Chapter 22 : Pertarungan Terakhir (7)

84 10 78
                                    

Konten ini mengandung khayalan yang bersifat tidak nyata. Mohon para pembaca bijak menanggapi.

"TIDAKKK!!!"

Melihat adengan tragis tepat di hadapannya, Silvanna tak tinggal diam. Ia lantas kembali meraih tongkatnya dan langsung berdiri menyerang ke arah pemimpin Abyss tersebut.

Dyrroth tentu saja bisa menghindari serangan itu dan hendak menyerang musuhnya kembali, namun Silvanna juga bisa menangkis pergerakannya.

Saat pemimpin Abyss itu hendak menyerang kepalanya, Silvanna menghindar dengan membungkukkan badannya kemudian mengayunkan tombaknya secepat kilat ke arah samping perut musuhnya.

"Mustahil...! Uakh!!" 

Bum!!

Dyrroth terpelanting sehingga tubuhnya berputar membentur tanah sebanyak beberapa kali.

Ujung tombak Silvanna memiliki sihir, yang mana hal itu berdampak besar terhadap tubuh Dyrroth membuat pemimpin Abyss tersebut tak dapat bergerak.

Rasa sakit menghantamnya dengan keras, membuat ia mengepalkan tangannya dengan erat dan tak dapat mendirikan tubuhnya.

Tanpa dia sadari, Silvanna sudah berada di hadapannya. Gadis itu tanpa ekspresi menendang bahu Dyrroth dengan keras  hingga lelaki itu terlentang tak berdaya.

Saat Silvanna mengarahkan ujung tombaknya ke arah permata yang ada di tengah-tengah dadanya, Dyrroth mengubah wujudnya seperti manusia biasa.

Wajahnya kini berubah menjadi wajah manusia tak berdosa. Hal itu ia gunakan untuk meluluhkan hati putri kerajaan Moniyan yang sebenarnya sangat menyayanginya sebagai seorang adik yang telah lama hilang.

Melihat Silvanna yang masih mengarahkan tombaknya ke arah permata di tengah-tengah dadanya, membuat Dyrroth bersenang ria di dalam hatinya.

Kunci kehidupan miliknya tidaklah terletak di permata itu, kelihatannya putri kerajaan Moniyan itu masih tidak mengetahuinya.

Perempuan bodoh, batinnya.

Dirinya belum kalah.

Moniyan belum tahu bagaimana cara membunuh dirinya. Dyrroth tersenyum kemenangan dalam hati.

Jika sudah seperti ini, maka dia juga harus menambah bumbu drama di dalam situasi ini.

"Kakak ... tolong aku," mohonnya dengan wajah memelas.

Wujud iblisnya perlahan-lahan bertukar menjadi wujud manusia, yang menampakkan mata biru berlapis bulir airmata.

Melihat hal itu, hati Silvanna terenyuh. Wajah adiknya ... wajah adiknya yang sangat ingin ia jumpai selama beberapa tahun ini, ada berada tepat di hadapannya tengah meluruhkan tangis.

Tombak gadis itu bergetar, dengan ujungnya yang tak kian menyentuh permata kehidupan sang adik yang telah terjerumus dalam kegelapan.

Dyrroth tersenyum kemenangan dalam hati mendapati musuhnya yang telah terjatuh dalam tipu muslihatnya yang licik.

Di saat lelaki itu merasa bahwa dia telah mendapat kemenangan telak, ia hanya berdiam tanpa berniat melakukan serangan balasan karena mengira dirinya sudah memenangkan pertarungan ini.

Musuhnya tak bisa membunuhnya karena rasa kasih sayang.

Dengan begitu, ini adalah kemenangan baginya, begitu juga dengan Abyss.

Silvanna menjatuhkan air matanya. Hatinya terasa dililit oleh duri. Hatinya berkata bahwa dia tak bisa membunuh adiknya.

Tapi, ketika ingatan akan perbuatan keji adiknya tersebut membuatnya sadar.

The Little Redhood and The Vagrant PoetWhere stories live. Discover now