Chapter 11 : Kencan Teraneh

163 11 13
                                    

Mereka telah sampai di depan pintu masuk gerbang kota Lumina, yang mana mereka disambut oleh suasana ricuh yang menenangkan hati.

Para pedagang berteriak mempromosikan dagangan mereka, para pemusik di jalanan melantunkan melodi indah yang beraturan, dan banyak sekali orang-orang yang mana membuat penduduk di kota Lumina semakin padat.

Ruby dan Granger baru saja sampai beberapa detik lalu menggunakan spell arrival yang dipakai oleh lelaki itu.

"Sebenarnya darimana kau dapatkan spell teleportasi ini?" tanya gadis bertudung merah itu mengamati area sekitarnya.

Suasana di sini ... benar-benar hidup.

"Putri Silvanna memberikan spell itu kepada seluruh anggota kesatria Moniyan," Granger menjawab.

"Ah, begitu. Lalu, kau bisa berkeliaran semaumu dan kau bisa kembali kapan saja ke istana?"

"Ya."

Ruby mengangguk seraya mereka yang tengah berjalan santai menikmati pemandangan.

Netra hijau terang gadis itu kini terpaku kepada musisi yang tengah memainkan seruling dengan merdu.

Sebuah senyuman lebar kini tercetak di bibir gadis itu, lantas ia pun mengalihkan pandangan ke biola yang tengah ditenteng oleh lelaki di sampingnya.

"Hei, kenapa kau tidak coba mainkan biolamu?" usul Ruby.

"Biolaku?" beo Granger kini mengamati biolanya.

"Ya, meskipun biolamu adalah senjata, tapi masih bisa dimainkan sebagai alat musik, bukan?"

"Aku tak pernah kepikiran untuk memainkannya di tepi jalan. Tapi aku rasa idemu cukup cemerlang," lelaki berjubah hitam itu menyetujui.

"Kau bisa mengikuti alunan orang yang memainkan seruling di sana, pasti akan sangat bagus jika dipadukan dengan permainan biolamu," Ruby berantusias.

Binar di matanya membuat gadis itu terlihat sangat manis.

"Baiklah, lebih baik kau pasang telingamu baik-baik untuk mendengar permainan musikku yang sempurna."

Granger kini mendekati pemusik yang masih setia melainkan seruling kemudian membuka sarung biolanya.

Dikeluarkannya benda mungil berlekuk yang indah itu, kemudian menaruhnya di antara dagu dan bahu kirinya.

Ruby mendekati kedua pemusik itu yang akan memulai permainan mereka. Tak lupa awalnya gadis itu menaruh uang koin di kantong kulit milik pemusik yang memainkan seruling.

Tangan kanan Granger kini telah memegang stik biola dan bersiap-siap menggeser senarnya.

Harapan Ruby memuncak, telinganya sudah tidak sabar mendengar alunan nada irama yang indah berasal dari biola kekasihnya.

Sying!!

"Eh?" Seketika Ruby terperangah, mendengar suara gesekan pertama yang terlontar dari stik dan senar biola tersebut.

Kresek!!

Seketika, harapan Ruby hancur lebur seperti potongan-potongan puzzle yang berserakan.

Realita kini menghantamnya keras. Permainan Granger tidak seindah yang ia bayangkan.

Alunan irama lelaki itu malah mirip seperti bunyi kursi kayu yang ditarik di lantai, membuat sang pemusik di sebelah lelaki bersurai hitam itu menghentikan permainan serulingnya yang seketika rusak.

Lantas pemusik tersebut menyimpan serulingnya dan membawa kantong berisi uangnya pergi menjauh,
sembari kesal dengan pemuda yang seenaknya saja merusak permainannya.

The Little Redhood and The Vagrant PoetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang