Sebelas : The Queen and The Marchioness

1.5K 366 43
                                    

[][][]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


[][][]

"Saya adalah anak yang lahir dari hubungan saintess terakhir dengan Kaisar Theodor ke-28."

Selama beberapa saat hening, setelah kalimat tersebut terucap dari bibir Dwayne.

Dwayne menanti respon yang akan Rose berikan, sementara Rose sendiri benar-benar kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu harus bagaimana merespon apa yang baru saja didengarnya dari bibir pria dihadapannya.

Rose sesaat menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya dari rasa terguncang akan semua ucapan Dwayne.

"Kita lanjutkan pembicaraan ini di lain waktu." putus Rose pada akhirnya seraya berbalik membelakangi Dwayne sekaligus menghindari mata pria itu yang masih menatapnya lekat.

"Apa Anda tidak mempercayai saya, Yang Mulia Ratu?" tanya Dwayne dengan suara yang terdengar jauh lebih rendah, caranya berbicara seakan menyiratkan kekecewaan.

Melihat cincin dengan batu permata hitam yang kini ada pada jemari Dwayne yang terlihat jauh lebih pekat dibanding cincin yang pernah Jethro gunakan, Rose dapat memastikan bahwa cincin tersebut merupakan cincin yang asli.

Bukannya Rose tidak mempercayai ucapan Dwayne. Namun, Rose adalah wanita yang cerdas. Kalau Dwayne sudah mengungkapkan jati dirinya seperti saat ini pada seorang Ratu, hanya ada satu alasan kenapa pria itu melakukannya. Dwayne menginginkan dukungannya untuk melakukan pemberontakan di kekaisaran ini.

Meskipun saat ini hubungannya dengan Sang Kaisar tidak lah begitu baik, namun Rose tidak bisa asal memberikan keputusan mengenai dukungan terhadap tahta kaisar. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan, terlebih posisinya adalah seorang Ratu sekaligus bagian dari keluarga Grand Duke Dallington—salah satu penguasa wilayah dengan kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Meskipun yang melakukan pemberontakan itu adalah Dwayne, pria dari masa lalunya yang baru saja mengatakan bahwa ia masih mencintainya. Bukan tidak mungkin nyawanya tidak terancam, belum lagi, banyak nyawa lain yang dipertaruhkan saat pemberontakan terjadi.

"Aku rasa hari ini aku masih belum bisa mengabulkan permintaan keduamu, tunggu lah sampai undangan pertemuan berikutnya datang padamu." ucap Rose kemudian.

Rose tidak langsung menjawab 'iya' atau 'tidak' mengenai pertanyaan terakhirnya, namun karena Sang Ratu menjanjikan pertemuan selanjutnya, Dwayne tahu Rose tidak langsung menolak keberadaannya sebagai seseorang yang mengancam tahta kaisar saat ini. Masih ada harapan bahwa ia bisa mendapatkan dukungan Sang Ratu, sekaligus wanita yang dicintainya.

Dwayne hanya harus meyakinkan Rose, walaupun itu jelas bukan lah hal yang mudah, mengingat ia sendiri tahu bahwa Rose bukan lah wanita yang asal dalam mengambil keputusan. Apalagi keputusan mengenai pemberontakan yang menentukan pemegang akhir tahta kaisar.

"Hari ini fokus saja pada rencana pembangunan gedung akademi." lanjut Rose kembali, sebelum kemudian wanita itu membuka pintu dan langsung meninggalkan ruangan tersebut.

The Abandoned QueenWhere stories live. Discover now