2. Murid baru

656 72 9
                                    

"Jangan terlalu membenci orang lain karena kita nggak tahu kedepannya gimana bisa aja orang yang dulu kita benci malah dimasa yang akan datang akan dia bisa menjadi orang yang kita cintai dan bahkan penolong bagi kita 'kan semua perasaan bisa dibolak-balik oleh yang kuasa."

                    -Agaraya-

                       ****

Kini siang telah tergantikan oleh sore, malam telah tergantikan oleh pagi.

Raya berjalan menuruni tangga di rumahnya untuk sarapan.

"Pagi Ay sayang, Mama sama Papa akan pergi keluar kota selama sebulan karena ada urusan kerjaan jadi kamu harus baik-baik dirumah. Kalau disekolah belajar yang pinter dan jangan bikin rusuh dan jangan main basket mulu yang lebih penting itu nilai bukan basket," tutur Herman Armana-Papnya Raya.

"Iya sayang, kamu juga jangan lupa sholat dan belajar. Buktikan kalau kamu pintar," tambah Winda Visaka-Mamanya Raya.

Seketika muka Raya langsung masam, jujur saja ia muak dengan kata-kata manis yang di utarakan oleh kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya hanya mementingkan pekerjaan dan tidak memperdulikan dia. Semenjak kelas 7 SMP orangtuanya Raya tidak memperdulikan dia. Mereka hanya mementingkan pekerjaan dan karier sementara anaknya tak di pedulikan. Bahkan disaat Raya menang lomba basket kedua orangtuanya pun tak datang untuk memberikannya ucapan selamat.

'Apakah pekerjaan itu lebih penting dari pada kasih sayang anak? Kalau boleh meminta gue lebih baik hidup miskin tapi mendapatkan kasih sayang kedua orang tua gue. Percuma aja hidup mewah berkecukupan tapi tak ada kasih sayang' batin Raya.

"Iya Papa dan Mama," balas Raya lalu memakan sepotong roti yang diolesi dengan selai stroberi tak lupa minum susu.

"Ma, Pa. Aya berangkat sekolah dulu." Raya mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

"Hati-hati dijalan kalau naik motor jangan kebut-kebutan," nasehat Winda.

"Iya," balas Raya singkat. Padahal itu alibi dia, bagi Raya kebut-kebutan dijalanan itu sudah menjadi kesehariannya. Meskipun begitu Raya tidak pernah menabrak orang yang ada malah orang yang melihatnya langsung jantungan. Ia memang begitu terkenal gadis tomboy dan badgirl. Tapi tenang aja sebegitupun Raya ia masih tetap menjalankan sholat tepat waktu. Baginya sholat adalah kewajiban bagi setiap muslim meskipun ia belum bisa menjadi perempuan yang baik.

Raya mengambil motornya sportnya dibagasi tak lupa memakai helm dan langsung menancap gasnya.

Memang inilah keseharian Raya mungkin ia begini karena dengan cara begini ia bisa bahagia dengan caranya sendiri.

Kini Raya sudah sampai disekolah ia langsung membuka helmnya dan membuatnya rambutnya tergerai semakin penambah pesonanya. Banyak sekali tatapan mata dari teman-
temannya yang merasa kagum.

Namun, Raya tidak memperdulikan semua itu ia langsung berjalan menaiki tangga untuk menuju kelasnya.

"Hai Ray," panggil Rain dengan menepuk pundak Raya dari belakang.

"Haii yok kita masuk," balas Raya dengan tersenyum tipis.

"Ayok."

Raya dan Rain berjalan anggun menuju kelasnya.

"Hei Raya jangan lupa nanti kita tanding basket lagi. Kalau elo nggak mau gue kasih pelajaran sama elo," kata Bintang.

"Emang gue takut? Engga yah. Siap-siap aja nanti elo kalah taruhan lagi sama gue," ledek Raya.

"Awas ya Ray." Bintang langsung pergi darisana.

"Bintang tuh kayak pengecut ya Ray, liat tuh habis ngancam elo dia langsung pergi," celetuk Rain.

Agaraya [END]Where stories live. Discover now