Kantin | 16

124 18 3
                                    

Kavin pamit ke perpustakaan disaat ketiga sahabatnya asik berbincang satu sama lain. Ia tidak boleh  menyia-nyiakan waktu yang ada. Berhubung Bu Dewi sedang berhalangan masuk kelas, Kavin memanfaatkan waktu untuk membuat berbagai macam contoh soal dari materi yang akan ia berikan untuk Dhifa nanti. 

Mengingat nama Dhifa, membuat Kavin berhenti sejenak dari kegiatannya. Dia bahkan sudah tahu kalau Dhifa menolak mentah-mentah saat dirinya ditunjuk menjadi tutor belajarnya. 

Tapi perkataan Surya dan permintaan dari David, membuat Kavin tidak punya alasan lagi untuk menolak. Tapi bagaimana jika pihak kedua yang masih tidak setuju? Seperti yang terjadi pada Dhifa saat ini.

Jika Kavin tidak berjanji pada David untuk membantu Dhifa, mungkin ia tidak akan repot-repot memikirkan ini semua. Bahkan pesan yang dikirimkan David tadi pagi, sudah menjadi jawaban jika Dhifa masih menolak untuk diajarkan dengan Kavin. 

Ia menatap buku catatan sambil berpikir apa yang akan dilakukan setelahnya, agar Dhifa mau menerima dirinya menjadi tutor belajar, sekaligus menuruti permintaan David–papa Dhifa.

*****

Kantin.

Salah satu tempat yang paling banyak didatangi semua murid SMA Cempaka, apalagi jika bel istirahat sudah berbunyi. Seperti saat ini contohnya, belum genap lima menit bel istirahat berbunyi, bangku kantin sudah penuh terisi.

Membuat beberapa murid berdecak kesal karena tidak mendapat tempat duduk, seperti halnya Dhifa, Sandra dan juga Ara. 

Tiga sekawan itu hanya berdiri di dekat penjual bakso dengan pandangan yang mengedar ke semua penjuru kantin. 

“Ini semua gara-gara lo, Ra,” sungut Sandra. 

“Kok gue?!” protes Ara tidak terima.

“Lo kelamaan di toilet! Harusnya tadi pas selesai pengambilan nilai kita langsung ke kantin,” omel Sandra.

“Gue, kan gak bisa buru-buru kalo lagi pipis,” jawab Ara seadanya.

“Kita makan di kelas aja,” tukas Dhifa yang langsung disela oleh Sandra. “Gak enak makan di kelas, Fa,” sanggah Sandra sambil mengedarkan pandangan dan berhenti tepat ke meja panjang yang baru saja ditinggalkan oleh beberapa siswa kelas XI. “Nah! Pas banget tuh mereka udah kelar. Kita di situ aja,” tunjuk Sandra pada meja panjang berada di sisi kiri kantin.

Mereka bertiga langsung menuju ke sisi kiri kantin, setelah lebih dulu menunggu pesannya siap dibawa. Tepat ketika mereka sampai di meja panjang itu, disaat yang bersamaan pula, ada tiga orang yang sangat mereka kenali ingin menempati tempat itu. 

“Lo mau duduk di sini, San?” tanya Tika

“Iya.” 

“Kita bareng aja gimana? Ini muat kok buat berenam,” usul Tasya yang jelas-jelas langsung disetujui oleh Ara. 

Mereka berenam duduk di bangku panjang yang saling berhadapan, setelah meja panjang itu dibersihkan oleh mang Tono, petugas kebersihan kantin.

“Kalo gak muat di sini masih nampung, kok,” celetuk Vano yang memang sedari tadi memperhatikan mereka berenam dari tempat duduknya yang berada di pojok kiri kantin. 

“Gak usah caper,” sinis Tika, membuat Liam dan Edwin tertawa mengejek Vano.

“Mampuss,”  ejek Liam. 

“Gue gak engeh kalo ada kavin dkk di situ,” bisik Sandra membuat Dhifa melirik sebentar ke tempat Kavin.

Mereka berenam lalu menyantap makanannya masing-masing. 

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang