51. Terungkap

137 11 0
                                    


"Sekeras apapun menyembunyikan kebenaran dengan kepalsuan lambat laut kebenaran lah yang akan menang. Layaknya bangkai yang akan tercium baunya sekeras apapun disembunyikan."

-Agaraya-

Rain mendekati Raya dengan mata berkaca-kaca, tangannya menggenggam sahabat yang menghiatinya. "Maaf mulai sekarang gue bukan sahabat gue lagi. Makasih waktu singkat tapi begitu berarti."

Rain melepas genggaman tangannya meninggalkan gadis itu sendirian di sana.

Jiwanya remuk menatap punggung wajah sahabatnya yang telah meninggalkannya selamanya. Usai sudah kepalsuan dalam kehidupannya. Semuanya sudah terbongkar dengan begitu mudahnya.

"Arghhhh," rancaunya meratapi nasib yang begitu pilu.

Kepalsuan dulu tertutupi dengan indah kini menyisakan penyesalan.
Kepalsuan adalah cara untuk menutupi rasa sakit pada dunia. Selalu bersikap seakan baik-baik saja walaupun sebenarnya rapuh, retak, hancur, dan pahit.

Mungkin, kepalsuan sudah lelah untuk mendukungnya menutupi keadaan yang sebenarnya. Takdir pun menunjukkan sebaik apapun menutupi  kebohongan lambat laut kebenaran lah yang akan menang. Layaknya  bangkai yang akan tercium baunya sekeras apapun disembunyikan.

Terkadang kenyataan itu terlalu pahit untuk dirasakan. Waktu sudah merenggut segala yang dimilikinya. Kasih sayang keluarga, cinta, sahabat, asmara telah pergi. Dia sudah tak punya apa-apa kecuali doa dan mengharapkan sang pencipta menguatkannya untuk bertahan.

Tidak mudah bertahan di titik ini, dulu ada sosoknya yang selalu menguatkan. Sekarang tak ada yang mendukungnya?
Hanya karena Allah lah membuat gadis itu bisa melewati dengan tegar.

Awan abu-abu menggumpal di awan meneteskan gemericik air hujan. Seakan semesta ikut merasakan kepedihan yang dialaminya. Hawa dingin menusuk ke tulang-tulang, badannya basah kuyup.

Airmata mengalir deras dipeluk pipinya diikuti jatuhya air hujan. Ternyata hujan dan airmata itu hampir sama. Sama-sama turun menjadi air. Bedanya hujan turun sebagai rahmat Tuhan. Sementara airmata turun sebagai pertanda kesedihan saat bibir sudah kelu mengatakan sesuatu tak ada yang bjda dilakukan selain dengan menangis.

"Allah kenapa harus mengambil semua yang gue sayangi? Apa mungkin gue tak pantas bahagia," monolognya merasakan getirnya kehidupan.

Disisi lain seorang laki-laki mendekatinya dengan payung untuk melindungi Raya dari derasnya air hujan.

"Raya, Elo ikut gue aja. Gue akan selalu ada," katanya mengulurkan tangannya ke arah Raya.

Gadis itu mengangkat kepalanya, memundurkan badannya dari laki-laki itu. "Gue ga butuh rasa kasian Elo, puas sekarang? Udah ngerusak persahabatan gue sama Aga dan Rain," desihnya menatap datar seseorang di depannya.

"Gue lakukan itu karena gue cinta sama Elo, Ray," katanya dengan senyum smirknya.

"Ga ada namanya cinta dengan cara memaksakan, Elo itu hanya terobsesi sama gue. Selamat Bintang Yeraham lagi-lagi Elo berhasil membuat hidup gue hancur." Raya bertepuk tangan dengan senyum pahitnya.

Bintang menggeleng lemah. "Gue terpaksa Ray, kalau gue ga bisa jadi milik Elo berarti oranglain juga ga boleh," kekeuhnya.

"Gue udah ngasih bukti Aga bohong dia sebenernya bukan cupu tapi Elo ga percaya, jadi gue perlu merusak persahabatan kalian biar Elo sadar kalau Aga ga pantes buat Elo." Bintang melempar payungnya dan menggenggam tangan Raya secara paksa.

"Gue hanya ga mau Elo hancur untuk kedua kalinya, maaf gue memang mencintai dengan cara yang salah. Ingat pesan gue suatu saat Elo bakal tahu kalau apa yang gue lakuin itu demi kebaikan Elo dan menyesal percaya dengan si cupu itu."

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang