Down

102 27 13
                                    

Hari sudah menjelang malam, Soobin bergegas pulang ke rumahnya.

Dia menatap lamat pintu kayu berwarna hitam di hadapannya, sebelum membukanya dan beranjak masuk.

Baru saja melangkahkan kaki ke dalam, sebuah botol alkohol terlempar tepat di bawahnya.

Dia mendongak, menatap si pelaku yang tidak lain adalah Ayahnya sendiri.

"Masih ingat pulang ternyata," ucap pria paruhbaya itu dingin.

Soobin menunduk, tidak berani menatap Ayahnya itu. "Soobin minta maaf, Yah."

Terdengar decihan dari seberang. "Cih, maaf enggak bakal ngaruh apa-apa. Udah, sekarang kasih gue duit!"

"Soobin enggak ada uang, Yah."

Yoongi berdecak kesal, pria paruh baya itu bangkit dari duduknya. "Terus makanan yang lo bawa belinya pake apa? Ngak mungkin kan lo nyuri?!" sinisnya.

Soobin diam, dia melirik kantong keresek berisi makanan yang tadi dia beli saat perjalanan pulang itu lesu.

Dia tidak bisa memberikan uangnya pada sang Ayah, karna hanya uang itu yang dia miliki untuk membiayai hidup mereka berdua.

Dia tidak bisa memberikannya, karna dia tahu, bahwa semua uang itu akan berakhir di hambur-hamburkan oleh sang Ayah untuk kesenangannya.

"Soobin enggak bisa, Yah," balasnya yang mana langsung mendapat sebuah tamparan.

"Ngelawan gue, lo, hah?!" gertak pria paruh baya itu, yang mana sejak tadi sudah berdiri di hadapan Soobin.

"Maaf, Yah, tapi Soobin-"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Soobin sudah terlebih dahulu mendapat sebuah bonggeman mentah di perutnya.

Pemuda itu meringis.

"Kasih sekarang!" sarkas pria paruhbaya itu, namun, yang dia dapatkan hanya sebuah gelengan. Yang mana, membuatnya tersulut emosi.

Tanpa perintah, Yoongi langsung saja merogoh-rogoh saku celana anaknya-mencari dompet. Walau sering di tepis kasar, akhirnya pria paruhbaya itu mendapatkan apa yang dia inginkan.

Soobin berusaha mengambil kembali dompetnya, namun, tubuhnya langsung terhuyung ke belakang karna tendangan yang di dapatkan pada perutnya.

Soobin meringis tertahan, merasakan sesuatu menancap salah satu telapak tangannya.

Dia memperhatikan sang Ayah yang tengah mengambil lembaran berwarna merah dari dompetnya. Ekspresi pria paruhbaya itu terlihat tak senang saat mendapati hanya ada satu lembaran saja di dalam dompet.

Dalam hati dia bersyukur karna tidak menaruh bayak uang dalam dompet miliknya.

"Apa-apaan ini, hah?!"

"Kenapa hanya seratus ribu?! Di mana lo sembunyiin yang lainnya?!"

Soobin hanya diam, tak berniat menjawab pertanyaan tersebut. Tentu saja hal itu lantas membuat pria paruh baya itu semakin tersulut emosi.

"Aish, bocah si*lan, gak berguna!" umpatnya, melempar cukup keras dompet di tangannya tepat ke kepala pemuda itu, lalu berlalu pergi dari rumah itu.

Soobin menggigit kuat bibir bawahnya, dia menunduk perlahan, menatap cairan kental berwarna merah dengan bau anyir yang menenuhi telapak tangannya.

"Lo kuat, 'kan, Bin?"

+×+

"Tumben, dari kemarin gak keliatan tu orang." Pemuda itu mendorong gelas yang telah tandas isinya itu ke tengah meja, Bersendawa dengan cukup keras kemudian.

"Dih, jorok banget si lo!" Hueningkai menggeplak kepala Beomgyu, lantas membuat si empunya mengaduh kesakitan. Persetan dengan kesopanan.

"Lo kudet apa ngak tau? Tu orang di skors. Kabarnya juga udah kesebar luas di sekolah."

"Oh, aja ye kyan," balasnya dan langsung terkena lemparan biji buah salak tepat di dahi.

Beomgyu mendengus, dia menatap malas ke arah si pelempar, yang kini tengah menunjukkan wajah tanpa dosa.

"Jinjay banget, sih, lo, anj*r!" umpat pemuda itu.

"Idiw, syuka-syuka akyu dungs! Eike siyapa memangnyah?!" balas pemuda beruang itu tak terima.

"Bukan temen gue, bukan temen gue."

Lalu mereka bertiga tertawa tanpa sebab. Seperti menertawai kebodohan ketiganya yang memang masuk akal.

Melupakan satu pemuda yang kini tengah melamun, ntah memikirkan apa.

Taehyun yang pertama kali menyadari, dia menghentikan tawanya, menoleh ke arah sampingnya, tepat di mana Yeonjun berada.

"Bang!" panggilnya namun, tiada sautan dari seberang.

"Bang!"

"Bang Jun!"

"Ah, iya? Why?" Dan akhirnya pemuda yang di panggil menoleh, dia nampak gelagapan persis seperti orang yang baru di buyarkan dari lamunannya.

Taehyun menghela napasnya. "Lu kenapa?" tanya pelan.

"Gue gak apa-apa," jawab Yeonjun, dia lalu menyesap es teh miliknya hingga tandas.

Tapi, beberapa saat kemudian, pemuda itu kembali menoleh menatap ke arah Taehyun. "Hyun, bantu gue."

+×+

"Ini lo ngerangkum atau ngerjain tugas, sih? Banyak banget gila." Pemuda beruang itu tampak menggerutu, sembari tangannya terus bergerak, menulis atau lebih tepatnya menyalin jawaban dari buku Taehyun.

Beomgyu dan Taehyun memang beda angkatan, namun, jangan remehkan si pemuda Yoon yang sangat pintar hingga bisa mengerjakan tugas milik Kakak kelasnya itu. Tidak heran jika dia sering di jadikan babu untuk mengerjakan tugas milik para sahabatnya, terutama Beomgyu dan Hueningkai.

Taehyun memutar bola matanya malas, "Bacot, cepet salin, bentar lagi bel."

"Iya iya, sabar napa."

Taehyun menghela napasnya, dia menyenderkan kepalanya pada tembok di belakangnya. Memperhatikan semua gerak gerik dari pemuda beruang itu. Dari ekspresinya, gerakan tangannya, hingga lembar buku yang kini telah terpoles tinta.

Ngomong-ngomong keduanya kini tengah ada di markas mereka.

"Eh, iya, ngomong-ngomong, Bang Jun ngomongin apa aja sama lo tadi di kantin?" tanya Beomgyu di sela aktifitasnya.

"Dia cuman bilang rindu Yeonji, itu doang," alibi Taehyun. Pemuda itu mengecek arloji yang melingkar di tangannya. "Buru woi! Bel dua menit lagi!"

Beomgyu berdecak, dia menutup buku Taehyun yang telah selesai di salin, lalu menyerahkan kepada si empu pemilik buku. "Nih, thanks, kapan-kapan gue traktir starbak."

"Cih."




To Be Continued ...

[√] Can't You See Me? [END]Where stories live. Discover now