3. Hukuman

34 23 144
                                    

Kini Jaja telah berbaris rapi bersama murid yang lain.

Bu Riska membuka buku khusus untuk siswa-siswi yang telat. Kemudian memanggil satu per satu dari mereka.

"Aini!"

"Hadir, Bu!" sahut siswi bernama Aini.

"Anjani!"

"Hadir, Bu." Jaja mengangkat tangannya.

Yap, nama asli Jaja adalah Anjani. Nama panggilan yang diberikan keluarganya memang aneh. Terkesan seperti anak laki-laki. Mungkin sebab itulah perilaku Jaja tidak seperti perempuan pada umumnya, yang anggun dan menawan. Jaja lebih suka berjingkrak-jingkrak dan bertingkah seenaknya.

"Dimas!"

"Saya, Bu."

Setelah bu Riska memanggil nama mereka satu per satu, kini giliran dia memberikan hukuman. Dan hukumannya adalah ....

"Bersihin halaman sekolah, Bu?!" tanya Jaja keras.

"Iya. Kenapa?"

"Yee si Ibu yang bener aje. Kita kan cuma bertiga, sedangkan halaman sekolah itu luas. Bisa-bisa selesai ampe siang dong, Bu," protes Jaja tak terima.

"Ooo jadi kamu gak mau?" tanya bu Riska yang dijawab anggukan oleh Jaja. "Ya udah kamu pulang aja ke rumah, terus nanti kamu Ibu alfa," lanjutnya dengan santai.

"Y-yaa jangan dong, Bu."

"Ya terus maunya gimana?"

Percuma jika Jaja sudah berhadapan dengan bu Riska. Sekali kena jerat, tak akan ada jalan keluar. Tak akan ada negosiasi.

"Ya udah, Bu. Saya bersihin halaman sekolah aja."

Ia bersama dengan dua siswa lainnya pun bergegas menjalankan tugas. Saat mereka ingin mengambil ember untuk wadah sampah, bu Riska kembali memanggil mereka.

"Tunggu! Tunggu!"

"Karena tadi Anjani protes, jadi hukuman kalian Ibu tambah. Abis bersihin halaman, kalian juga harus bersihin WC guru ya." Lagi-lagi bu Riska memberi perintah kepada mereka.

Sedangkan tiga siswa tadi hanya menganga tidak percaya. Berhadapan dengan guru yang kejam memang petaka bagi mereka.

Setelah memberi perintah kepada mereka bertiga, bu Riska pergi begitu saja.

"Ck! Lo sih pake protes segala. Udah tau bu Riska kayak gitu!" gerutu siswi bernama Aini.

"Tau tuh Jaja. Mana gue ada pelajaran kimia lagi." Kini Dimas juga ikut protes.

"Y-yee maap. Niat gue kan baek. Gue hanya ingin membela hak-hak murid yang tidak boleh mendapat hukuman yang berlebihan."

"Halah. Pake bawa-bawa hak segala," cibir Dimas. "Udah ayok, bersihin tuh halaman, terus lanjut ke WC guru."

Jaja menunduk lesuh. Kemudian ia menuruti perkataan Dimas, begitupun Aini.

Jaja dan Aini berjongkok sembari memungut sampah-sampah kemudian memasukkannya ke dalam ember.

"Anjani." Aini berusaha membuka pembicaraan.

"Panggil Jaja aje."

"Nama lo kan Anjani, kenapa dipanggil Jaja?" tanya Aini. "Mending dipanggil Ani aja."

Jaja menggedikkan bahunya. "Tanya sama keluarga gue aje."

"Lo sendiri kenapa dipanggil Aini?"

"Karena nama gue Aini. Aini Putri Nabila."

"Salam kenal ye." Jaja mengulurkan tangan kanannya.

Aini tidak langsung membalas uluran tangannya, ia memandang tangan Jaja terlebih dahulu. "Tangan lo kotor," cibir Aini.

Keluarga GalahWhere stories live. Discover now