9. Keyra centil? No!

2.6K 249 3
                                    


🏠🏠🏠🏠🏠

Setelah Mas Reyhan memperingatiku semalam agar tidak mendekati teman-temannya, perilaku Mas Reyhan semakin aneh. Dia makin sering menatapku tajam. Kadang menatapku datar dengan tatapan menyelidik, seakan-akan aku adalah buronan yang kabur dari penjara.

Satu hari, dua hari aku masih mendiamkan perilaku aneh Mas Reyhan itu. tapi di hari ketiga ini, aku sudah tidak tahan untuk tidak menegurnya setelah membaca tulisan yang menempel di pintu kontrakan ku. Tulisan yang membuatku geram dan jadi berani. Dengan marah, aku mengetuk-ngetuk pintu kontrakan Mas Reyhan dengan kasar. Tidak ada rasa takut lagi yang  melanda seperti sebelumnya, hanya ada rasa marah yang sudah ku tahan dari dua hari yang lalu.

Tidak kunjung terbuka dengan gedoran dariku, aku menambahkannya dengan memanggil-manggil mas reyhan dengan suara yang keras. Saking kerasnya, aku yakin penghuni kontrakan yang lain dapat mendengar suaraku.

Bodo amat. Di tegur-tegur deh.

Aku mendengus marah karena tidak kunjung di bukakan pintu. Padahal aku yakin sekali kalau Mas Reyhan ada di dalam. Mobilnya saja masih terparkir seperti tadi pagi dengan manisnya tanpa berubah posisi sama sekali. Menandakan Mas Reyhan tidak keluar seharian ini.

Baru saja aku ingin mengetuk nya lagi, tergengar suara lembut yang mengucapkan salam.

"Assalamualaikum!"

Refleks aku menoleh kebelakang. Tampak perempuan bercadar sedang berdiri di belakangku dengan mata menyipit.

Aku menurunkan tanganku yang tadinya ingin mengetuk kembali, dan secara spontan merapikan rambutku dengan gugup.

Entah kenapa melihat perempuan ini membuatku malu dengan rambutku sendiri.

"Wa'alaikumssalam. Maaf cari siapa, ya?"

Perempuan bercadar dengan pakaian serba hitam itu memajukan badannya selangkah, "Saya mau mencari kontrakannya Mas Reyhan."

"Ooh," aku mengangguk, lalu menunjuk  pintu di hadapanku, "ini kontrakannya, Mbak."

Perempuan bercadar itu mengikuti arah tunjukkan ku, setelah itu kembali menatapku dengan mata menyipit. Aku tebak dia sedang tersenyum sekarang.

"Hmm...Mas Reyhannya ada di rumah?"

"Ah, saya nggak tau Mbak. Dari tadi saya ketuk-ketuk nggak ada yang bukain."

Aku kembali mengetuk pintu Mas Reyhan. Tapi kali ini dengan ketukan dan suara yang lembut, tidak sekeras tadi. Iya kali aku tetap ngelanjutin acara ngamukku sedangkan di belakangku ada perempuan bercadar yang sedang mencarinya. Aku menebak-nebak, siapa perempuan bercadar itu. Apa dia pacarnya Mas Reyhan? Ah, tapi kan orang sepertinya tidak akan mungkin berpacaran. Apa dia... calon istrinya Mas Reyhan?

CK! Kok aku kesel ya bayanginnya.

Mas Reyhan kan sering bikin aku baper. Walaupun secara nggak langsung sih. Tapi dia sering mengeluarkan kata-kata ambigu yang bikin orang salah paham.

Tak lama kemudian, pintu kontrakan Mas Reyhan terbuka. Tampak Mas Reyhan dengan kain sarung dan baju kokonya. Sepertinya Mas Reyhan baru saja shalat.

Aku berdeham sekali, dengan kikuk aku menunjuk wanita bercadar di belakangku saat Mas Reyhan menatapku dengan mata tajamnya. Sepertinya Mas Reyhan terganggu shalatnya saat aku berteriak tadi. Aduh, Keyra- Keyra. Cari gara-gara aja setiap hari.

"Mas Reyhan."

Suara lembut wanita bercadar itu mengalihkan pandangan Mas Reyhan. Dan ajaibnya, tatapan Mas Reyhan langsung berubah lembut.

"Maira, kok nggak bilang sama Mas mau kesini?"

Mas Reyhan menghampiri wanita bercadar itu dan memeluknya dengan sayang. Aku terpaku menatap adegan tersebut. Jangan-jangan ini Istri Mas Reyhan, lagi?

"Nggak papa kok, Mas. Aku kan bisa naik taksi ke sininya."

Mas Reyhan tersenyum lembut. Laki-laki yang baru pertama kali kulihat bersikap lembut itu mengusap sayang kepala wanita yang tertutup hijab panjang berwarna hitam itu.

"Ya udah kalau gitu."

"Mas, dia...,"

"Oh. Ini Keyra. Tetangga."

Udah? Gitu doang? Kejam banget cara perkenalan Mas Reyhan. Sakit hati dedek, bang.

"Halo, Saya Maira. Sepupunya Mas Reyhan."

Oh, sepupu.

Aku menyambut uluran tangan Maira, alias sepupunya Mas Reyhan dengan senyum lebar. Seneng banget dengernya. Eh?

"Saya Keyra, Mbak. Tetangganya Mas Reyhan yang paling cantik, hehehe."

Wanita bercadar, Maira, itu ikut tertawa mendengar lelucon garingku. Maaf, ya, aku bukan pelawak soalnya. Makanya garing.

"Iya kamu memang cantik kok."

Aku memegang pipiku yang terasa panas. Aaw, aku tersipu kayaknya. Aku senyum-senyum sendiri di puji seperti itu. Maira ini tau banget kalau aku ini cantik. Hehehe!

"Nggak usah senyum kamu!"

Senyum ku seketika surut mendengar teguran dari Mas Reyhan. Bisa banget, bersikap kejam nih Orangtua satu.

Maira menepuk bahu Mas Reyhan, "Ih, Mas Reyhan nggak boleh gitu ah."

Di bela aku dong.

"Senyum dia cuma bikin dosa."

Kurang asem!

Maira menggeleng dengan mata menyipit melihat kelakuan sepupu satunya itu. Aku pun jadi ikut-ikutan menggeleng melihat mulut tajam Mas Reyhan, yang entah kapan akan berubah menjadi tumpul kalau berbicara denganku. Soalnya kalau ngomong samaku kata-katanya selalu bikin hati aku berdarah-darah. Kejam dan tajam!

Sakit!

"Kamu jangan terlalu masukin ke hati ya kata-kata Mas Reyhan. Dia memang suka gitu orangnya."

Telat, Mbak!

Tapi aku tetap membalasnya dengan senyuman manis andalanku. Mode lugu tapi teraniaya, check.

Biar Mas Reyhan di marahin terus sama si Maira ini. Soalnya Mas Reyhan ini kelihatannya sayang banget sama sepupunya ini. Jadi Mas Reyhan nggak akan berani ngebantah kalau di marahin. Nggak papa deh aku nggak bisa marahin Mas Reyhan, cukup ngelihat Mas Reyhan di marahin aja aku udah seneng kok.

Aku melirik Mas Reyhan yang menatapku tajam. Buru-buru aku menunduk melihatnya. Maira mencubit lengan berotot Mas Reyhan, membuat Mas Reyhan mengaduh. Mas Reyhan menatap Maira protes. Rasain, Lo!

"Oh iya, itu tulisannya kok di tempel depan pintu?"

Aku mengikuti arah tunjuk Maira. Dan seketika aku kembali kesal melihat tulisan buatan makhluk Adam itu.

DI LARANG CENTIL!!!!!

Kurang ajar banget, kan tulisannya.

Aku melirik tajam Mas Reyhan yang tampak tidak merasa bersalah sama sekali. Malahan dia sekarang sedang melipat tangan nya di dada sambil manggut-manggut.

Huft, tahan emosi.

"Ayo, masuk! Jangan lama-lama di sini. Nanti kamu ketularan centilnya."

What?!

🏠🏠🏠🏠🏠

Maaf, ya kawan-kawan.

Kesel banget kayaknya kalian sama aku, ya. Hiks.

Entah kenapa aku sekarang enggak ada semangat-semangatnya nulis.

Ini aja kalau aku nggak sengaja baca komen yang nanyain kelanjutan ceritaku, mungkin sampai sekarang aku nggak ada update.

Maafkan diriku ya semua🙏🙏🙏🙏

Terima kasih juga buat kalian yang ternyata masih ada nungguin cerita abal-abal aku ini.

Doa-in aja ide aku buat nulis ini lancar terus.

See you, kawan-kawan

I Love You😘😘😘

Mas ReyhanWhere stories live. Discover now