13. Si manis

973 53 11
                                    

Sret!
Sret!
Sret!

Satu hari lagi menjelang pernikahan, itu berarti sudah menghitung jam. Alea sedang memasukkan pakaiannya, dan benda-benda yang ia anggap penting kedalam koper. Ya, setelah menikah perempuan itu tidak akan tinggal di rumah ibunya lagi. Meski belum memiliki rumah dinas, tapi Ilham katanya sudah membeli rumah. Jadi mereka pun tidak akan tinggal di rumah Yahya.

Itu sudah menjadi keputusan keduanya saat berdiskusi beberapa waktu lalu lewat telpon, terkejut juga Alea pada saat itu. Tidak menyangka Ilham akan mengajaknya tinggal terpisah dari kedua orangtua mereka. Selain barang-barang pribadi Alea juga memasukan sebuah kotak hitam. Yang ukurannya setengah dari koper, jadi bisa dibilang perempuan itu hanya membawa beberapa baju.

"Kamu mau bawa kotak hitam nya, Le?" tanya bu Atika tiba-tiba datang.

"Eh ibu, Ya. Alea mau bawa kotak hitam ini,"

"Kamu masih berhubungan sama mereka?"

"Tidak bu, ibu kan tahu Alea sudah membubarkan mereka, tapi Alea tetap tidak bisa pergi begitu saja dari dunia itu. Jadi untuk jaga-jaga Alea akan bawa semua masa lalu ini," ujar Alea seraya menepuk-nepuk kotak hitamnya.

"Ya sudah kalau begitu, ibu tidak bisa melarangkan,"

"Terimakasih untuk semuanya ya bu," gumam Alea.

"Ibu mau menerima Alea yang sudah tidak sama lagi seperti dulu, bukan anak gadis yang gemar membantu ibunya memasak, bukan anak yang senang bermain boneka, bukan anak manis yang selalu dikepang rambutnya, buk-"

"Tapi kamu adalah anak ibu. Yang kuat, yang berani, mandiri, tangguh, dan kamu tidak pernah salah dimata ibu. Harusnya kami sebagai orangtua yang minta maaf, karena keteledoran kami, kamu harus menanggung semua kepedihan itu sampai saat ini," potong Atika dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak masalah kamu bukan anak gadis yang ibu manjakan lagi. Yang penting kamu tetap Alea. Anak ibu dan ayah," imbuhnya terlihat menahan tangis.

Alea pun tersenyum dan langsung memeluknya. Mungkin perpisahan ini terasa berat diantara mereka. Ibu dan anak itu terbiasa saling menjaga satu sama lain kan?

"Nanti kalau kamu sudah sama Ilham, ingat pesan ibu dan ayah," ujar Atika.

"Jangan marah sama suami kamu di 40 hari pertama usia pernikahan, kamu harus bisa sabar selama itu, agar nanti terbiasa," imbuhnya.

"Iya gitu bu? Rumor orangtua jaman dulu," timpal Alea tersenyum aneh. Atika juga balas tersenyum.

"Nurut aja," ujarnya seraya berlalu pergi.

Kira-kira apa isi kotak itu? Entahlah karena beberapa tahu berakhir, Alea tidak pernah lagi membukanya. Ia sendiri lupa ada apa saja didalam kotak itu. Tidak lama setelah kepergian sang ibu, muncul kedatangan sang adik. Karena ini hari sabtu jadi Rizki libur sekolah, sebenarnya anak itu ada kegiatan ekstrakulikuler futsal, tapi memilih tidak ikut latihan, entah karena apa?

"Cie yang mau minggat," ujar Rizki.

"Cie yang mau minggat," timpal Alea mengulangi kalimat adiknya itu.

"Nyinyir tapi wajahnya sedih, bagaimana sih?" imbuhnya.

"Siapa juga yang nyinyir."

"Kakak tahu kok kamu sedih karena mau kakak tinggal, yak an?" tanya Alea dengan wajah menggoda.

"Lagi pula kakak ini bukan minggat, sensitif banget sih," imbuhnya.

Rizki tidak bergeming, ia sendiri sedang tidak bersemangat hari ini. Dan anak itu membenci harus mengakui kesedihannya, ia memang kesal dan ingin menangis karena sang kakak akan meninggalkannya. Meski tahu itu sudah menjadi tuntutan orang menikah, dan setelah ini dia juga punya kewajiban mengurus suaminya.

Suami TentaraWhere stories live. Discover now