12. Ngaji

6 4 5
                                    

"Pak! Nyak! Azar pergi ngaji dulu ye," pamit Azar sambil menyalami kedua tangan orang tuanya.

"Hati-hati, Zar," ucap Galah mewanti-wanti anaknya.

"Iye, Pak."

Azar pun pergi meninggalkan rumah. Ia berjalan melewati lorong atau biasa disebut gang. Menyusuri jalanan yang gelap. Setelah mencapai depan gang, ia belok ke kanan. Azar kemudian masuk ke warung yang di dalamnya terdapat Jaja—kakaknya.

"Assalamualaikum, Kak!"

"Waalaikumsalam."

"Gue berangkat ngaji dulu." Azar mencium punggung tangan sang kakak.

"Ngaji yang bener ye. Biar jadi anak sholeh."

"Aamiin." Azar pergi dari warung. Lalu berjalan sendirian menuju mushola tempat ia menuntut ilmu agama.

Saat tengah berjalan, Azar melihat sesuatu berwarna merah di pinggir jalan.

Azar pun sedikit berlari, dan mengamati benda itu.

Sebuah lembaran berwarna merah. Dengan gambar presiden dan wakil presiden pertama di Indonesia. Terdapat sebuah angka berkisar 100.000 di sana. Juga lambang garuda pancasila.

"Eh! Ada cepek nih!" Azar membungkukkan badannya, dan meraih benda itu.

Azar kembali mengamati benda itu yang kini sudah ada di tangan kanannya. "Gue ambil kagak ye? Duit cepek kalo buat beli permen dapet berape biji ye?"

Namun, Azar teringat sesuatu.

"Kata entak, kite kagak boleh ambil barang yang bukan milik kite. Tapi ini sayang. Ape gue tinggal di sini aje?"

"Ini punye siape si?" Azar melihat kanan dan kiri berharap menemukan seseorang dan bisa bertanya apakah uang ini milik orang tersebut. Tetapi nihil. Hanya ada Azar seorang diri.

"Bodo amat! Gue bawe aje. Mayan kan buat jajan bareng temen." Azar tertawa puas.

Anak laki-laki itu melanjutkan perjalanannya menuju mushola.

▪︎▪︎▪︎

"Zar!"

"Eh ade Riki."

"Yok bareng masuk ke musholanya."

Riki adalah salah satu teman Azar. Dia sama-sama nakal seperti anak pada umumnya. Namun, jika dibandingkan dengan Azar, tentu Azar pemenangnya!

"Ki, tadi gue nemu duit cepek tau," kata Azar sembari tetap berjalan.

Riki yang mendengar itu pun sontak terkejut. Uang seratus ribu rupiah bukanlah uang yang sedikit untuk anak-anak seperti mereka.

"Di mane, Zar?" tanya Riki antusias.

"Di onoh." Azar menunjuk arah jalan di mana ia menemukan uang itu dengan dagunya.

"Mantep! Beliin jajan yok! Nanti elu traktir gue ya!" ucap Riki dengan sumringah dan wajah berseri-seri.

"Tapi itu bukan punye kite. Mase iye mau dipake."

"Udah gak papa. Kite masih kecil. Belom dapet dosa."

Obrolan mereka terhenti karena mereka sudah sampai di mushola.

Azar dan Riki melepas alas kaki. Sedikit mengangkat kaki mereka dan menginjak teras mushola. Melangkahkan kaki masuk lebih dalam lagi dan tampaklah teman-teman mereka yang lainnya beserta ustaz yang tengah menunggu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 05, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Keluarga GalahWhere stories live. Discover now