17 - Kacau Balau

10.1K 850 105
                                    


"Kacau balaunya kehidupanku ternyata menjadi alasan mengapa takdir membuat kita bertemu."

***

Kalaya berjalan di koridor lantai dua sambil menundukkan kepalanya, gadis itu berjalan pelan dengan kepala yang tertutupi oleh kupluk hoodie Pull&Bear putih gading kesayangannya. Kejadian semalam membuat Kalaya tidak bisa tertidur hingga pukul tiga dini hari. Yang gadis itu lakukan hanya melamun sambil meringkuk di kasur king size-nya tanpa melakukan apapun.

Dalam satu hari, masalahnya datang bertubi-tubi, dimulai kepanikannya karena ponsel Sean tiba-tiba menghilang, lalu pertengkaran kedua orangtuanya hingga membuat Kalaya terkena imbasnya dan bertemu dengan Rion, menghabiskan waktu dengan Rion, pernyataan Rion, dan kenyataan jika kedua orangtuanya akan berpisah membuat Kalaya tidak bisa tidur tenang.

Kalaya baik-baik saja? Tentu saja tidak.

Kalaya hanya mencoba terlihat baik-baik saja. Ya, dia memang selalu begitu bukan?

Duk!

"Aww!"

"Eh, sori, sori, lo gapapa?"

Kalaya mendongak sambil memegangi dahinya yang baru saja menabrak sesuatu yang keras. Mata kecilnya seketika membola saat menyadari ia baru saja menabrak dada bidang Putra yang tengah berdiri di depan pintu kelasnya.

"M-maaf, Putra, K-Kala nggak liat jalan."

Cowok berambut cepak itu terdengar terkekeh. "Gue juga salah karena main hape, hng—dahi lo gapapa? Sakit banget, ya?"

Putra membungkukkan badannya hendak melihat dahi Kalaya yang baru saja menabrak keras dada bidangnya, namun gerak refleks Kalaya yang mundur serta telapak tangan besar laki-laki yang memegangi dahi Kalaya dari belakang membuat Putra menengadah begitu pula Kalaya yang juga ikut mendongak.

Sean—cowok dengan ransel hitam di pundak kirinya itu menatap Putra dengan pandangan datar, sedangkan satu tangannya masih memegangi dahi Kalaya seakan-akan menjaga dahi tersebut agar tidak tersentuh oleh tangan laki-laki lain.

"S-Sean,"

"Minggir."

"Sean, K-Kala-,"

"Minggir, gue mau masuk. Budeg lo?" Sean menatap tajam Putra yang masih bergeming di depannya.

"Santai, Bro," kekeh Putra sambil menggeserkan tubuhnya mempersilakan Sean untuk masuk, tak lupa juga Kalaya yang ikut Sean tarik memasuki kelasnya lalu duduk di bangku mereka.

Kalaya hampir kehilangan napas ketika Sean langsung menarik tudung hoodienya dan menatap terkejut pelipis Kalaya yang terlihat diperban.

"Pelipis kamu kenapa?" tanya Sean sambil menangkup pipi Kalaya. Cowok itu terlihat mengamati wajah Kalaya seperti mencari luka lain yang belum ia temukan.

"Gapapa, Sean. Cuma dijahit aja."

"Cuma dijahit?" Sean menatap tajam gadis itu. "Kenapa bisa kayak gini? Kamu jatuh? Kenapa gak bilang aku?"

Pertanyaan beruntun Sean menarik perhatian siswa kelasnya yang sudah berada di dalam kelas, bisik-bisik iri terdengar di telinga keduanya, namun baik Sean maupun Kalaya tidak menanggapinya.

"Kemarin Mama gak sengaja lempar gelas kaca pas lagi berantem sama Papa, terus kena pelipis aku," kata Kalaya jujur dengan wajah yang terlihat tersenyum, sedangkan Sean langsung bungkam ketika mendengar pengakuan Kalaya.

Cowok itu kemudian mengusap punggung tangan Kalaya dengan ibu jarinya tanpa mengucapkan apapun. Ada banyak hal yang sedang memasuki pikiran Sean sekarang. Bukan hanya tentang ucapan Pian yang mengatakan Kalaya bertemu dengan Rion, melainkan juga dengan ucapan Oliver malam tadi saat Sean memutuskan menyusul mereka ke kelab.

KALASEAN ✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora