepo?Gimana kalo kita main kejujuran? Gue bakal jujur dengan apa yang mau gue bilang tadi. Sedangkan lo tinggal bicara semua yang sekiranya kita nggak tau. Semuanya! Tanpa terkecuali. Gimana??" tawar Mira.

"Lo dapat banyak gue cuma dapet sekali kejujuran? Lo untung gue rugi dong" balasku sewot.

"Berarti bener kan banyak yang lo tutupi dari kita?!" Ucap Elena meradang.

Aku menatap sinis ke Elena yang telah mengacaukan gendang telingaku berkali-kali, lalu beralih menghujamkan tatapan tak bersahabat ke Mira yang dengan lancangnya mencoba mengelabui diriku lewat permainan katanya.

Love The CriminalΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα