Rencana | 24

72 11 0
                                    

“Mereka cuma sahabatan, Dhif. Citra gak mungkin suka sama Kavin begitupun sebaliknya. Jadi rencana lo ini gak akan ngaruh apa-apa.” Ucapan Ara membuat Dhifa dan Sandra menatapnya dengan alis berkerut.

“Tau darimana lo mereka cuma sahabatan?” kali ini suara Sandra yang menyahut. 

“Postingan ignya Citra, Disitu dia bilang kalo dia seneng bisa ketemu lagi sama sahabat kecilnya,” jawab Ara.

Diantara mereka bertiga, memang hanya Ara yang masih saling follow dengan Citra. 

“Lo kok gak pernah kasih tau gue,” kata Dhifa.

“Emang lo pernah nanya?”

“Gak ada yang murni sahabatan cewek sama cowok, diantara mereka pasti ada yang suka satu sama lain. Jadi gue dukung rencana lo,” ucap Sandra pada Dhifa. 

“Gue tetep gak setuju,” ucap Ara. “Cara ini gak bakal berhasil, Dhif.” 

“Kata siapa? Gue bahkan baru nyoba.”

“Gak ada yang bisa pastiin kalo lo gak bakal suka sama Kavin. Bisa aja, kan? Karena terlalu sering deket jadi lo yang suka sama dia,” kata Ara. 

“Eh tapi bener juga yang dibilang Ara, Fa. Kalo malah lo yang suka sama Kavin gimana?” tanya Sandra. “Kalo Kavinnya suka balik sama lo sih bagus, kalo enggak? Yang ada malah lo yang sakit hati.”

“Lo sebenernya dukung gue gak, sih?” kesal Dhifa.

“Ya dukung, tapi kan ucapan Ara ada benernya juga.”

“Lo harus tetep dukung gue. Karena gue gak mungkin suka sama dia,” ucap Dhifa yakin.

“Gak ada yang tau kedepannya kaya gimana. Gue tetep gak setuju sama ide lo,” ujar Ara.

“Dan jawaban gue masih sama. Gue gak butuh persetujuan dari lo,” jawab Dhifa. “Lo setuju atau enggak, rencana ini tetep jalan.”

*****

Dhifa lupa kapan terakhir kali ia menginjakkan kakinya di dapur. Yang pasti, hari ini saat jam masih menunjukkan pukul enam pagi ia sudah ada di dapur untuk melihat Bi Inah memasak nasi goreng sosis sesuai permintaannya. 

Setelah menumis cabai, bawang putih dan bawang merah secara bersamaan, Bi Inah lalu memasukkan nasi dan juga sosis. Mengaduknya sampai rata dan mulai menambahkan bumbu-bumbu penyedap rasa. 

“Gampang, ya ternyata. Gitu doang,” ujar Dhifa saat melihat Bi Inah memasak. 

“Non mau coba masak?” tawar Bi Inah pada anak majikannya. 

“Nanti aja, kalo moodnya bagus,” jawab Dhifa.

“Nasi gorengnya jangan lupa ditaro di kotak bekal ya, Bi,” ujar Dhifa sambil berlalu pergi dari dapur. 

“Siap, Non.”

Dhifa lalu duduk di bangku meja makan dengan tenang, segelas susu putih dan juga dua lembar roti tawar dengan isi selai coklat menjadi santapannya pagi ini. 

Sambil memainkan ponsel, Dhifa tidak sadar kalau David sudah menempati bangku di depannya saat ini. 

“Kalo makan jangan sambil main hape,” ucap David. 

“Papa pulang jam berapa semalem?” tanya Dhifa tiba-tiba.

David menyeruput kopi yang sudah disiapkan Bi Inah di atas meja makan. “Kenapa emangnya?” tanyanya. 

“Cuma nanya,” jawab Dhifa. 

David terkekeh kecil mendengar jawaban putri tunggalnya itu. “Jam sebelas malem, lagi banyak kerjaan di kantor.” 

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang