60. Malaikat tanpa sayap

79 7 0
                                    

“Hargailah orang yang selalu ada untukmu sebelum mereka benar-benar pergi untuk selamanya padahal kamu belum bisa membalas kebaikannya, disaat itulah kamu merasakan kehilangan yang tak akan bisa mengubah segalanya.”

-Agaraya-

Detik demi detik telah berlalu waktu menunjukkan pukul 15.30 WIB.

Semua murid di SMA Demantara telah pulang ke rumahnya masing-masing. Berbeda dengan Raya tengah berkutik menunggu Aga untuk belajar kelompok.

Sembari menunggu, Raya mengabari Bintang melalui chat.

Raya: Assalamu'alaikum Bintang, gue izin sama Aga belajar kelompok buat olimpiade.

5 menit berlalu. Gadis itu melotot melihat balasan dari Bintang.

Bintang: Gak boleh, alesan aja lo. Kalau elo ngotot sama si cupu siap-siap gue kasih pelajaran.

"Dasar Bintang dari dulu bikin gue panas aja," gerutunya. Dirinya tak perduli lagi atas ancaman dari Bintang. Sudah cukup terbelenggu oleh perjanjian itu. Jangan sampai mengalami hal yang lebih buruk lagi.

Raya tak membalas chat dari laki-laki itu. Dirinya memasukkan Hpnya ke saku roknya.

"Maaf Ray, telat. Tadi aku piket dulu," tutur laki-laki dengan kaca mata bertengker di depan matanya.

Raya memutar bola matanya malas ke arah laki-laki itu. "Gak usah ngeluh. Kita langsung ke tempat biasa aja. Gue makin gerah saat deket elo," cibirnya.

Aga mengelus dada mendengarkan perkataan pedas dari gadis itu. Dirinya harus melakukannya agar misinya bisa berjalan sesuai rencana.

Tak mudah memang untuk meraih tujuannya, tetapi laki-laki tak akan lelah untuk terus berusaha sampai bisa tergapai. Apalagi waktu persahabatannya dengan Raya hampir berakhir.

"Cepatan! Jangan ngelamun mulu," titah Raya.

Aga langsung memakai helmnya dan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Sementara Raya lebih dulu melaju kencang dengan motor sportnya.

Setibanya di tempat yang pernah gadis itu datangi. Taman yang selalu ada dalam mimpi Raya.

Kali ini gadis itu benar-benar serius belajar dengan membaca beberapa buku meski sebentar. Dirinya melakukan ini semua bukan demi Aga. Melainkan agar cepat selesai supaya dia tak harus belajar sama Aga.

Raya berniat untuk membuat hari ini terakhir belajar bersama Aga. Hari-hari selanjutnya dia akan belajar sendiri. Itu semua dilakukan untuk menjaga kepercayaan dari sahabatnya.

Gadis itu tak ingin dianggap nikung sahabat sendiri. Maka dari itu lebih baik sekali aja belajar serius daripada belajar berulangkali niat awalnya ujungnya justru tak terlaksana sama sekali.

"Ga, elo baca materi tentang sin, cos, tan dong biar gue tinggal dengerin. Udah capek belajarnya," suruh gadis itu.

'Baru aja belajar 30 menit Raya udah capek' batin Aga mengeluh atas perlakuan gadis itu. Lagi-lagi dia dikerjai Raya.

"Iya Ray," balas Aga pasrah lalu mulai membaca rumus matematika itu.

Kalau kemarin, Raya meninggalkannya belajar sendiri. Sekarang, berubah sedikit. Namun, tetap saja dimanfaatkan. Bisa-bisanya gadis itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aga yang membaca terengah-engah sementara Raya tinggal duduk manis sambil mendengarkan.

Bisa dikatakan seakan Aga menjadi pelayan. Sementara Raya menjadi ratu yang tinggal menyuruh saja.

Dari dulu sampai sekarang,  laki-laki itu tetap saja mau membantu Raya walaupun seringkali di usir, dibenci, dimaki. Entah sampai kapan Raya bisa menyadari bahwa Aga juga manusia yang perlu dihargai.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang