Salah Paham | 29

108 10 0
                                    

“Jangan pake motor. Bawa mobil Papa aja.” 

Kavin mengernyit menatap Surya, sebenarnya bukan hanya Kavin tapi juga Ratna dan Dhifa. 

“Emm... gak pa-pa, Om naik motor aja. Saya suka, kok naik motor.” Dhifa hanya takut Om Surya menganggapnya anak orang kaya raya yang tidak bisa berpergian kemanapun kalau tidak dengan mobil, atau mungkin Om Surya menganggapnya perempuan manja yang tidak bisa naik motor karena takut berdebu dan takut terpapar sinar matahari. 

Jika iya, maka hancur sudah reputasi Dhifa. 

Bagaimana mau jadi calon menantu jika begini.

Eh, gimana tadi?  

“Naik mobil aja biar lebih aman.” hanya itu yang Surya ucapkan tanpa penjelasan mendetail. “Kamu bawa mobilnya hati-hati,” ucapnya pada sang putra seraya menyerahkan kunci mobilnya. 

Tanpa banyak bicara, Kavin langsung mengambil kunci mobil itu dan berpamitan untuk mengantarkan Dhifa, begitupun dengan Dhifa yang berpamitan pada Surya dan Ratna.

*****

Gagal sudah harapan Dhifa untuk naik motor di sore hari seperti ini. Tidak ada adegan modus untuk peluk-pelukan di atas motor, menyebalkan. 

Dhifa kehabisan cara untuk mendekati Kavin, pengalamannya yang minim dalam berdekatan dengan lawan jenis membuatnya kewalahan dengan sikap cuek, jutek dan galak yang Kavin miliki. 

Duduk bersandar di jok kemudi, sambil sesekali melirik Kavin yang tampak tenang membawa mobil silver ini.

“Jangan langsung pulang, Vin. Gue males di rumah.” alias “Boleh gak, sih kalo kita jalan-jalan dulu.” 

“Yang males, kan lo, bukan gue.”

“Ini, kan masih sore. Kenapa gak mampir dulu gitu, kemana kek,” sewot Dhifa.

“Gue cuma disuruh anter lo pulang, bukan ngajak lo jalan-jalan.” 

“Pelit banget.”

Kavin tak menjawab, malah semakin fokus menyetir, Dhifa yang mulai dilanda kebosanan pun memilih memainkan ponselnya. 

Sampai tidak sadar kalau mobil yang Kavin kendarai sudah berhenti di halaman yang cukup luas. “Turun.” 

“Hah? Emang udah sampe?” tanyanya dengan mata yang masih fokus pada layar ponsel.

“Turun atau gue tinggal?” Dhifa mengernyit mendengar pilihan itu. Inikan rumahnya, masa iya dia ditinggal di rumahnya sendiri. 

“Iya sebentar kenapa, sih,” ucapnya sambil menatap Kavin. 

“Makasih udah dianterin, salam buat mama lo sama–” ucapan Dhifa terpotong karena Kavin memilih keluar dari mobil. 

“Si Kavin lama-lama kaya tai, ya!” ucapnya kesal sambil keluar dari mobil. Begitu dia keluar, dia baru sadar kalau ini bukan di halaman rumahnya, melainkan di…

“Ini bukan rumah gue,” kata Dhifa.

“Emang siapa yang bilang ini rumah lo?”

Dhifa berdecak kesal. “Terus ini di mana?” 

Kavin menunjuk papan nama yang ada di depannya. “Baca yang bener.” 

Dhifa melihat ke arah yang Kavin tunjuk dengan jari telunjuknya, di sana terdengar tulisan yang lumayan besar. 

PANTI ASUHAN & RUMAH TAHFIDZ

AL-QAADIR 

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang