17. Kawin aja, yuk!

2.4K 196 7
                                    

Happy reading!!!

🏠🏠🏠🏠🏠

Perempuan yang ada di dalam foto itu adalah Maira.

Itu yang di katakan Rasi kemarin. Hampir saja aku salah paham dengan Mas Reyhan.

Aku kembali membuka ruang obrolanku dengan Rasi, melihat sekali lagi foto yang dikirim nya. Di foto itu tampak Mas Reyhan yang sedang tersenyum tipis, menggandeng perempuan cantik di tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang bunga. Rasi bilang, itu foto tiga tahun lalu saat sebelum Maira memutuskan untuk hijrah. Foto itu juga di ambil di pemakaman, tempat di mana anak Maira di makamkan.

Kemarin, aku sedikit tersentak saat tau Maira sudah pernah punya anak, padahal setahu ku Maira belum pernah menikah. Dan saat aku tanyakan pada Rasi, dia bilang kalau aku lebih baik langsung bertanya saja kepada Mas Reyhan. Dia takut salah
Berbicara dan malah menimbulkan fitnah nantinya.

Aku perhatikan lagi wajah Maira di sana, raut wajahnya memang tampak sendu. Tidak ada binar bahagia di sana, begitu pun Mas Reyhan. Aku mendengus sebal, bisa-bisanya aku berfikir kalau foto ini terlihat seperti pasangan kekasih yang sedang bahagia, padahal terlihat sangat jelas kalau di foto ini hanya ada kesedihan. Sepertinya cemburu sudah membuatku buta.

"Makasih udah repot-repot dateng ke sini, ya Key."

Aku tersentak, menatap Maira yang sudah duduk di depanku sambil tersenyum manis. Saking asiknya melihat foto yang di kirimkan Rasi, aku sampai tidak sadar dengan kedatangan Maira yang sudah selesai mengambilkan minum untukku.

"Iya nggak apa-apa, kok. Nggak ngerepotin sama sekali, aku juga sekalian mau main ke rumah kamu."

Iya, sekarang aku sedang berada di rumah Maira. Tadi pagi Maira menelpon ku dan mengajak untuk bertemu. Sebenarnya Maira mengajak bertemu di luar, tapi aku sedikit memaksa nya untuk bertemu di rumahnya saja. Soalnya Rasi mengatakan kalau Mas Reyhan tinggal di sini setelah pindah dari Kontrakan. Mana tau aku tidak sengaja bertemu dengan Mas Reyhan. Kan menyelam sambil minum air.

Tapi sayang seribu sayang, Mas Reyhan sedang tidak ada di sini. Kata Maira Mas Reyhan baru akan pulang sesudah waktu Isya dari bekerja. Saat Maira mengatakan itu, aku hanya bisa tertunduk lesu, walaupun sedikit heran karena saat menjadi tetanggaku Mas Reyhan tidak pernah pulang lewat dari jam empat sore.

Aku menyecap sedikit demi sedikit jus jeruk buatan Maira sambil melirik wanita di depanku yang sedang tidak memakai cadarnya. Sumpah, ya waktu tadi aku dateng dan lihat dia nggak pakai cadarnya, aku langsung terpesona ngelihat wajahnya yang cantik banget. Di foto aja udah cantik banget, eh aslinya malah beribu kali lipat cantiknya. Aku yang buruk rupa ini apalah, hanya remahan roti yang nggak berguna.

"Sebenarnya aku ngajak kamu ketemuan mau ngomongin pasal Mas Reyhan."

Aku meletakkan kembali jus jeruk itu ke atas meja, berdeham sambil membenarkan posisi dudukku agar lebih nyaman.

"Kalian lagi berantem, ya?"

"Ha?" Aku mendongak, menatap wanita cantik yang sudah melontar kan pertanyaan itu.

"Bukannya aku mau ikut campur sama kisah cinta kalian berdua, cuma semenjak Mas Reyhan pindah ke sini Mas Reyhan jadi gila kerja. Dia jarang pulang cepat dan sering telat makan. Mas Reyhan juga pernah beberapa kali ketiduran di sofa sambil manggil-manggil nama kamu."

Aku menunduk, menatap tanganku yang sedang memilin satu sama lain. Saat aku mendongak dan menjawab, Maira kembali berkata, "Aku nggak tau kenapa Mas Reyhan jadi berubah kayak gitu, tapi kalau Mas Reyhan ada salah sama kamu, tolong di maafin ya? Mas Reyhan itu cinta banget sama kamu."

Aku mencebikkan bibirku, menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah, dan benar saja setetes air mata langsung meluncur di pipiku. Aku nggak tau kenapa aku jadi cengeng gini kalau menyangkut pasal Mas Reyhan.

Baru saja aku ingin mengusap air mataku, aku mendengar suara gebarakan pintu yang di buka secara kasar, di susul dengan langkah kaki yang berjalan terburu-buru. Aku mendongak, menatap Mas Reyhan yang tampak khawatir. Laki-laki tampan itu menatapku lembut, lalu berbalik menatap Maira tajam, "Apa yang kamu lakuin sama Keyra sampai dia nangis kayak gitu?"

Mas Reyhan memang nggak membentak, tapi malah terdengar lebih mengerikan. Aku sampai menggigil ketakutan, dan tanpa sadar air mataku malah meluncur dengan deras.

"Mas tanya sekali lagi, apa yang udah kamu lakuin sama Keyra, Maira?"

"Apa? Aku nggak ngelakuin apa-apa."

"Terus kenapa Keyra sampai nangis?"

Maira menatap aku dan Mas Reyhan bergantian dengan bingung, "Aku juga nggak tau, Mas."

"Jangan bohong!"

"Aku nggak bohong!" Maira berdiri dari duduknya. Ia balik menatap Mas Reyhan dengan tajam.

Aku yang sudah tidak tahan dengan perdebatan dua saudara ini, melemparkan tas yang kubawa ke arah Mas Reyhan dengan sedikit kasar.

"Key," Mas Reyhan menatapku terkejut.

"INI TUH GARA-GARA MAS REYHAN!!!" Teriakku kesal.

Dengan air mata yang masih mengucur deras, aku menatap Mas Reyhan marah sambil menunjuknya dengan tidak sopan, "Kalau bukan gara-gara Mas Reyhan yang tiba-tiba berubah, Maira nggak mungkin salah paham sama kita. Ini semua gara-gara Mas yang jadi laki-laki pengecut dan nggak jelas." Akhirnya semua unek-unek yang ku simpan selama ini meluncur juga. Aku sudah malas dengan sifat Mas Reyhan yang terlalu membingungkan itu. Aku terus saja berteriak dan menyalahkan Mas Reyhan. Mengatakan semua yang ingin aku katakan. Sedangkan Mas Reyhan hanya bisa diam dan menunduk.

Aku nggak perduli apa Mas Reyhan benar-benar mendengarkan semua yang aku katakan. Asal hati ku menjadi lega, aku tidak akan peduli semua itu. Lagian, ini juga kesempatan bagiku untuk bisa memarahi Mas Reyhan sepuas hati. Tanpa harus di beri tatapan tajam yang menakutkan.

Setelah puas marah-marah dan berteriak, aku kembali duduk dan meminum jus jeruk yang sudah berembun itu dalam sekali teguk. Aku menghapus air mataku di pipi. Aku yakin sekali penampilanku sekarang pasti sudah sangat kacau.

Maira pindah duduk di sampingku, mengelus bahuku menenangkan. Sedangkan Mas Reyhan yang tadinya berdiri, kini sedang berlutut di depanku dengan kedua tangan di masing-masing lututnya, persis seperti anak kecil saat di marahi orangtuanya.

Suasana mencengkram tadi berubah menjadi sedikit menggelikan ketika melihat raut wajah Mas Reyhan yang tampak lesu. Puas sekali rasanya melihat Mas Reyhan sekarang. Rasain, memangnya enak di marahin.

Aku berusaha mempertahankan wajah marahku saat Mas Reyhan mendongak, menatapku dengan tatapan sendunya. "Maaf, " Mas Reyhan kembali menunduk, "Aku nggak tau kalau sifat aku selama ini bikin kamu ngerasa nggak nyaman. Buat kamu jadi bertanya-tanya tentang perasaan aku."

Aku mendengus sebal sambil melipat tangan di dada. Nggak segampang itu untuk membuat ku luluh, bestai. Kamu harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan maaf dari seorang Keyra.

"Tapi kalau di pikir-pikir ini bukan salah aku aja."

"Apa?"

"Coba kamu ingat-ingat lagi, selama ini kan aku selalu kasih perhatian lebih sama kamu. Suka marahin kamu supaya kamu inget aku terus. Tapi kamu malah menanggapinya lain."

What? Aku menatap Mas Reyhan dengan tatapan tidak percaya, baru saja dia minta maaf atas semua kesalahan yang dia perbuat, tapi sekarang? Dia malah menyalahkan aku? Aku? Wah, nggak bisa di biarin ini.

"Ya, kan Mas sebagai laki-laki itu harus terus terang dong, nggak perlu pakai kode-kode kayak cewek."

"Emangnya kalau aku terus terang, kamu bakal langsung Nerima aku gitu aja? Sedangkan awal-awal kita bertatap muka kamu udah langsung lari terbirit-birit."

Eh? Bener juga. Jadi, di sini yang salah siapa?

"Ya udah kalau gitu, nggak usah pake kode-kodean lagi."

"Oke!"

"Gas! Kita kawin aja!".

"Oke!!!"

🏠🏠🏠🏠🏠






Mas ReyhanWhere stories live. Discover now