Respectively

64 21 6
                                    

"Aku sudah memalsukan semua bukti-bukti itu. Sampah kecil itu tidak akan menyadarinya."

Pria paruhbaya itu berbalik, balik menatap anak muda yang berdiri menatapnya takut.

"Maupun itu hanya sebuah dugaan sementara, dia tidak akan bisa menemukan kebenaran secuil apapun," jelasnya, percaya diri.

Dia menuangkan anggur merah itu ke gelas, lalu meneguknya hingga tandas.

"Kecuali, ada seseorang yang membocorkan rencana ini, dengan alasan dia sahabatnya."

"Cih, untuk apa memulai jika akhirnya mundur? Klise sekali."

"Balas dendam seperti apa jika setengah-setengah? Itu hanya bisa disebut percobaan tanpa arah dan kepuasan. Lebih baik mengakhiri dari pada melanjutkan."

"Maaf, Dad." Si pemuda menunduk, tak berani menatap iris legam yang menatapnya tajam.

"Andai saat itu kau tidak menuruti perkataanku, ck, bisa kau bayangkan sendiri apa yang akan terjadi padamu nanti."

+×+

Yeonjun mendudukkan diri pada kursi yang berada di balkon kamarnya.

Menerawang ke depan, dengan tangan memegang foto yang di ambilnya sewaktu di rumah Doyoung.

Pikirannya melayang pada percakapan beberapa saat lalu.

"Kamu tau mereka siapa?"

"Antara, Kai Kamal Huening ...."

"... dan Lee Beomgyu."

Yeonjun tidak tahu harus percaya atau tidak. Fakta ini benar-benar sangat mengejutkan.

Benarkah?

Ini bagai mimpi buruk baginya, semua bukti mengarah pada para sahabatnya.

Mengapa ini terjadi?

"Om gak salah, kan? Mungkin ada kesalahan saat penyelidikan. Itu gak mungkin, Om. Mana mungkin mereka lakuin itu."

"Tenang dulu. Lagipun, ini hanya dugaan sementara, karna, semua bukti memang saat ini tertuju pada keduanya."

"Bisa saja akan berubah. Ini hanya dugaan sementara."

Bukankah dengan itu tidak membuktikan keduanya bersalah? Penyelidikan masih akan berjalan, dan kebenaran lambat laun akan terungkap juga.

"Untuk sementara ini, lebih baik kau lebih waspada. Yang kau anggap baik belum tentu baik, bisa saja dia memiliki topeng untuk menutupi dirinya yang sebenarnya."

Pria paruhbaya itu menepuk pundak anak muda di sampingnya. "Yang baik bisa jadi jahat, dan yang kau anggap jahat bisa jadi baik."

"Dunia ini penuh tipu muslihat."

Takdir memang sulit di tebak. Hal-hal yang tidak di duga sekalipun, bisa saja terjadi kapan saja.

Badai menerjang, kini meruntuhkan benteng persahabatan mereka. Hanya tersisa puing-puing yang saling berjarak, pertanda ketidak percayaan satu sama lain.

"Arght!" Pemuda itu mengacak rambutnya frustasi, bersamaan dengan butiran liquid bening lolos dari pelupuk, membentuk sungai-sungai kecil di pipinya.

[√] Can't You See Me? [END]Where stories live. Discover now