09. Penenang

1K 67 6
                                    

Tak terasa hari sudah menjelang sore, Ilham masih berada dikantor. Lelaki itu baru selesai memeriksa dokumen laporan misi, sekaligus menemui atasannya dan bilang akan menikah minggu depan. Dan saat semua pekerjaannya beres, ia pun pergi.

Tap!
Tap!
Tap!

“Kapten Ilham,” dan seperti biasa, tak kala dirinya berjalan dikantor, selalu ada teman yang menyapanya.

“Eh bang Mul, apa kabar?” sapa Ilham pada kakak seniornya itu.

“Mau kado apa kamu dari saya?” tanya bang Mul.

“Kado?”

“Satu kantor udah tahu kok kamu mau nikah, pak Yahya juga udah tegasin kamu udah lamaran,”

“Oh itu, doa terbaik aja bang. Kalau mau materi jangan yang memberatkan bang Mul saja,” jawab Ilham agak segan.

Seganlah, lelaki itu pikir berita pernikahannya terlalu di wah kan sampai satu kantor tahu. Padahal dirinya biasa saja.

“Yasudah kalau begitu, nanti saya kado buat kamu dan calon isteri, sekarang pamit ya ada urusan lain,” seru bang Mul pamit pergi. Ilham hanya tersenyum dan mengangguk.

Tak lama setelah kepergian bang Mul, Ilham pun bergegas pergi. Sepertinya berlama-lama dikantor bukan hal yang bagus juga. Sebelum teman-temannya banyak bertanya atau sekedar menggoda, sebaiknya ia segera menghilang.

Sret!

Namun sepertinya takdir berkata lain, baru beberapa langkah, tiba-tiba Safana datang dan merebut kunci mobilnya yang ia gantungkan di saku. Kebetulan gantungan kunci itu besar sehingga menjulur keluar. memudahkan orang merebutnya begitu saja.

“Kapten aku pinjam mobil mu ya,” seru Safana seraya berlari.

Tap!
Tap!
Tap!

“Tunggu Sa, saya mau pake itu mobil,” ujar Ilham sedikit berteriak.

“Sebentar kapten. Darurat,”
Dan hilang, perempuan itu berlari cepat sekali. Saat Ilham sampai diluar kantor, mobilnya sudah tidak ada diparkiran. Bagaimana ini padahal dia kan sudah ada janji dengan Alea.

Kring!
Kring!

Dan ya. Panjang umur, yang dipikirkan datang menelpon. Tadinya tak akan Ilham angkat, namun mengingat dia yang membuat janji kasihan juga jadinya.

“Dimana?” suara Alea menyapa dengan tenang.

“Kantor,”

“Oh kalau begitu acara kita bagaimana? Jadi kan?” tanya perempuan itu.

“Jadi, tapi mungkin sedikit lebih telat. Mobil ku dipinjam orang kantor,”

“Naik motor saja bagaimana? Aku jemput?” tawar Alea.

“Tidak perlu, aku tunggu saja teman ku datang,”

“Tapi mungkin sepertinya akan lama, kamu tahu teman mu pergi kemana?”

“Tidak tahu, dia mengambil kunci mobil ku begitu saja,” ujar Ilham.

“Huft-“ Alea terdengar seperti menahan tawanya.

“Kamu tidak tahu kemana teman mu pergi, jadi tidak jelas juga kapan dia pulang. Sudahlah naik motor saja,”

Dipikir-pikir benar juga. Apalagi di kantor Safana dikenal sebagai peminjam yang lupa waktu. Entah kemana perempuan itu pergi, tapi mungkin ia akan pulang lama sekali. Sedangkan waktu sangat mepet,  jadi tidak ada cara lain.

“Baiklah, aku share location sekarang,” ujar Ilham.

“Oke,”

Sedangkan di tempatnya berdiri, Alea tertawa renyah setelah terlponnya berakhir, menurutnya lucu saja ketika Ilham mengakui jika ia tak tahu kemana temannya pergi membawa mobil dia. Nada bicaranya sangat polos, dan itu terdengar receh bagi Alea. Alhasil ia tertawa.

Suami TentaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang