Terlambat, lagi? | 7

266 32 4
                                    

Suara teriakan begitu nyaring di kamar bernuansa coklat muda glossy ini. Bi Inah pun langsung masuk ke dalam kamar dengan tergesa-gesa begitu mendengar teriakan anak majikannya itu. 

“Ada apa, Non Dhifa?” tanya Bi Inah panik. 

“Bibi kenapa gak bangunin Dhifa? Jam weker Dhifa juga gak bunyi lagi,” kesal Dhifa. 

“Tadi sudah Bibi bangunkan, tapi Non Dhifa malah gak bangun-bangun.”

Dhifa menghela napas berat. “Harusnya berkali-kali sampe dhifa bangun,” jawabnya. “Ya udah bibi boleh keluar, Dhifa mau siap-siap.” baru saja dua langkah Bi Inah keluar kamar, Dhifa lagi-lagi memanggilnya. “Ada apa, Non?” tanya Bi Inah.

“Papa mana, Bi?” tanyanya.

“Bapak sudah berangkat kerja, Non.”

Selalu seperti ini. Pulang kerja disaat Dhifa sudah tertidur dan berangkat sebelum Dhifa bangun.

“Ada lagi, Non?”

“Gak ada. Bibi gak usah masak sarapan, Dhifa mau langsung berangkat, udah terlambat soalnya.” 

Selepas Bi Inah keluar, Dhifa langsung menutup pintu kamarnya. Ia segera mandi dan bersiap-siap. Memoles bedak, memakai liptint dan menyisir rambut panjangnya itu.

Dhifa keluar dari kamar dan turun ke lantai satu.

Dia tidak berselera sarapan hari ini, jadi ia langsung memakai sepatu dan kaus kaki putih dengan panjang sebetis. 

Di depan rumahnya sudah terparkir mobil putih milik mamanya, saat tangan Dhifa ingin membuka pintu mobil, Mang ujang tiba-tiba muncul dari arah depan. “Biar saya aja yang anter, Non.” 

Dhifa menatap heran mang Ujang. “Lho! Mang Ujang kok di sini? Gak ikut Papa?” 

“Saya disuruh bapak buat anter, Non ke sekolah,” jawab Mang Ujang.

“Dhifa bisa sendiri.”

“Tapi gak dibolehin sama bapak, Non.” 

“Kenapa? Tadi malem juga Dhifa pergi pake mobil ini.” 

“Nah itu dia. Saya kena omel sama bapak, bapak bilang mobil ini, kan udah lama gak dipake, jadi Non gak boleh sembarangan bawa pergi mobil ini.” 

Kalau bukan karena waktu yang semakin siang, Dhifa pasti akan terus menjawab ucapan Mang Ujang. Jadi untuk mempersingkatnya, Dhifa memilih masuk ke pintu belakang mobil dan Mang Ujang langsung tancap gas meninggalkan halaman rumah.

*****

Setelah berhasil membujuk Pak Dadang untuk membukakan gerbang, disinilah ia sekarang. Berjalan menyusuri lorong sekolah dengan langkah santai. Lorong sekolah nampak sepi, mungkin karena bel masuk sudah berbunyi sekitar 20 menit yang lalu, untung saja tadi tidak ada guru piket. Jadi Dhifa tidak perlu repot-repot mendengar omelan di pagi hari. 

Dan yang lebih menguntungkan lagi, tidak ada satupun anggota OSIS di sini. Dhifa menaiki tangga menuju kelasnya yang berada di lantai tiga. Mengetuk pintu kelas yang membuat seisi kelas langsung menatapnya. Di depan kelas sudah ada Bu Sekar, guru Ppkn yang sedang mencatat materi di papan tulis. 

Bu Sekar menatap marah ke arah Dhifa yang sudah terlambat di jam pertamanya. Bu Sekar terkenal akan kedisiplinannya sebagai guru mata pelajaran ppkn. 

“Dhifa! Kenapa baru datang?” tanya Bu Sekar.

“Macet, Bu,” jawabnya.

“Macet atau kesiangan?” tanya Bu Sekar seperti tahu kalau itu hanya alasan Dhifa saja.

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang