Chapter 9 : Cahaya Fajar

124 19 10
                                    

Konten ini mengandung kekerasan yang mungkin membuat tidak nyaman bagi sebagian pembaca. Harap bijak dalam menanggapi.

"Granger!" teriak Fanny ketika mendapati rekannya yang kini telah datang.

"Apa ada yang terluka?" tanya Granger tanpa basa-basi sembari melihat Fanny yang bergelantungan dengan kabelnya di dinding-dinding menjulang istana kerajaan Moniyan.

"Untungnya tidak, keadaan masih aman sampai di sini. Pimpinan dan pasukan utama Dark Abyss belum menembus gerbang utama istana," sahut Tigreal yang merupakan kapten dari pasukan kesatria Moniyan.

Pandangan Granger pun menangkap seorang iblis yang tengah melompat berniat menyerang bocah kecil di arah kirinyanya.

Dengan cepat, lelaki pengguna senjata jarak jauh itu menembakkan peluru tepat di kepala iblis tadi.

"Sebaiknya jangan melamun jika kau tidak ingin terbunuh, Harith," celoteh Alucard yang datang dengan pedang besar yang bertengger di bahunya. Tak lupa dengan senyum miringnya.

"Setidaknya aku tidak melamun memikirkan seorang gadis," balas Harith menyindir sembari bersedekap.

Alucard terperanjat. "Apa katamu?!"

"Baiklah, baiklah. Kita di sini tidak untuk mendengar celotehan kalian, kita harus membasmi iblis-iblis ini sebelum dia menyerang seluruh kerajaan," lerai Tigreal menahan satu iblis yang berusaha menyerangnya menggunakan perisai, kemudian ia menebas musuh itu dengan mudah layaknya memotong sebuah labu.

"Di mana putri?" Granger bertanya dengan kapten pasukan mereka, sembari mulai berlari menembakki musuh satu per satu.

"Putri sedang di dalam istana, dia bilang ada sesuatu yang harus ia lakukan," jawab Tigreal membuat Granger mengangguk mengerti.

Dengan beribu-ribu pasukan iblis menyerang separuh istana moniyan, kelima pasukan itu terus bertarung berusaha membuat tanah mereka kembali dijatuhi cahaya kebenaran.

Perisai yang melindungi kerajaan Moniyan telah dihancurkan oleh pimpinan Dark Abyss yang rumornya sangatlah kuat.

Oleh karena itu, saat ini pasukan utama kerajaan Moniyan melindungi benteng pertahanan kerajaan mereka.

Keadaan ini sangatlah buruk, di mana langit menjadi merah dengan kabut semerah darah yang menyelimuti, gabungan penuh rasa ingin membunuh menggema di udara, hampir tiada tempat untuk bernapas.

Cukup lama mereka menghabisi musuh, namun para iblis seakan tidak berkurang jumlahnya.

Pada saat itu juga, Alucard melihat Tigreal yang sedang menatap gerbang utama menuju pintu masuk istana dengan mata terbeliak.

"Ada apa, Kapten?" tanyanya sedikit keras agar kaptennya bisa mendengar suaranya di tengah-tengah kebisingan yang tengah melanda.

"Para iblis itu menyerang pintu utama istana, mereka akan menyerang putri Silvanna. Kita harus segera menyelamatkannya!" raung Tigreal.

Keempat pasukan lainnya terkejut sejenak, sehingga akhirnya mereka sadar bahwa tidak ada baiknya menghabiskan waktu.

Dengan segera, Tigreal memimpin para pasukannya untuk menyelamatkan putri Silvanna.

🎻

"Para sialan itu kembali menyerang desa!" gumam Ruby dengan nada kesal sambil menggigit kukunya tak sabaran. Keringat bercucur di dahi gadis itu, dengan matanya yang menyalang penuh dendam.

Saat ini, ia bersama Lesley dan Gusion tengah bersembunyi di belakang semak-semak sembari mengamati situasi desa yang kini telah diusik oleh mahluk terkutuk yang sering mengaung.

The Little Redhood and The Vagrant PoetWhere stories live. Discover now