1. Pertemuan kedua

8.4K 400 11
                                    

🏠🏠🏠🏠

Nggak ada yang namanya makhluk hidup nggak butuh siapa-siapa. Bahkan saat mati pun, manusia masih membutuhkan orang lain untuk membantunya mandi, dan di kuburkan. Karena sejatinya, makhluk hidup itu nggak bisa hidup sendiri.

Jadi, jangan pernah mengatakan kalau kita nggak butuh siapa-siapa di dunia ini. Itu munafik namanya. Kayak aku sekarang. Mengangkat barang-barang ku sendiri karena dengan sombong nya menolak bantuan dari Mbak Siti dan Rasi untuk pindahan. Memang dasarnya mulutku itu sok-sokan nolak. Padahalkan lumayan kalau mulutku yang kurang ajar ini terima bantuan mereka, aku jadi nggak perlu bersusah payah mengangkat koper-koperku sendirian.

Pindahan tanpa ada yang bantuin itu, nggak enak banget. Sumpah.

Aku menggeret dua koper besar ku dengan susah payah memasuki rumah kontrakan dua lantai yang akan ku tempati. Rumah kontrakan yang hampir dua bulan baru kudapatkan saking susahnya mencari yang pas untukku. Bukan karena biaya, karena aku memang sudah menyiapkan jauh-jauh hari biaya untuk hidup sendiri, tapi karena tempatnya yang memang harus pas di hatiku. Kayak pasangan, kalau nggak pas di hati, nggak akan jadian kan?

Setelah dengan susah payah, aku menggeret koperku sampai ke lantai dua satu persatu, soalnya aku nggak akan kuat kalau harus angkat dua-duanya sekaligus, aku akhirnya bisa merebahkan tubuhku di atas kasur yang syukurnya sudah di sediakan di sini. Lumayan besarlah kalau buat tidur sendiri. Tapi cocok banget buat aku yang tidurnya nggak pernah bisa diem.

Aku meraih Handphone dari dalam tas kecil yang sempat ku bawa. Melihat beberapa notifikasi dari Bunda dan saudara-saudaraku. Ada juga dari Group Chat yang berisi kami bertiga. Siapa lagi kalau bukan aku, Mbak Siti dan juga Rasi. Walaupun Rasi udah nikah, tapi GroupChat tetep lanjut dong.

Aku membuka Chat dari Mama terlebih dahulu.

Mama❤

Udah pindahannya, sayang?
Maaf, ya Mama nggak bisa temenin kamu. Di sini kacau banget dan nggak bisa Mama tinggalin.
I'am So Sorry, Baby

Never Mined, Mam
Aku nggak papa kok sendiri
Lagiankan aku cuma tinggal bawa koperku doang.


Lalu jariku beralih membuka satu-persatu pesan dari saudara-saudara ku yang lainnya yang meminta maaf karena tidak bisa membantu ku pindahan. Aku maklum. Bukan salah mereka yang tidak bisa hadir, atau pun salahku yang tiba-tiba pindahan dan baru mengatakannya tiga hari yang lalu kepada mereka. Tapi itu semua karena salah Abangku tersayang, yang sialnya adalah Abang kandungku karena aku nggak punya saudara tiri, dia membuat masalah dengan menghamili perempuan yang baru saja dia temui di Bali.

Papa bahkan mengamuk waktu tau itu. Papaku yang baik hati dan nggak pernah marah itu lepas kendali sampai-sampai memukuli Bang Jimmy, Abangku, dengan brutal kemaren. Kalau saja tidak di hentikan oleh Mama, mungkin Bang Jimmy sudah terkapar di ranjang rumah sakit sekarang. Gitu-gitu Papaku sabuk karate hitam, lho. Jadi dengan penuh rasa tanggung jawab, keluargaku pergi ke Bali untuk menemui perempuan itu dan mempertanggung jawabkan semua yang telah di lakukan oleh Bang Jimmy.

Dan sialnya, cuma aku yang nggak bisa pergi karena sudah terlanjur janji dengan pemilik kontrakan untuk pindah hari ini. Ingin membatalkannya juga tidak mungkin. Karena sudah dua kali aku tidak jadi pindah dan membatalkan janji. Yang pertama karena menemani Mbak Siti yang galau soalnya nggak nikah-nikah, dan yang kedua menghadiri acara pernikahan salah satu sahabatku, yaitu Rasi dan Bosku tersayang, Arash. Memang pasangan yang sangat cocok.

Aku memegang perutku yang terasa lapar. Lebih baik aku mencari makan dulu. Aku meletakkan Handphoneku di atas nakas, setelah membalas pesan-pesan dari saudaraku, kecuali pesan dari GroupChat, itu bisa nanti.

Setelah mengunci rumah, aku memakai jaket yang sempat kuambil. Takutnya hujan, karena cuaca sore hari ini sangat mendung. Aku sempat melirik kearah samping, dimana ada sebuah mobil yang terasa familiar terparkir di depan kontrakan sebelah. Mungkin penghuni kontrakan yang lain.

Aku berjalan keluar dari gerbang rumah, menuju tempat makan yang tadi sempat kulihat saat kesini dengan taksi. Kenapa dengan taksi? Karena aku tidak bisa mengendarai kendaraan, baik itu beroda dua ataupun empat.

Aneh? Memang. Karena di era serba canggih seperti ini semua orang sudah bisa mengendarai kendaraan. Bahkan anak Sd saja sudah bisa naik Sepeda Motor. Tapi aku berbeda, aku terlalu takut untuk mencoba. Jadi sampai sekarang aku selalu di antar atau naik kendaraan umum. Setidaknya kalau kecelakaan aku tidak sendiri.

"Buk, pesan ayam gepreknya satu ya buk. Di bungkus."

Aku mengambil tempat duduk paling pojok di dalam tenda makanan ini. Lumayan ramai orang yang makan, mungkin karena tempatnya yang menurutku tampak bersih. Kalau soal rasa aku belum tau karena aku belum mencoba. Semoga rasanya sesuai dengan yang aku bayangkan.

Aku berjengit ketika merasakan seseorang duduk tepat di samping ku. Bahkan tubuh bagian samping kami sangat menempel. Aku menggeser dudukku sampai mentok tanpa menoleh. Namun orang itu juga ikut bergeser, sampai tubuh bagian samping kami kembali menempel. Aku berdecak dan menoleh kesamping, mencari tau siapa yang sudah berani berbuat kurang ajar kepadaku.

"Kamu?"

Orang itu, maksud ku laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya sambil menatapku tajam. Aku menelan ludah ku gugup, mengalihkan pandanganku kearah ibuk penjual ayam geprek yang sedang sibuk membuat pesanan. Aku berharap ibuk itu sedang membuat pesanan ku, jadi aku tidak perlu berlama-lama duduk di sini.

"Buk, saya pesan ayam gepreknya satu. Tolong di bungkus."

"Iya, Mas."

Diam-diam aku merinding mendengar suaranya yang serak dan berat. Terasa mengerikan bagiku yang menyukai laki-laki bersuara lembut. Aku melirik kearah laki-laki itu yang sedang fokus melihat Handphonenya. Dia memakai kemeja berwarna hitam dengan lengan yang sudah di gulung sampai siku, memperlihatkan urat-urat lengannya yang sangat menonjol itu. Aku sedikit bersyukur karena dia tampaknya tidak mengenaliku. Syukurlah.

Iya, syukur. Sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu yang membuatku merinding. Terutama karena jarak kami yang sangat dekat.

"Senang bertemu denganmu lagi, Keyra Ayudia."

Dan jantungku langsung berhenti berdetak.

🏠🏠🏠🏠

Ting ting ting

Kisah Keyra udah update ya, say.

Jangan lupa Vote dan Coment nya.

See you

Mas ReyhanWhere stories live. Discover now