Hate

72 21 1
                                    

~~~

Pemuda itu melangkah masuk ke sebuah ruangan yang di dominasi dengan warna hitam. Aroma dari wine menyeruak, menyapa indra penciumannya.

Dia berjalan mendekati pria paruhbaya, yang kini tengah bermain dengan pistol di tangannya. Sesekali menembakkan pelatuk ke arah seorang mayat bersimbah darah yang tergantung di tembok.

"Apa lagi?" tanya pria paruhbaya itu dengan suara barithone-nya.

"Sepertinya aku akan gagal, Dad," jawab si anak, menatap takut.

Suara peluru terdengar berkali-kali, membuat tubuh si pemuda menegang.

"Cih, begitulah akibatnya jika kau tidak menuruti ucapanku," tekannya, seraya menatap datar si lawan bicara. "Lain kali, jangan ceroboh jika ingin semuanya berjalan dengan lancar," lanjutnya, dengan menekan setiap katanya.

"Sekarang, tinggal kau ikuti saja apa yang ku katakan!"

+×+


Soobin menempelkan sticky note berwarna biru tosca itu pada pintu kulkas.

Dia lalu beranjak pergi dari rumah menuju tempat kerja barunya.

Sama seperti biasanya, dia akan membuat makanan sederhana terlebih dahulu untuk sang Ayah, sebelum dirinya meninggalkan rumah.

Soobin menaiki bus menuju tempat tujuan, dia duduk di kursi belakang dekat jendela.

Di dalam bus banyak terdapat murid dari sekolahnya, semuanya langsung saja berbisik satu sama lain tatkala dirinya masuk ke dalam bus tadi.

Soobin menyumpal kedua telinganya menggunakan earphone, menyalakan musik dengan volume tinggi. Bersikap bodo amat dengan semua itu. Lebih baik dirinya memandang jalanan ibu kota yang padat akan lalu lalang kendaraan.

Dia melamun, pikirannya melayang pada kejadian kemarin.

Soobin berjalan mengendap-endap. Langkah demi langkah di tapaki dengan hati-hati, mengikuti kedua pemuda di depannya.

Dia bersembunyi di balik tumpukan barang bekas yang ada di sana. Di balik sana, terdapat kedua sahabatnya yang entah dia sendiri tidak tahu apa yang akan mereka lakukan.

Dia mengintip dari celah, menyernyitkan alis ketika mendapati noda berwarna merah kehitaman yang berceceran pada lantai atap.

"Kira-kira mereka cari apaan, ya?" monolog Hueningkai, pemuda itu menatap sekitaran yang menurutnya sangat mengerikan.

"Anj*r! Ngeri weh, darah semua. Gak main-main, sih, tu si bed*bah," umpat si pemuda Beruang, meneguk ludahnya susah payah.

"Gue gak bisa bayangin, sih gimana kejadian pas malam itu. Bisa-bisanya tu orang bunuh Yeonji," sambungnya, menggeleng pelan.

Soobin tertegun. Jadi, di sinilah sang kekasih merenggang nyawa, sekaligus tempat di mana dia tiada di bunuh.

Sebutir cairan bening lolos dari kedua pelupuk. Dia tidak tahu bahwa kejadian seperti ini bisa terjadi. Diam-diam dia menyalahkan dirinya sendiri.

Dia memundurkan langkahnya secara tak sadar, dan menabrak barang di belakangnya, menimbulkan suara cukup keras.

Soobin berjengit kaget. Mati dia, untuk kabur pun tidak akan mungkin.

Beomgyu dan Hueningkai berjalan menuju sumber suara, keduanya tampak terkejut tatkala mendapati Soobin di sana.

"Lo?!"

Soobin menggelengkan kepalanya cepat, belum sempat berbicara, dirinya malah terkena bonggeman mentah di pipi.

"Cih, dasar! Apa lagi sekarang?! Rencana jahat apa lagi yang lo rencanain?!" sarkas si pelaku, yang tidak lain adalah Hueningkai.

"T-tunggu! Ini cuman salah paham! Gue enggak tau apa yang terjadi," elaknya, menepis tuduhan yang di berikan.

"Alah, bac*t lo kegedean! Tinggal ngaku aja, sih, gampang!" timpal si pemuda beruang seraya menjambak rambut si yang lebih tua.

Soobin menggeleng, dia menggigit bibir bawahnya kuat, menahan ringisan keluar.

Dia bisa saja membalas, namun, dengan cara seperti itu tidak akan bisa membuat keadaan mereda, malah akan berbanding sebaliknya.

Hueningkai melepas jambakan tangan Beomgyu pada kepala Soobin. Dia berdecih, berlalu berlenggang pergi dari sana, sembari menarik pemuda beruang itu.

Sebelum pergi, dia sempat menandas, "Cih, ngomong sama lo tuh gak ada gunanya. Buat apa nanya kalau bukti aja udah di depan mata?! Tinggal tunggu aja waktu yang pas."

Soobin hanya diam, tak tahu harus berekspresi seperti apa.

Dulu Hueningkai adalah orang yang paling dekat dengannya, dan sahabat pertamanya dulu. Tapi sekarang? Lihatlah, dia malah yang paling membencinya.

Soobin menghela napasnya, dia terus saja memikirkan hal itu.

Tak berselang lama dia turun di pemberhentian pertama bus tersebut. Dia mengecek lokasi Caffe yang akan menjadi tempat kerjanya melalui GPS. Dan mulai berjalan mengikuti petunjuk.

Setelah menempuh perjalanan sekiranya 10 menit, akhirnya Soobin sampai di tempat tujuan.

Soobin melepas sumpalan di telinganya, serta menaruh kembali benda pipih yang di pegang pada saku celana.

Dia melangkah masuk. Suara lonceng berbunyi saat bergesekan dengan di bukanya pintu. Aroma kopi menguar memasuki indra penciuman.

Caffe ini tidak terlalu besar, namun, terbilang cukup nyaman untuk sekadar beristirahat atau sebagai tempat berkumpul bersama teman.

Karna masih pagi, suasana Caffe terbilang cukup sepi. Hanya ada beberapa pelanggan di sini.

"Halo! Ada yang bisa di bantu?" sapa si pelayan yang tengah berdiri di depan kasir.

"S-saya pegawai baru di sini, Kak," jelas Soobin, gugup.

Yang di balas terdiam sesaat, detik berikutnya dia ber'ah'ria sembari mengganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Soobin, ya? Wah ... salam kenal, gue Jungkook!" kenal lelaki bernama Jungkook itu, mengulurkan tangan.

Soobin membalas jabatan tangan tersebut, dia mengulas senyum. "Salam kenal juga, Kak."

Jungkook melepas jabatan tangan mereka, dia menepuk pundak yang lebih muda pelan. "Selow aja kali, jangan kaku gitu. Gue gak makan orang, kok. Panggil Abang aja."

To Be Continued ...

Note: '~~~' Kejadiannya beberapa jam lalu (kejadian sebelumnya tapi bukan flasback)
'...' Kejadiannya masih di waktu/hari yang sama. (Di gunain untuk flasback aja)
'+×+' Penghubung biasa.

[√] Can't You See Me? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang